Oleh : Karsidi Diningrat
AL-QUR’AN adalah dasar kemurnian aqidah. Selain itu juga untuk mengajak manusia lepas dari jeratan kemusyrikan, kekufuran, dan peribadatan kepada berhala, menuju cahaya Islam dan keimanan, sebagaimana Allah Swt. berfirman, (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim, 14: 1).
Berdakwah secara bijak kepada orang-orang Nashrani adalah dengan mengajak mereka berdialog sesuai dengan kemampuan mereka yang disertai dengan bukti-bukti yang dapat diterima akal. Selain itu, kita juga perlu menyodorkan fakta sejarah, membeberkan isi kitab mereka yang di dalamnya jelas-jelas membatalkan aqidah trinitas, dan menegaskan bahwa tauhid adalah agama yang dibawa semua nabi.
Trinitas menurut orang-orang Nashrani adalah: Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Roh Kudus. Mereka mengatakan bahwa Bapak adalah zat, Anak adalah kalimat (firman), dan Roh Kudus adalah kehidupan. Tiga oknum ini menurut bahasa asli mereka “Tiga Nama Satu Tuhan.”
Sesungguhnya Al-Qur’an, Taurat, Injil dan Zabur adalah Kitab-kitab-Nya yang diturunkan kepada para Rasul-Nya. Sesungguhnya Al-Qur’an yang dibaca dengan lisan, yang tertulis dalam mushaf dan yang dihafal dalam hati sanubari, meski demikian ia adalah tetap Qadim yang terkait dengan Dzat Allah yang Qadim, yang tidak dapat dipisah-pisahkan atau dipenggal-penggal dengan memindahkan pada hati dan kertas. Sesungguhnya Musa AS, mendengar Kalam Allah dengan tanpa suara dan huruf, sebagaimana orang-orang bijak di akhirat nanti akan melihat Dzat Allah dengan tanpa terdiri dari elemen (jauhar) maupun sifat yang ada pada jisim (‘aradh).
Al-Qur’an yang selamanya dijaga kemurniannya oleh Allah dari hal-hal yang memungkinkan terjadinya penukaran dan pergantian, jelas-jelas menolak aqidah trinitas. Dalam hal ini Allah Swt. telah berfirman, “Sungguh, telah kafir orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam.” Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al-Masih putra Maryam beserta ibunya dan seluruh (manusia) yang berada di bumi?” dan milik Allah lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahakuasan atas segala sesuatu.” (QS. Al-Maidah, 5:17).
Dalam ayat lain Allah menerangkan hakikat Isa yang sebenarnya, “Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam.” Padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya barangsiapa menyekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu. Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih. Mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya? Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Al-Masih putra Maryam hanyalah seorang Rasul. Sebelumnya pun sudah berlalu beberapa Rasul. Dan ibunya seorang yang berpegang teguh pada kebenaran. Keduanya biasa memakan makanan. Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) kepada mereka (Ahli Kitab), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka dipalingkan (oleh keinginan mereka).” (QS. Al-Maidah, 5: 72-75).
Prof. Dr. David Benjamin Keldani, Pendeta Katolik Roma Sekte Uniate Chaldean, lahir 1867, masuk Islam tahun 1904, dan namanya diganti menjadi Abdul Ahad Dawud, mengatakan, “Memproklamirkan tiga oknum dalam Ketuhanan dan mengakui bahwa Tuhan yang Mahakuasa dan Mahakekal dikandung dan dilahirkan oleh Perawan Maria adalah penghinaan paling akbar terhadap Hukum Tuhan dan merupakan pemberhalaan yang paling kotor.” “Membuat patung emas atau kayu untuk pemujaan sudah cukup buruk sekali, tapi membuat makhluk hidup sebagai obyek pemujaan, menyatakannya sebagai Tuhan (!), dan bahkan memuja roti dan anggur Ekaristi sebagai “tubuh dan darah Tuhan”, adalah suatu penghinaan yang tidak bertuhan.”
Said bin Ali Al Qahthani mengatakan bahwa, “dalam Injil Yohana disebutkan bahwa Al-Masih berkata dalam doanya, “Bahwa kehidupan kekal itu wajib disaksikan oleh semua manusia, bahwa Engkau Allah Yang Satu dan benar. Sesungguhnya Engkau telah mengutus Al Yasu’ sebagai Al Masih.” Yang lainnya dalam doanya, Al Masih juga mengatakan bahwa Allah tidak makan, tidak minum, tidak tidur, tidak dilahirlkan, tidak melahirkan, dan tidak seorang pun dapat melihat-Nya kecuali langsung dia mati.”
Allah juga menjelaskan bahwa Al-Masih tidak pernah memerintahkan manusia, kecuali apa yang Allah perintahkan, sebagaimana Allah Swt berfirman, “Dan (ingatlah ketika Allah berfirman, “Wahai isa putra Maryam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?” (Isa) menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.” Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (yaitu), “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu,” dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada ditengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau mewafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkaulah Yang Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.” (QS. Al-Maidah, 5: 116-117).
