oleh

SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM): WUJUD LEGITIMASI KOMPETENSI


Oleh: Brigjen Pol Dr Chryshnanda Dwilaksana MSi

SURAT Izin Mengemudi (SIM) merupakan hak istimewa yang diberikan kepada seseorang untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan raya. Hak istimewa tersebut diberikan karena orang yang bersangkutan:

  1. Telah lulus uji dan diakui telah memiliki kompetensi secara teori maupun praktek mengemudi kendaraan bermotor.
  2. Memiliki kesadaran, kepekaan, dan kepedulian akan keselamatan berlalu lintas untuk dirinya maupun orang lain.

Mengapa dikatakan hak istimewa? Karena lalu lintas merupakan urat nadi kehidupan. Pada saat berlalu lintas akan bertemu dengan pengguna jalan lainnya. Di dalam berlalu lintas juga berisiko menjadi korban atau pelaku yang merusak atau menghambat merusak bahkan mematikan produktivitas bagi dirinya maupun orang lain.
Dengan demikian SIM merupakan ikon kompetensi dari hasil uji admisnistrasi, kesehatan, teori maupun paktek.

Adakah kompetensi-kompetensi dan kondisi fisik ini dimiliki sepanjang hayat? Tentu saja tidak. Hal itulah maka untuk menjamin lalu lintas yang aman, selamat, tertib, dan lancar diperlukan suatu regulasi dan uji berkala sebagai bentuk kontrol.

SIM selain sebagai legitimasi kompetensi, juga untuk fungsi kontrol dan penegakan hukum. Berkendara di jalan raya memiliki tugas kewajiban dan tanggung jawab keselamatan inilah yang ditunjukkan sebagai bangsa beradab, bangsa yang cerdas, yang sadar, peduli, dan bertanggung jawab akan keselamatan bagi manusia sebagai aset utama bangsa dan terdukungnya proses produktivitas serta meningkatnya kualitas hidup masyarakat.

SIM juga sebagai sistem data yang dapat mendukung forensik kepolisian maupun pelayanan prima di bidang lalu lintas angkutan jalan. Dengan demikian perilaku-perilaku berlalu lintas ini perlu dicatat, karena lalu lintas selain urat nadi kehidupan juga menjadi refleksi budaya bangsa. Kebudayaan ini merupakan bagian penting bagi peradaban untuk membangun kehidupan bagi semakin manusiawinya manusia. Maka di dalam sistem pendukung SIM dikaitkan dengan program traffic attitude record dan de merit point system. Yang merupakan sistem-sistem edukasi dan pertanggungjawaban atas pemberian hak istimewa mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya dalam rentang waktu tertentu:

  1. Tanpa uji ulang sebagai bentuk apresiasi kepada yangg bersangkutan karena selama masa berlakunya SIM tidak terlibat kecelakaan lalu lintas dan tidak tercatat dalam sistem traffic attitude record atau kalaupun pernah melanggar poinnya tidak lebih dari 12 poin.
  2. Uji ulang karena yang bersangkutan pernah terlibat kecelakaan lalu lintas. Atau melakukan pelanggaran berlalu lintas yang poinnya lebhi dari 12.
  3. Cabut sementara karena yang bersangkutan terbukti berkendara ugal-ugalan yang membahayakan keselamatan berlalu lintas seperti kebut-kebutan, balapan liar, mabuk, mengonsumsi narkoba saat berkendara dan sebagainya.
  4. Cabut seumur hidup karena terlibat tabrak lari. Karena tabrak lari merupakan kejahatan kemanusiaan yang secara moral sangat tidak layak untuk diberi hak istimewa.

Sejalan dengan pemikiran tersebut di atas, maka SIM merupakan dasar bagi pembangunan urat nadi kehidupan untuk terwujudnya lalu lintas yang aman, selamat, tertib, dan lancar. Juga merupakan upaya meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan. Sebagai upaya membangun budaya tertib berlalu lintas, serta untuk mendukung sistem-sistem pelayanan di bidang lalu lintas angkutan jalan yang berkualitas prima.

Tatkala SIM tidak lagi dilihat sebagai bagian dari kemanusiaan untuk semakin manusiawinya manusia, dan upaya pembangunan peradaban bangsa maka sama saja menyiapkan orang untuk menjadi perusak produktivitas bahkan bisa menjadi pembunuh atau korban terbunuh di jalan raya. (Penulis adalah Dirkamsel Korlantas Polri)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *