POSKOTA.CO – Masa pandemi Covid-19 di wilayah Jakarta Pusat berdampak terhadap pembangunan bermasalah di delapan kecamatan semakin meningkat. Tak pelak, pembangunan-pembangunan tersebut seperti penyakit kronis stadium 4.
Pasalnya, meningkatnya pembangunan bermasalah di wilayah Jakarta Pusat dinilai publik karena petugas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (CKTRP) di tingkat kecamatan maupun tingkat suku dinas (sudin) dan dinas, ‘masuk angin’ sehingga tutup mata dan telinga.
“Coba lihat itu pembangunan rumah deret seperti klaster Jalan D Bendungan Jago, Utan Panjang hanya menggunakan satu Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Tapi di lapangan dibangun hingga 4 unit. Gimana sih petugas CKTRP ngawasin bangunan pada ‘masuk angin’, Itu bangunan jalan terus,” cetus Budi (48), warga Kecamatan Kemayoran, Sabtu (19/6/2021).
Hal senada juga dilontarkan, Rahmat (59) yang juga mengaku, miris terhadap kinerja CKTRP karena membiarkan pembangunan menjadi menjamur.
“Harusnya petugas CKTRP ngawasin bangunan sejak dari awal. Coba saja itu pembangunan gudang makin banyak tidak ada IMB pula. Sudah gitu para pekerja bangunan Jalan Utan Panjang III tidak memakai alat pelindung diri (APD) berupa masker,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Sektor CKTRP Kecamatan Kemayoran Reza saat dihubungi, mengaku, seluruh pembangunan yang melanggar sudah ditindak dengan Surat Peringatan (SP) maupun penyegelan. “Pembangunan melanggar seluruhnya sudah ditindak,” ujarnya.
Menanggapi pembangunan bermasalah di wilayah Jakarta Pusat, Ketua Lembaga Pemantau Penyimpangan Aparatur Daerah (LP2AD) Victor Irianto Napitupulu mengaku miris karena sudah seringkali mendapat laporan dari masyarakat terkait dengan soal tersebut maupun tentang kinerja CKTRP Jakarta Pusat yang dinilai tutup mata dan telinga.
“Sudah bukan rahasia lagi, pembangunan bermasalah di Jakarta Pusat dibiarkan tambah banyak. Kinerja CKTRP ini seperti penyakit stadium 4 sudah kronis,” ungkap Victor.
Seharusnya, sambung Victor, program 100 hari kerja Wali Kota Jakarta Pusat dapat menyentuh tentang pembangunan dimaksud supaya kinerja petugas CKTRP bekerja sesuai tupoksi bukan malah sebaliknya membiarkan pembangunan-pembangunan semakin menjadi-jadi.
“Bongkar-bongkarin saja pembangunan bermasalah itu, sehingga ada ‘shock therapy’ bagi pemilik maupun pemborong nakal,” tandasnya.
Selain itu, tambah Victor, lemahnya pengawasan terhadap pembangunan ini karena petugas CKTRP bekerja di rumah (WFH).
“Memang lain dulu lain sekarang, kalau gubernurnya Ahok itu petugas CKTRP yang kayak begitu diganti semuanya,” tegasnya.
Tokoh masyarakat Menteng, Andi menambahkan, pembangunan di wilayah Menteng, rata-rata ditemukan berbagai pelanggaran seperti tidak sesuai IMB. Meski demikian, tokoh ini menginginkan tindakan tegas dapat dilakukan petugas CKTRP terhadap pemilik ataupun pemborong yang membangun tidak sesuai IMB.
“Yang paling terpenting dalam membangun itu juga harus dilengkapi dengan sumur resapan, sebagai penyerapan air dalam mengatasi banjir,” paparnya. (van)
Komentar