Dalam ayat lain Allah Swt. berfirman, “Dan mereka berkata, “(Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak. Sungguh, kamu telah membawa sesuatu yang sangat munkar, hampir saja langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, (karena ucapan itu)’. Karena mereka menganggap (Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak. Dan tidak mungkin bagi (Allah) Yang Maha Pengasiih mempunyai anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, melainkan akan datang kepada (Allah) Yang Maha Pengasih sebagai seorang hamba.” (QS. Maryam, 19: 88-93).
Juga dalam ayat yang lainnya Allah berfirman, “… dan orang-orang Nashrani berkata, “Al-Masih putra Allah.” Itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka. Mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka, bagaimana mereka sampai berpaling.” (QS. At-Taubah, 9:30).
Tauhid adalah Agama Para Nabi dan Pengikutnya
Aqidah trinitas ini belum pernah ada di kalangan umat-umat terdahulu, seperti yang tertulis dalam kitab Perjanjian Lama yang mengatakan bahwa Allah itu kekal, azali, hidup, tidak mati, kuasa untuk melakukan apa yang Ia kehendaki, tidak ada yang menyamai-Nya baik zat maupun sifat. Juga disebutkan bahwa menyembah kepada selain Allah adalah haram, dan keharamannya menduduki rengking teratas dibanding hal-hal lain. Masalah seperti banyak terdapat dalam Perjanjian Lama dan sudah diketahui orang banyak.
Prof. David Benjamin Keldani, “mengatakan bahwa Trinitas Kristen — karena mengakui pluralitas oknum dan Ketuhanan memberi sifat personal yang berbeda pada masing-masing oknum; dan menggunakan nama keluarga mirip dengan nama-nama dalam mitologi kaum pagan — tidak dapat diterima sebagai konsepsi Ketuhanan yang benar. Allah bukan bapak dari seorang anak, juga bukan anak dari seorang bapak. Dia tidak punya ibu, juga Dia bukan bikinan sendiri. Keyakinan terhadap “Tuhan Bapak dan Tuhan Anak dan Tuhan Roh Kudus” adalah penolakan yang menonjol terhadap keesaan Tuhan, dan pengakuan yang berani akan tiga zat yang tidak sempurna yang, secara bersatu atau terpisah, tidak bisa sebagai Tuhan yang sejati.”
Lebih lanjut Prof. David mengatakan bahwa, “Nabi-nabi sejati hanya mengajarkan Islam … bagaimana membedakan seorang nabi sejati dari nabi palsu: Yeremia telah memasok kita dengan jawaban yang cukup memuaskan, yaitu: “Nabi yang mengajarkan Islam.”
“Nabi Yeremia adalah satu-satunya nabi sebelum Kristus yang menggunakan kata Syalom dalam pengertian sebuah agama. Ia adalah satu-satunya nabi yang menggunakan kata ini dengan tujuan untuk menetapkan atau membuktikan kejujuran seorang utusan Tuhan … menurut wahyu Al-Qur’an, Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub, Musa, dan semua nabi adalah Muslim, dan mengakui Islam sebagai agama mereka. Istilah “Islam” dan padanannya, Syalom dan Syalaamaa, dikenal oleh Kaum Yahudi dan Nashrani Mekah dan Madinah ketika Muhammad muncul untuk menyempurnakan dan menguniversalkan agama Islam.”
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Katakanlah (Muhammad), “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.” (QS. Ali Imran, 3: 84).
Ketuhanan Filsafat Yunani
Dalam tahun 625-545 S.M (sebelum Masehi). Thales menerangkan, bahwa zat pencipta itu adalah air, dalam Kitab Suci-Nya, Allah berfirman, “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (mempunyai) keturunan dan musaaharah dan Tuhan pun adalah Mahakuasa.” (QS. Al-Furqan, 25: 54), tetapi Anxinmandros (710-547 SM), mengatakan bahwa zat pencipta itu adalah angin, Anaximenes (585-528 SM) mengatakan tanah, sedang Heraklitos (540-480 SM) mengaku bahwa zat pencipta itu adalah api. Heraklitos juga mengakui, bahwa zat pencipta itu berasal dari logos atau akal, yang kemudian menjadi anutan bagi setengah aliran filsafat Islam, misalnya aliran Muta’zilah.
Ahli filsafat Yunani kemudian berangsur-angsur mendekati paham ke-Tuhanan, meskipun belum sempurna. Kenophanes (580-470 SM.) misalnya, mengakui bahwa zat pencipta itu satu, tidak dua dan tiga, Parmenides (mgl.490 SM) menerangkan bahwa zat pencipta dengan zat yang diciptakan tidak mungkin sama; Melissos (544-441 SM) mengemukakan, bahwa zat pencipta itu mestilah kekal dan tunggal, sedang Zeno (th. 490 SM) meyakini bahwa zat pencipta itu tidak mempunyai ruang. Seorang ahli filsafat yang terkenal dari masa Yunani, Pythagoras (580-500 SM) mengemukakan filsafat lebih maju lagi, di antaranya, bahwa manusia itu berasal daripada zat pencipta. Wallahu a’lam bish-shawwab. (*/fs)
-Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
-Wakil Ketua I Majelis Pendidikan Pengurus Besar Al Washliyah
Komentar