oleh

Beriman kepada Hari Akhir Membawa Kebahagiaan dalam Hidup

DENGAN kesibukan kehidupan di kota seperti Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia, yang memiliki mobilitas tinggi untuk bias bertahan hidup (survive), berlomba mengejar kekuasaan, kekayaan, kejayaan, banyak sekali prilaku manusia yang seolah-olah mereka merasa bahwa hidup ini hanya di dunia saja. Seperti yang difirmankan Allah SWT : ”Dan mereka berkata:”Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.(Al-Jatsiyah: 24).

Karena merasa bahwa kehidupan hanyalah di dunia menyebabkan prilaku manusia mengagungkan kebebasan untuk berbuat apa saja dengan alasan hak asasi manusia. Kehidupan yang seperti ini dalam Alquran adalah kehidupan orang kafir. Sebagaimana disebutkan dalam Surat Ali Imron ayat 196 dan 197, yang berbunyi:”Jangan sekali-kali kamu terperdaya oleh bolak-balik perjalanan orang-orang kafir di seluruh negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat kembali mereka ialah neraka jahannan seburuk-buruknya tempat tinggal.”

Gambaran kehidupan orang-orang kafir yang dijelaskan oleh Allah SWT di atas juga telah menjadi kenyataan sehari-hari di masyarakat kita di Jakarta. Mereka lebih mengedepankan kemakmuran, serba kecukupan dengan banyaknya harta benda dan kekuasaan di dunia tanpa memikirkan apalagi mempersiapkan kehidupan di akhirat nanti. Akibatnya adalah segala cara dilakukan demi untuk kemakmuran di dunia tanpa memandang halal-haram, norma-norma agama dan norma sosial, mementingkan kepentingan diri sendiri dan cenderung mengabaikan kepentingan orang lain.

Kenapa terjadi demikian? Karena memang pengamalan ajaran agama masih sebatas ritual yang tidak bermakna apa-apa kecuali kepuasan sudah menjalankan perintah Tuhan dan tidak ada keterkaitan sama sekali dengan urusan muamalah kepada sesama manusia. Bahkan lebih khusus lagi karena masih banyak yang belum merenungi keimanan kepada adanya Hari Akhir secara baik dan benar yang membuat hidupnya makin beradab, berakhlak dan terarah sesuai dengan tuntunan Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW.

Beriman dengan adanya hari akhirat merupakan salah satu Rukun Iman yang kelima yang wajib diamalkan oleh kaum muslimin disamping beriman kepada Allah, para malaikatnya, beriman kepada Kitab Suci, pada para Rasulnya dan Takdir baik dan buruknya. Beriman kepada hari akhir bukan hanya sekadar percaya bahwa akan datang suatu saat di mana dunia ini akan hancur dan akan ada kehidupan di akhirat nanti. Lebih jauh dari itu harus diiringi dengan perenungan yang mendalam. dipenuhi dg kesadaran dan keyakinan dan perenungan terus menerus dalam kehidupan kita sehingga perenungan tersebut membawa manfaat bagi kita dalam menyikapi kehidupan sehari-hari.

Alquran mengajarkan bagaimana merenungi kehidupan di akhirat sebagai implementasi beriman kepada adanya hari akhir. Antara lain:

Pertama, dengan merenungi pertanyaan dari mana asal kita dan akan kemana kita? Pertanyaan tersebut dijawab oleh Alquran dengan pernyataan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya (Albaqarah: 156). Kita berasal dari Allah, diciptakan dari tiada sampai kita bisa hidup di dunia ini dan sudah pasti kita akan dikembalikan kepada-Nya.

Kedua, dengan merenungi bahwa hari akhir itu akan datang secara tiba-tiba, berdasarkan firman Allah SWT:”Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: bilakah terjadinya? Katakan sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku. Tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain dia. Kiamat itu amat berat yang dilangit dan di bumi. Kiamat tidak akan datang kepadamu melainkan tiba-tiba…”

Ketiga, bahwa semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.(QS Al Rahman: 26-27). Hal ini dibuktikan dalam sejarah bagaimana orang-orang yang berkuasa dan sombong dan yang hanya mementingkan hidup di dunia dan menyepelekan adanya hari akhir akhirnya binasa dan tidak dapat mempertahankan kehidupannya di dunia. Seperti halnya Firaun yang disaat menjelang ajalnya baru mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya dan saat itu Firaun telah diperlihatkan bagaimana betapa dahsyatnya kehidupan di akhirat, terutama bagi orang-orang sepertinya.

Dari perenungan-perenungan tersebut kiranya membawa manfaat untuk bekal menjalankan kehidupan kita di dunia. Orang yang percaya dan yakin dengan adanya hari akhir dan kehidupan di akhirat hidupnya menjadi tenang, tawakkal dan terarah. Mereka tidak akan resah jika serba kekurangan dan tidak serakah ketika berlimpah kekayaan karena kewajiban kita adalah ikhtiar semampunya. Adapun hasilnya adalah menjadi hak prerogatifnya Allah SWT. Apapun hasilnya, sesuai harapan atau belum/tidak itulah yang terbaik yang Allah swt berikan. “…Semua yang di sisi Allah lah yang terbaik. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Ali Imran: 26)

Orang yang percaya dengan adanya hari akhir tidak akan mudah tergelincir pada kesesatan, kejahatan, kemaksiyatan dan semua hal yang dilarang Allah swt. Jika pun sempat tergelincir segera mohon ampun dan lekas bertaubat kepada-Nya. Dosa dan kesalahan mereka yang beriman kepada hari akhir tidak pernah bertahan lama karena langsung bertaubat dan mohon ampun. Semua itu karena berfikir jauh ke depan bahwa apa yang dilakukan akan ada balasannya di akhirat nanti.

Orang yang beriman kepada adanya hari akhir pun akan terus berupaya meningkatkan keimanan dan ketakwaan dengan memperbanyak ibadah sebagai wujud kehambaan kepada Yang Maha Kuasa, memperbanyak amal saleh. Seluruh kehidupannya sudah di’wakaf’kan hanya untuk kebaikan untuk mencari ridho Allah. Bagi mereka seluruh kekayaan yang dimiliki, kecuali untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia juga diperuntukkan bagi kemaslahatan bersama.

Semoga kita betul-betul dapat mengimplementasikan Keimanan kita kepada hari akhir yang akan membawa kebahagiaan, kesejahteraan dan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Amin Ya Robbal Alamin.(ta)

Oleh : Nurshobah Abdul Fattah, Rois Syuriyyah Ranting NU Sukabumi Utara, Jakarta Barat

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *