oleh

Kemuliaan, Kedudukan dan Keutamaan Ulama

RASULULLAH Shalallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, “Muliakanlah oleh kalian para ulama, karena mereka adalah pewaris para nabi, barang siapa memuliakan mereka berarti ia memuliakan Allah dan Rasulnya.” (HR Imam Khathib melalui Jabir).

Hadis ini menerangkan tentang keutamaan para ulama. Disebut di dalamnya bahwa mereka adalah pewaris para Nabi. Dikatakan demikian karena Nabi SAW wafat tidak meninggalkan dinar atau kekayaan lainnya, melainkan hanya ilmu syariat. Oleh karena itu, barang siapa yanģ memahami ilmu syariat, berarti ia pewaris Nabi SAW. Kita diwajibkan menghormati mereka karena menghormati mereka berarti sama dengan menghormati Allah dan Rasul-Nya.

Martabat para ulama yang beramal dengan ilmunya terletak di bawah tingkatan martabat para nabi, menyusul kemudian para mukmin yang lain. Sebab para ulama yang beramal adalah orang-orang yang menjembatani antara Nabi SAW. dengan kaum muslimin. Dalam hal ini Allah Swt berfirman, “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).” (QS Ali Imran, 3:18).

Perhatikan, betapa Allah Swt. telah menyamakan para ulama dengan para malaikat dalam menyaksikan keesaan-Nya dan berdiri-Nya atas keadilan dan kesaksamaan.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, “Orang-orang terpilih dari umatku adalah para ulama dan para ulama yang terpilih adalah orang-orang yang paling belas kasihan. Ingatlah, sesungguhnya Allah Swt. benar-benar memberi ampunan kepada orang alim sebanyak empat puluh macam dosa, sebelum Dia memberi ampunan satu macam dosa terhadap orang yang jahil (tidak mengerti agama). Ingatlah, sesungguhnya orang alim yang belas kasihan itu kelak di hari kiamat ia datang dalam keadaan bercahaya, dan sesungguhnya cahaya orang alim selalu menerangi jalan yang ditempuhnya sejauh antara arah timur dan arah barat, cahayanya itu seakan-akan bintang yang kemilau cahayanya.” (HR Al-Qudha’i melalui Ibnu Umar ra).

Ulama adalah orang-orang terpilih. Allah memberi mereka ampunan dari empat puluh jenis dosa sebelum Dia memberikan ampunan kepada orang awam barang satu dosa pun. Akan tetapi, yang paling utama di antara mereka adalah ulama yang mempunyai hati penyayang. Kelak di hari kiamat ulama yang berhati penyayang ini memperoleh banyak keutamaan, hingga seseorang dari mereka dibangkitkan dalam keadaan yang bercahaya. Cahayanya dapat menyinari apa yang ada di antara timur dan barat; kemuliaan itu diperolehnya berkat ilmu dan amalnya. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fathir: 28).

Dalam hadis yang lain beliau SAW bersabda, “Orang-orang yang terpilih di antara kalian adalah seseorang yang dapat mengingatkan kalian kepada Allah bila melihatnya, dan tutur katanya dapat menambah ilmu (agama) serta amal perbuatannya dapat memberi semangat kepada kalian untuk beramal demi akhirat kalian.” (HR Hakim melalui Ibnu Umar ra).

Hadits ini sama maknanya dengan hadits di atas karena orang yang dimaksud dalam hadits ini ialah ulama yang ‘amilin, yakni yang mengamalkan ilmunya, yaitu apabila kalian melihatnya maka kalian ingat kepada Allah, dan lisannya menambah ilmu kepada kalian, serta amal perbuatannya memberikan semangat kepada kita untuk beramal demi akhirat kita.

Juga dalam hadits yang lain beliau Saw. bersabda, “Orang alim yang mengamalkan ilmunya lebih baik daripada seribu orang ahli ibadah (yang tidak alim).” (HR Ad-Dailami melalui Ali k.w.). Orang ‘alim yang bermanfaat ilmunya jauh lebih utama daripada seribu orang ahli ibadah yang tidak alim.

