POSKOTA.CO – Terdakwa dugaan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) Tahan Banurea merasa menjadi korban rekayasa kasus yang dibangun oleh oknum Jaksa penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum, dimana tuntutan 8 tahun penjara bertolak belakang dengan fakta persidangan.
Dalam nota pembelaannya, dihadapan majelis hakim, Tahan Banurea mengatakan apa yang didakwakan maupun dituntut Jaksa Penuntut Umum tidak pernah dia lakukan sama sekali. Hal itu bisa di dilihat dari fakta persidangan lebih dari 68 saksi dihadirkan. tidak ada satu bukti dirinya yang memproses surat penjelasan (sujel) enam perusahaan dan menerima uang imbalan dari dua terdakwa lainnya Taufik dan Budi Hartono.
“Perbuatan apa yang saya lakukan tidak bisa dibuktikan selama persidangan berlangsung,” kata Tahan. “Penuntut umum sedang bermain dengan imajinasinya sendiri demi mengejar prestasi, namun dibalik prestasi tersebut kemerdekaan saya telah dirampas, anak istri dan ibu saya harus menderita.”
Tahan merasakan rekayasa kasus semakin terlihat sebab Jaksa Penuntut Umum justru tidak pernah mau menghadirkan saksi Very Angrijono direktur impor yang kini menjabat Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri yang mempunyai kewenangan penuh menerbitkan Sujel bermasalah tersebut.
Dalam penerbitan Sujel tahun 2017 kewenangan Subdit aneka industru dan bahan baku. Sedangkan dirinya pada tahun itu sebagai Kasubag Tata Usaha Direktorat Jenderal perdagangan Luar Negeri dan berfungsi masalah urusan kepegawaian, persuratan, kearsipan, pendokumentasian APBN dan rumah tangga.
“Saya menyayangkan Jaksa Penuntut Umum tidak mampu menghadirkan Pak Veri Anggrijono yang terlibat dalam penerbitan Sujel, tapi justru saya yang dijadikan tersangka dan duduk menjadi terdakwa di kursi pesakitan ini,” tutur Tahan dalam Pledoi yang dibacanya sendiri.
Tahan mengungkap dalam Sujel yang diajukan oleh saksi Reno Adithya ada f rase seperti jenis barang yang diimpor, jumlah alokasi kuota yang diimpor, adanya batasan waktu penggunaan surat penjelasan.
Namun atas kebijakan direktur impor, dan melibatkan, kepala seksi barang aneka industri Dwi Wahyono Kasubdit bareng aneka industri dan bahan baku industri Muhammad Andriansah justru telah menghilangkan frasa yang diimpor sendiri oleh Instansi pemerintah, frase jenis barang yang diimpor alokasi kuota yang
diimpor dan batasan waktu penggunaan surat.
“Tindakan pejabat yang berweangna inilah yang merupakan perbuatan melawan hukum karena tidak diaturnya batasan waktu penggunaan surat tersebut, menghilangkan frasa diimpor sendiri oleh pemerintah dan menghilangkan jenis barang, menghilangkan alokasi yang dapat diimpor yang dilakukan oleh pejabat
berwenang tersebut,” ujar Tahan.
Namun faktanya, kata Tahan, pejabat yang berwenang tersebut tidak dijadikan tersangka oleh jaksa penyidik. Bahkan direktur impor Very Anggrijono tidak pernah berhasil dihadirkan oleh jaksa penuntut umum di muka persidangan,.
“Sungguh sebuah rekayasa kasus yang dibangun oleh oknum jaksa penyidik. Mengapa dalam perkara ini justru saya yang tidak terlibat dan tidak memiliki kewenangan penerbitan Sujel dijadikan tersangka dan duduk jadi terdakwa,” tanya Tahan.
CABUT BAP
Tahan makin meyakini bahwa Jaksa Penuntut Umum menggunakan segala cara manipulatif untuk terus menggiring dan membuktikan dirinya bersalah. Salah satu bukti ketika membaca surat tuntutan jaksa penuntut umum pada halaman 2267 sampai 2268 tertulis bahwa di depan persidangan terdakwa Tahan
merubah keterangannya dalam dalam BAP tahap penyidikan tersebut tanpa alasan yang sah dan logis yang kedua bahwa di depan persidangan terdakwa dan benar yang menjawab benar telah memberikan keterangan di hadapan penyidik kejaksaan Agung yang tertuang dalam BAP di tahap penyidikan baik sebagai saksi untuk terdakwa lain dalam berkas perkara terpisah yang dilakukan secara bebas tanpa tekanan dan paksaan,
“Dari mana jaksa mendapatkan inspirasi dan imajinasi saya disangkakan telah melakukan perbuatan korupsi dalam BAP saat proses penyidikan, kemudian mencabut keterangannya tersebut dalam persidangan. Saya meminta jaksa penuntut umum untuk membuktikan di BAP pada tanggal berapa halaman berapa serta fakta persidangan tanggal berapa saya pernah mencabut keterangan tersebut,” ujar Tahan lantang.
