
POSKOTA.CO – Meski tak menunjuk hidung Jokowi, Prabowo Subianto menyebut saat ini banyak pemimpin yang suka berbohong dan tidak menepati janji. Bahkan dalam orasinya, Prabowo di depan kadernya menyuarakan, “apakah kalian mau dipimpin boneka…..,” dijawab serentak Tidaaaaakkkkk….1
Jokowi yang ditanya wartawan soal sindirian Prabowo menjawab dengan santai. “Ben wae ora popo, masyarakat sudah cukup cerdas dan mampu menilai mana salah dan mana yang benar,” kilahnya datar.
Pada intinya Jokowi anggak masalah diserang dari lawan-lawan politiknya. “Diserang silakan, diejek silakan, mau dukung saya ya monggo,
nggak dukung silakan. Enak toh,” ujar Jokowi di Balaikota DKI Jakarta, Senin, (24/3/2014).
“Maaf, yang begitu bukan budaya kita, saya nggak mau masuk wilayah seperti itu. Ngapain saya harus tanggapi, saya gak mau tanggapin,” kata Jokowi.
HILANGKAN SIMPATI PRABOWO
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi menilai Indonesia ke depan membutuhkan pemimpin yang tidak emosional.
Karena itu, sikap emosional sebagaimana ditunjukkan oleh calon presiden (capres) Partai Gerindra Prabowo Subianto saat kampanye terbuka dan diduga sebagai sindiran ke capres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) Joko Widodo (Jokowi) dengan istilah `Pemimpin Boneka` justru tidak akan mendapatkan simpati publik.
“Kestabilan emosi pemimpin bisa terlihat dari caranya dia berkomunikasi. Dengan Indonesia yang majemuk, butuh kesabaran pemimpin dalam mengemong rakyatnya. Apa jadinya kita punya presiden pemarah?,”sergah Ari Junaedi, Senin (24/3).
PERAN MEDIA MASSA
Pengamat media dan Direktur Eksekutif Media Literacy Circle UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra menanggapi pencalonan Jokowi sebagai Presiden oleh PDIP. Menurut Iswandi, penetapan Jokowi sebagai calon presiden dari PDI Perjuangan tidak lepas dari peran media massa selama ini.
“Media memiliki andil besar menjadikan Jokowi sebagai calon Presiden. Melalui berbagai berita, media telah menjadikan Jokowi sebagai sosok yang populer,” paparnya pada media di Jakarta.
Lebih lanjut Iswandi menjelaskan, “Media tidak boleh larut dalam suasana euforia Jokowi. Semakin populer Jokowi seharusnya media semakin bersikap kritis. Sikap kritis media ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas media dalam sebuah sistem demokrasi,” tegasnya.
Komentar