POSKOTA.CO– Hari tanpa tembakau sedunia diperingati setiap 31 Mei. Tahun ini tema kegiatan global yang diambil “We Need Food, Not Tobacco” atau “Kami Butuh Makanan, Bukan Tembakau”.
Di Indonesia sendiri sebanyak 449 dari total 514 wilayah kabupaten/kota dilaporkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah memiliki peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
“Jumlah ini kami perbarui per Mei 2023,” kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu dalam konferensi pers Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023 di Jakarta, Senin (29/05/2023).
Menurut Maxi, dari total daerah yang telah memiliki aturan KTR, sebanyak 341 kabupaten/kota atau setara 66 persen dalam bentuk peraturan daerah (perda) KTR dan 259 kabupaten/kota dalam bentuk peraturan bupati atau peraturan wali kota (perwal).
“Sampai saat ini masih ada 65 kabupaten/kota di Indonesia yang belum miliki peraturan tentang KTR,” katanya.
Kemenkes bersama lintas sektor dan lembaga terkait, termasuk organisasi masyarakat, kata Maxi, berkewajiban menetapkan ketentuan KTR yang mencakup kawasan fasilitas layanan kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum lainnya yang ditetapkan.
Penerapan KTR diharapkan Maxi dapat melindungi masyarakat dari paparan asap rokok para penggunanya serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pengesahan aturan KTR sendiri di daerah masih kurang kuat jika tidak diiringi dengan kebijakan implementasi serta sanksi yang mengingat bagi setiap pelanggar.
“Perda atau perwal Ini menurut kami masih kurang kuat, karena baru sampai pembentukan aturan, belum sampai pada implementasi,” katanya.
Kemenkes Godok Ketentuan Sanksi Pelanggar KTR
Kemenkes sedang menggodok ketentuan sanksi bagi pelanggar KTR sambil menunggu ketentuan KTR mencapai 100 persen di daerah.
“Kalau 100 persen KTR sudah ada, sambil menunggu, kami akan mulai bagaimana implementasi KTR tersebut agar berjalan sekaligus dan harus sudah ada penerapan sanksi,” katanya.
Tujuan dari peringatan kegiatan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan makanan bergizi daripada konsumsi rokok dan sekaligus sebagai momentum petani tembakau beralih ke budi daya tanaman lainnya yang punya nilai gizi dan daya jual tinggi.
“Dengan mengurangi konsumsi produk tembakau dan memprioritaskan konsumsi makanan bergizi, itu jadi terobosan tingkatan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat serta melindungi perekonomian petani,” katanya.
Sementara itu Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Dirjen Kesmas) Kementerian Kesehatan RI Maria Endang Rusmiwi mengemukakan balita yang terpapar asap rokok memiliki peluang 5,5 persen mengalami tengkes atau stunting.
“Penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia pada 2018, menemukan balita yang tinggal dengan orang tua perokok tumbuh 1,5 kilogram lebih kurang dari anak-anak yang tumbuh tanpa orang tua perokok,” kata Maria Endang Sumiwi dalam Konferensi Pers Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023 di Gedung Kemenkes RI Jakarta, Senin. Ia mengatakan saat ini di Indonesia terdapat 70,2 juta orang dewasa yang merokok. Sebanyak 65,5 persen di antaranya dilakukan kaum pria.
“Itu artinya, ada sepertiga balita di Indonesia berpotensi terpapar rokok, lalu berat badan menjadi kurang dibandingkan mereka yang tidak terpapar rokok sehari-hari di keluarganya,” katanya. Baca juga: Menkes: Merokok hilangkan kesempatan beri protein hewani pada anak Dirjen Endang mengajak kaum pria, khususnya bapak-bapak untuk berkontribusi pada program penurunan angka stunting dengan cara mengalihkan belanja rokok kepada kebutuhan protein untuk pertumbuhan anak.
Belanja Rokok di Rumah Tangga
Menurut Endang, pengeluaran belanja rokok di rumah tangga berada pada peringkat kedua terbesar atau setara tiga kali lipat lebih tinggi dari biaya kebutuhan protein anak. Berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS), uang di rumah tangga yang dipakai untuk belanja rokok berkisar rata-rata Rp382 ribu per bulan. Ia menyarankan agar struktur keuangan rumah tangga dilakukan evaluasi berdasarkan skala prioritas agar belanja rokok dialihkan untuk membeli protein hewani yang diperlukan anak untuk tumbuh kembang optimal anak.
“Ini fokus kami, karena angka stunting di Indonesia masih relatif tinggi menurut kategori WHO maksimal 20 persen populasi. Indonesia masih 21 persen, kalau 30 persen balita berpotensi terpapar rokok di rumah tangga, ini jadi salah satu hambatan dalam menurunkan stunting,” katanya.
Dikatakan Endang upaya tersebut juga sejalan dengan tema peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023 yang mengusung “Kami Butuh Makanan, Bukan Rokok”.
Peringatan Hari Tanpa Tembakau sekaligus menjadi peluang bagi kaum bapak dalam berperan menurunkan angka stunting nasional, kata Endang menambahkan.
“Saat ini ada 65,5 persen pria merokok bisa berkontribusi untuk cegah stunting, gunakan uangnya untuk beli telur, daging ayam, dan lainnya,” katanya. (*/fs)
Komentar