Terdakwa Tahan kembali mengingatkan kepada Jaksa Penuntut Umum, bahwa selama pemeriksaan dipenyidikan tidak pernah dirinya menyatakan apa yang tertulis di dalam tuntutannya. Demikian pula dirinya tidak pernah mencabut keterangan dalam persidangan.
“Saya selalu konsisten dengan keterangan saya majelis hakim yang mulia, penuntut umum dan penasehat hukum serta para hadirin yang saya hormati,” ujar Tahan.
Dalam Pledoi setebal 20 halaman, Tahan mempertanyakan dua alat bukti apa yang digunakan jaksa penyidik untuk menetapkannya sebagai tersangka. Isu dirinya menerima uang dari terdakwa Taufik sebesar Rp200 juta sudah dibantah oleh terdakwa Taufik sendiri dalam pesidangan.
“Selama persidangan kita semua mendengar dan melihat fakta persidangan bahwa terjadi sebuah rekayasa besar oleh penyidik jaksa, sejumlah saksi yang hadir maupun terdakwa Taufik telah mencabut keterangan dalam BAP karena saat diperiksa penyidik jaksa sudah membuat draf hasil pemeriksaan tinggal saksi
tandatangani, ,” kata Tahan.
Terdakwa Taufik dalam kesaksian di persidangan juta talah mencabut keterangan di BAP karena apa yang tertuang dalam BAP hasil rekayasa Jaksa dan dalam keadaan tertekan.
Tahan menjelaskan proses perkenalan pertama dengan terdakwa Taufik justru pada saat pelimpahan berkas di kejaksaan Negeri Jakarta pusat, dan baru menghampirinya pasca pembacaan dakwaan.
“Saat itu saya bertanya apakah anda mengenal saya spontan Taufik menjawab tidak kemudian saya bertanya lagi tahu nama saya dia menjawab tidak. Karena tidak mengenal saya mengapa menyatakan memberikan uang Rp.50 juta kepada saya menjawab dengan meminta maaf kepada saya lalu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi,” cerita Tahan.
Lalu Taufik menceritakan pada saat penyidik kejaksaan melakukan penggeledahan di kantor mereka dan bersamaan dilakukan BAP terhadap Taufik. Pada saat pemeriksaan itu dia (Taufik) mengaku di intimidasi oleh oknum jaksa penyidik yang bernama Caisar, Iwayan dan Pola Martua Siregar.
Awalnya Taufik mengatakan tidak memberikan uang kepada siapapun dalam mengurus surat penjelasan, namun penyidik jaksa terus menerus menanyakan dan meminta agar Taufik menyebut nama Tahan Banurea dijawab tidak kenal dan tidak pernah memberikan uang kepadanya.
Hal ini membuat oknum penyidik jaksa marah dan membentak Taufik dan berlangsung terus sampai terdakwa Taufik kelelahan sampai akhirnya oknum penyidik tetap meminta agar Taufik menyebut nama Tahan Banurea serta mengakui memberikan uang kepada Tahan sebesar Rp50 juta, akhirnya terdakwa
mengikuti permintaan Jaksa.
DIJANJIKAN BEBAS
Tahan mengungkapkan keadaan yang dia ketahui, ketika diperiksa oleh penyidik Kejaksaan, salah satu penyidik siregar mengatakan agar saya mengikuti rangkaian pemeriksaan, dan menjanjikan bahwa dirinya akan bebas dan supaya memohon kepada Very Angrijono.
Saat itu penyidik mengatakan agar saya supaya bersikap kooperatif. “Tenang aja kau akan bebas yang penting pengacaranya bagus. Memohon saja ke Pak Verry Angrijono” ucap penyidik yang ditirukan Tahan saat pembacaan pembalaan.
“Bagaimana mungkin sesuatu yang tidak pernah saya ketahui dan tidak pernah saya lakukan harus saya akui. Inilah keadaan yang saya alami saat itu saya sangat berharap kondisi ini akan segera berakhir karena saya dan keluarga sungguh sangat menderita dan saya mengikuti rangkaian pemeriksaan agar cepat selesai.”
Masalah uang yang ada dalam rekening Bank Mandiri dan BRI yang diblokir dan dijadikan barang bukti oleh penyidik jaksa, Tahan mengatakan merupakan uang hasil dari penjualan alat berat milik orangtuanya dan gaji serta perjalanan dinas yang dikumpulkannay selama ini. Bahkan saksi dari pihak bank sudah menerangkan uang yang masuk ke rekening Tahan bukan besumber dari Taufik maupun Budi Hartono.
Bahkan kata Tahan, hasil pemeriksaan dan keterangan ahli forensik digital tidak ditemukan adanya satu bukti pun komunikasi dirinya (Tahan) dengan terdakwa Taufik maupun Budi Hartono.
Oleh karenya diakhir pledoinya, Tahan menyayangkan tindakan aparat penegak hukum yang seharusnya menggunakan seluruh kewenangan nya untuk melindungi segenap warga negara namun menyalahgunakan kewenangan yang diberikan negara kepada nya untuk merampas kemerdekaan seseorang dan berdampak terhadap saya istri dan dua orang anak berusia 6 tahun dan 2 tahun. (d)
Komentar