POSKOTA.CO-Ketua Bidang Sustainibility Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Bambang Dwi Laksono mengungkapkan, penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) termasuk yang di area perkebunan hingga saat ini tetap sulit diatasi. Hal ini disebabkan masih adanya sejumlah kendala yang ditemui di lapangan.
“Kebakaran hutan termasuk lahan perkebunan hingga saat ini masih sering ditemui. Untuk mengatasinya setidaknya ada empat persoalan yang dihadapai,” ujarnya dalam Diskusi Virtual Forum Wartawan Pertanian, Selasa (25/8).
Menurut Bambang, kendala pertama adalah akibat lahan perkebunan pada umumnya berada di remote area dengan sistem komunikasi dan transportasi yang terbatas. Hal itu menyebabkan deteksi kejadian dan penanganannya kerap mengalami keterlambatan.
Kendala kedua soal adanya peraturan yang membolehkan pembakaran lahan untuk membuka lahan baru dengan alasan kearifan lokal. Menurut dia, tanpa ada monitoring yang efektif, potensi pemicu kebakaran akan sangat besar.
Sedangkan kendala ketiga yakni soal kompleksitas budaya setempat. Dimana hal ini harus disikapi dengan program edukasi dan komunikasi yang tepat sesuai kultur masyarakat yang menjadi objek pencegahan.
Dan yang keempat pandemi Covid-19 turut menjadi tantangan saat ini, Sebab, ada keterbatasan interaksi sehingga berpotensi menyebabkan rendahnya pelaksanaan program kerja sama dengan masyarakat lokal dalam penanganan karhutla.
Kendati demikian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyatakan untuk tahun ini terjadi penurunan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Terjadinya penurunan kebakaran ini tak lepas dengan cuaca yang terjadi saat ini tidak sepanas tahun sebelumnya.
“Total area karhutla hingga Juli 2020 mencapai 64.602 hektare (ha). Jumlah ini turun 52,41 persen dibanding periode sama tahun 2019 yang mencapai 135.747 ha,” kata Kepala Sub Direktorat Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan, KLH, Anis Susanti Aliati narasumber diskusi lainnya.
Menurut dia, perkiraan puncak musim kemarau tahun ini menurut BMKG yakni pada bulan Juli-September. Untuk itu dia berpesan agar masyarakat lebih berhati-hati, terutama Bulan Agustus ini. Pasalnya dari prediksi BMKG, sekitar 64,9 persen wilayah Indonesia akan memasuki puncak kemarau tahun ini.
Adapun mulai September 2020 diprediksi daerah yang mengalami kemarau akan menurun menjadi hanya 18,7 persen wilayah. Kendati demikian, Anis mengklaim, KLHK tetap meningkatkan upaya untuk pencegahan Karhutla meskipun titik panas tidak bisa hilang 100 persen.(*/fs)
Komentar