Dan dalam hadits lain pun beliau SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas orang yang ahli ibadah (yang tidak alim) sama dengan keutamaan diriku (Nabi SAW) atas orang yang paling rendah di antara kalian. Sesungguhnya Allah Swt, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi hingga semut yang berada di liangnya serta ikan yang ada di laut, semuanya mendoakan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR Turmudzi).

Perumpamaan keutamaan yang dimiliki oleh orang ‘alim bila dibandingkan dengan ahli ibadah, tetapi tidak ‘alim sama dengan perbedaan antara keutamaan yang dimiliki oleh Nabi Saw. dan orang yang paling kecil dari kalangan sahabatnya. Tentu saja yang dimaksud dengan orang alim di sini ialah orang ‘alim yang mengamalkan ilmunya.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, “Sesungguhnya ahli surga benar-benar memerlukan ulama di dalam surga. Demikian itu karena setiap jumat mereka mengunjungi Allah Swt, lalu Allah Swt menawarkan kepada mereka: “Mintalah kepada-Ku apa yang kalian kehendaki.” Lalu mereka berpaling kepada para ulama seraya bertanya: “Apakah gerangan yang kami minta?” Maka para ulama berkata kepada mereka: “Mintalah kepada-Nya demikian, demikian.” Mereka masih tetap memerlukan para ulama sekalipun di dalam surga, sebagaimana mereka memerlukan sewaktu di dunia.” (HR. Ibnu Asakir melalui Jabir r.a.).

Pintu surga itu banyak, masing-masing pintu dinamai dengan nama sesuai amal perbuatan orang-orang yang akan memasukinya. Orang yang ahli shaum, masuk dari pintu _Rayyaan_ ; orang yang ahli sedekah masuk dari pintu tersendiri; demikianlah seterusnya. Para ulama pun masuk dari pintu tersendiri sesuai dengan amal perbuatannya.

Dalam hadits ini disebutkan bahwa setiap hari Jumat semua penduduk surga berziarah kepada Allah. Kemudian Allah menyuruh mereka untuk meminta apa yang mereka inginkan, tetapi mereka bingung tidak dapat menyebutkan apa yang harus mereka katakan. Akhirnya mereka bertanya kepada para ulama tentang apa yang harus mereka sebutkan kepada Allah, lalu para ulama memberi saran kepada mereka, agar meminta kepada-Nya demikian dan demikian.

Hadits ini menerangkan tentang keutamaan para ulama dari yang lainnya. Mereka memerlukan ulama tidak hanya di dunia saja, melainkan di akhirat pun mereka tetap memerlukannya.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat di bumi, mereka berucap melalui lisan bani Adam tentang kebaikan dan keburukan yang terdapat dalam diri seseorang.” (HR. Baihaqi melalui Anas r.a.).

Di bumi ini terdapat para malaikat yang khusus ditugaskan oleh Allah Swt. untuk mengatakan kebaikan dan keburukan seseorang melalui lisan anak Adam. Mereka yang memperoleh kedudukan ini adalah para ulama, juru nasihat, para da’i, dan orang-orang saleh. Mereka semua menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, “Yang dapat memberi syafaat kelak di hari kiamat, ialah: para nabi, kemudian para ulama, lalu para syuhada.” (HR. Ibnu Majah).

Orang-orang yang mula-mula diperbolehkan memberi syafaat ialah para nabi, kemudian para ulama, setelah itu para syuhada.

Karena begitu tinggi martabat, derajat dan kedudukan para ulama terletak di bawah tingkatan martabat para Nabi, bahkan menyamakan para ulama dengan para Malaikat dalam menyaksikan keesaan-Nya dan berdiri-Nya atas keadilan dan keseksamaan, maka kita tidak ada alasan lagi harus dekat untuk mengikuti bimbingan dan petunjuknya. Semoga.

Karsidi Diningrat

1. Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung.
2. Sekjen FORSIMAS (Forum Silaturahmi Kemakmuran Masjid Asean) Indonesia.
3. Mantan Pengurus DKM Masjid Raya Bandung.
4. Mantan Ketua PW Al Washliyah Jawa Barat 2010 s/d 2019.
5. Penasehat PW Al Washliyah Jawa Barat 2019 s/d 2023.
6. Anggota Pengurus Besar Al Washliyah 2015 s/d 2020.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *