Oleh : H. Nurshobah Abdul Fattah, S.Ag., M.Si
ALHAMDULILLAH dengan segala karunia-Nya akhirnya kita dapat merayakan Idul Fitri setelah satu bulan berpuasa. Firman Allah”…hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.
(QS Al-Baqarah:185). Ayat ini menerangkan agar menyempurnakan ibadah puasa selama satu bulan dan mengangungkan Allah swt karena keberhasilan menjalankan ibadah puasa pada dasarnya karena atas hidayah dari Allah swt bagi orang-orang yang beriman yang selalu siap dan mau menjalankan perintah Allah kapan dan di mana pun. Dengan menyempurnakan puasa dan mengagungkan Allah swt mendorong kita menjadi pribadi-pribadi yang bersyukur.
Kita bersyukur dapat menemui Ramadhan dan memanfaatkan kehadirannya dengan sebaik-baiknya. Kita berpuasa, belajar menahan hawa nafsu, membiasakan selalu mengingat Allah swt dengan ibadah taraweh, qiyamullail dan juga tadarus Al-Quran, serta juga menahan diri dari ucapan-ucapan kotor dan tindakan-tindakan bodoh selama Ramadhan hal itu semua semata-mata karena karunia Allah swt. Allah lah yang telah memampukan kita. Jangan kita jumawa dan sombong karena dapat melakukan itu semua sehingga merasa yakin mendapat pahala besar, merasa berhak memperoleh lailatul qadar dan merasa pantas jadi penghuni surga dan terhindar dari api neraka.
Jika demikian adanya sama saja kita belum mampu menundukkan hawa nafsu sendiri, yaitu merasa bangga, ta’jub dengan kemampuan diri. Padahal yang telah memampukan adalah Allah swt. Karena itulah kedatangan Idul fitri kita sambut dengan kalimat takbir, membesarkan dan mengagungkan Allah swt, dengan kalimat tahlil, tidak ada tuhan selain Allah dan kalimat tahmid, yaitu segala puji hanya milik dan untuk Allah semata. Dengan kalimat takbir, tahlil dan tahmid inilah terbentuk jiwa yang rendah hati dan penuh syukur kepada Allah swt atas karunia-Nya. Dengan bersyukur tentunya diharapkan kita dapat menjaga semangat untuk beribadah dan beramal saleh dalam menjalani kehidupan selepas Ramadhan, menjaga kesucian lahir-batin sebagai buah dari ampunan-Nya, dan menjadi pribadi yang lebih islami, religious, lebih hati-hati dalam mengambil tindakan dan keputusan yang sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. “…jika kalian bersyukur niscaya Aku tambahkan untuk kamu. Jika kalian mengingkari, maka sesungguhnya azab-Ku amat pedih. (QS Ibrahim: 7).
Halal bi Halal
Salah satu bentuk rasa syukur telah berhasil menjalankan ibadah puasa Ramadhan adalah diselenggarakannya kegiatan Halal bihalal oleh umat Islam sebagai ekspresi kegembiraan dengan datangnya idul fitri yang berarti kembali dapat berbuka setelah satu bulan lamanya harus menahan untuk tidak makan dan minum. Selain itu yang tak kalah penting adalah bahwa secara rohani dapat kembali kepada fitrah kesucian, bersih dari segala noda dan dosa karena telah di’bakar’ selama menjalankan ibadah puasa dan ibadah lainnya selama bulan Ramadhan.
Halal Bi Halal adalah tradisi khas umat Islam Indonesia yang tidak akan ditemui di negara manapun di dunia. Bentuknya adalah berupa pertemuan antar keluarga, antar sesama profesi, sesama teman, organisasi dan sebagainya untuk saling menyempurnakan ibadah Ramadhannya dengan saling maaf memaafkan atas segala khilaf dan salah. Karena bagaimana pun jika terdapat kesalahan dengan sesama manusia tidak akan diampuni oleh Allah swt dan terhapus kecuali dengan penuh keikhlasan memberi maaf dan memohon maaf.
Menurut media NU online, tradisi Halal bi Halal diperkenalkan pertama kali oleh KH Wahab Hasbullah pada tahun 1948. Saat ini beliau mengusulkan ke Presiden Soekarno untuk mengadakan acara Halal Bi Halal mempertemukan segenap komponen bangsa selepas Idul Fitri untuk merajut kembali persaudaraan sebangsa setanah air meskipun memiliki pemikiran yang berbeda-beda namun tetap satu hanya untuk Indonesia. Alhamdulillah mulai saat itu sampai hari ini dan mungkin juga di masa yang akan datang tradisi halal bihalal ini tidak akan pernah hilang dan punah.
Halal bi Halal berasal dari bahasa Arab, yaitu berasal dari kata halla yang dalam bahasa arab memiliki tiga makna: yaitu halla al-habl berarti benang yang kusut terurai kembali, halla al-maa’ berarti air keruh yang diendapkan, dan halla as-syai’ yang berarti menghalalkan sesuatu.
Dengan demikian halal bi halal adalah mencairkan kembali hubungan yang selama ini ‘kaku’ karena disebabkan berbagai hal. Mengurai kembali segala kekhilafan dan kesalahfahaman yang pernah terjadi dan menjernihkan kembali jiwa untuk menerima dan memaafkan segala khilaf dan salah yang telah diperbuat karena berangkat dari kesadaran bahwa manusia itu memang tempatnya khilaf dan salah.
Dalam surat Annur ayat 22 Allah swt berfirman: ”…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dalam ayat ini Allah swt mengajarkan kepada hamba-Nya untuk selalu berlapang dada dan memaafkan mereka yang telah berbuat salah jika kita ingin dosa-dosa kita diampuni oleh Allah swt. Siapakah di dunia ini manusia yang tidak memiliki kesalahan? Kecuali hanya Nabi Muhammad saw.
Menjalin Persaudaraan Hidup Pasca Idul Fitri
Hala Bi Halal adalah moment yang tepat untuk merajut kembali jalinan persaudaraan yang kokoh. Dalam sebuah hadits dari Sahabat Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Maukah kamu aku tunjukkan orang yang diharamkan neraka baginya? Para sahabat menjawab: tentu saja wahai Rasulallah! Nabi Muhammad saw menjawab: “(Haram tersentuh api neraka orang yang) Hayyin, Layyin, Qarib, Sahl“.
Hayyin adalah mereka yang memiliki sifat tenang lahir dan batin. Tidak mudah tersulut emosi, tidak mudah marah, dan pemaaf. Hayyin juga bearti tenang dalam segala hal.
Senantiasa penuh pertimbangan sebelum memutuskan, apalagi melakukan. Selalu bertanya dalam hati nuraninya apakah Allah ridha apa tidak. Karena itu tidak gampang mencaci, melaknat dan tidak gampang ngamuk, dia senantiasa bisa menahan diri dengan memperbanyak istighfar.
Layyin itu adalah orang yang lembut dan penuh kasih sayang, baik dalam bertutur-kata atau pada perbuatannya, tidak pernah berbuat kasar tanpa alasan yang jelas. Lemah lembut dan selalu menginginkan kebaikan untuk sesamanya. Layyin adalah orang yang selalu berusaha menjaga perasaan orang lain, tidak ingin mempermalukannya dihadapan umum.
Qaribin itu adalah orang yang mudah untuk diajak berteman, ia suka menyambung silaturahmi, mudah akrab dengan seseorang, ramah diajak bicara, menyenangkan bagi orang yang mengajak bicara. Biasanya murah senyum, jika bertemu dengan saudaranya muslim wajahnya berseri-seri dan enak dipandang, suka menebarkan salam baik kepada orang yang ia kenal atau pada orang yang belum ia kenal. Qaribin adalah orang yang banyak temannya karena kehadirannya selalu dinanti.
Sahlin adalah orang yang suka mempermudah urusan orang lain, tidak suka mempersulit sesuatu. menawarkan solusi bagi setiap permasalahan. Tidak suka berbelit-belit, tidak menyusahkan dan membuat orang lain susah, lari dan menghindar. Sahlin adalah orang yang suka membantu urusan orang lain, meringankan beban orang lain. Dia akan senang dan bahagia jika bisa memudahkan urusan orang lain dan meringankan beban orang lain.
Alangkah indahnya jika empat sifat ini dimiliki oleh umat Islam. Maka sepatutnya para alumni puasa Ramadhan dapat dapat mempraktekan sifat-sifat indah yang diajarkan oleh Nabi Mulia Muhammad saw. ini sehingga sinar Idul Fitri benar-benar mewujudnyata dalam +kehidupan sehari-hari, dan buka tidak mungkin ‘wajah’ Indonesia yang dikenal dengan ramah tamahnya sebenarnya disebabkan karena banyaknya alumni-alumni Ramadhan yang telah berhasil menjalani ‘diklat’ dan menjadi tauladan akhlak dan prilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Semoga. (ta)
*Rois Syuriyyah PRNU Sukabumi Utara Kebon Jeruk Jakarta Barat.
Komentar