oleh

8 Bulan Lapor Belum Ada Kejelasan Dari Polda Metro

Gedung Krimsus
Gedung Krimsus

POSKOTA.CO – Proses penyelidikan dugaan tindak pidana pelanggaran hak cipta yang dilaporkan PT Mitra Integrasi Komputindo (MIK) terhadap Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim dan Direktur Eksekutif Benny Waworuntu ke Polda Metro Jaya, dipertanyakan.

Masalahnya, kasus tersebut sudah 8 bulan tapi belum juga ada yang ditetapkan sebagai tersangka. “Kami melaporkan Juli 2013 sampai sekarang nggak jelas bahkan penuh tanda tanya besar,” ujar Hendri Togi Situmorang SH dan Ricardo Simarmata, kepada wartawan, Rabu (14/5).

Pemeriksaan yang berjalan cukup panjang, bahkan setelah memeriksa kurang lebih 30 saksi yang terkait, serta bukti-bukti yang relatif representatif dan relevan yang seyogianya telah sampai pada kesimpulan terdapatnya 2 bukti permulaan yang cukup atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh AAJI.

“Dalam hal ini direpresentasikan oleh ketua umumnya Hendrisman Rahim yang juga direktur utama PT Asuransi Jiwasraya dan Direktur Eksekutif Benny Waworuntu sebagai terlapor sudah sepatutnya ditetapkan statusnya menjadi tersangka,” ujarnya.

Namun, kenyataannya, rencana tampaknya hanya tinggal rencana bahkan menjadi antiklimak menyusul pada tanggal 25 Maret 2014 petinggi atau 3 orang top manajemen MIK secara sekaligus bersama dipanggil untuk hadir selaku saksi terlapor pada tanggal 26 Maret 2014 oleh penyidik reskrimsus Polres Metro Jakarta Selatan atas laporan dugaan tindak pidana pelanggaran hak cipta pasal 72 ayat (1) UUHC yang dilaporkan oleh AAJI pada tanggal 11 Maret 2014.

Ia memprotes mengingat pemanggilan tersebut dilakukan mendadak, hanya berselang 1 hari dari tanggal surat pemanggilan yang menurut kuasa hukum MIK sangat ganjil dan telah melanggar tata kelola penyidikan yang seyogianya dihormati oleh penyidik.

Apalagi pemanggilan kepada top manajemen MIK dalam perkara yang diperiksa oleh penyidik Polres tersebut berkesan suatu “rekayasa” mengingat tidak selayaknya suatu persoalan yang sama diperiksa oleh institusi yang berbeda tetapi berada dalam yurisdiksi yang sama dengan Polda Metro Jaya, dimana MIK selaku pelapor telah melaporkan AAJI selaku terlapor atas dugaan tindak pidana hak cipta eks Pasal 72 ayat (1) UUHC, padahal sebelumnya tengah diperiksa oleh reskrimsus Polda Metro Jaya.

Keganjilan lain, pemeriksaan yang dilakukan penyidik Polres Jakarta Selatan “sangat ekspres” mengingat antara waktu pelaporan tertanggal 11 Maret 2014 telah langsung memanggil terlapor pada tanggal 25/26 Maret 2014, hanya dalam waktu berselang 15 hari saja.

Sementara itu pemeriksaan yang tengah berjalan di Polda Metro Jaya dalam perkara yang dilaporkan oleh MIK telah berlangsung 7 bulan bahkan terlapor (Hendrisman Rahim) pun belum dipanggil selaku saksi.

Atas kejadian tersebut, MIK telah melayangkan surat protes kepada kepolisian Polres Metro Jakarta Selatan tersebut pada tanggal 26 Maret 2014 dan meminta untuk menghentikan pemeriksaan perkara tersebut atau melimpahkannya kepada penyidik Polda Metro Jaya sesuai SOP yang berlaku bagi penyidik sebagaiamana yang diatur oleh peraturan Kepolisian republik Indonesia.

Menyusul surat protes itu pula MIK juga melayangkan surat kepada Kabid Propam Polda Metro Jaya pada tanggal 4 April 2014 yang isinya untuk dilakukan audit atas proses dan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Polres Jakarta Selatan.

“Kami sangat berkeberatan tindakan Polres yang menerima laporan dan memeriksa perkara yang notabene merupakan bagian dari perkara yang sama dengan perkara dengan MIK laporkan kepada dan tengah diproses pada reskrimsus Polda Metro Jaya,” tandas Hendri Togi Situmorang.

Untuk itu, lanjutnya, telah melayangkan protes kepada Polres pada tanggal 26 Maret 2014 dengan tembusan kepada petinggi-petinggi kepolisian termasuk pula kepada Kabid Propam Polda Metro Jaya melalui surat tertanggal 26 Maret 2014 pada tanggal 4 April 2014 yang meminta untuk dilakukan audit atas proses yang tengah berlangsung.

Secara informal, katamya, penyidik polda menunjukkan kekagetannya dan ketidaksetujuannya atas tindakan terlapor (AAJI) serta penerimaan laporan kepolisian oleh pihak AAJI dengan Menyusul surat protes tersebut, pada awal bulan April 2014 pihak polda melakukan gelar perkara dengan memanggil penyidik kepolisian resort Jakarat Selatan dalam rangka pembahasan proses penanganan perkara oleh pihak Polres Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya sehubungan pihak-pihak yang sama saling melapor atas dugaan tindak pidana pelanggaran hak cipta yang secara substantif adalah sama.

“Hasilnya sungguh sangat “mengejutkan “ kami dari sisi pelapor pada proses perkara di Polda – yang mana kami telah meminta agar penyidikan tersebut ditarik ke polda dengan pertimbang efisiensi dan fairness – dimana kami harus menerima fakta bahwa penyidik Polda Metro Jaya menyatakan bahwa proses perkara pidana yang sedang diperiksa oleh penyidik Polres Jakarta Selatan berbeda dengan proses penyidikan yang diperisa pada Polda Metro Jaya,” ujarnya.

Ia mengatakan dengan alasan apapun PT MIK harus berdiri tegak untuk memperjuangkan kebenarannya yang hakiki atas kepemilikan hak ciptanya tidak hanya pada tingkat pengadilan tetapi juga pada level terbawah pada criminal justice system, sehingga dengan keras kami memprotes dan mendesak penyidik kepolisian Polda Metro Jaya menggunakan hati nuraninya untuk menjalankan fungsi ex justicianya menjadi saluran penegakan hukum pada palang pintu utama menegakkan kebenaran formiel maupun materiel.

Kejadian ini berawal pada sekitar bulan Mei 2013 MIK menemukan media cakram yang berisi format multimedia yang dipergunakan oleh perusahaan asuransi jiwa prudential yang isinya secara kasat mata diketahui mempunyai kesamaan dengan format isi cakram multimedia ciptaan milik MIK.Kemudian pada bulan Juni 2013 MIK melaporkan adanya dugaan tindak pidana pelanggaran hak cipta sesuai dengan ketentuan Pasal 72 ayat (3) Undang-Undang No 20 tahun 2002 tentang Hak Cipta. (han)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *