oleh

INDONESIA DARURAT KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK, DIBUTUHKAN SISTEM PERLINDUNGAN KOMPREHENSIF

POSKOTA.CO – Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris mengungkapkan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia mengalami peningkatan signifikan tiap tahunnya, dan bisa dikatakan Indonesia saat ini dalam keadaan darurat kekerasan.

Berikut beberapa fakta dan data terkait dengan kasus perkara kekerasan terhadap anak dan perempuan, rata-rata setiap dua jam ada dua sampai tiga perempuan yang menjadi korban beragam kekerasan seksual, berarti ada sekitar 35 perempuan yang tercatat menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya.

Sementara itu dalam lima tahun terakhir saja jumlah kekerasan terhadap anak di seluruh Indonesia menembus sekitar 21,6 juta kasus, di mana sekitar 58 persen merupakan kasus kekerasan seksual.
Provinsi DKI Jakarta menjadi salah satu provinsi yang memiliki catatan terbanyak jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut.

Salah satu penyebab kenaikan kasus kekerasan ini, kata Fahira, lantaran belum adanya sistem perlindungan anak dan perempuan yang komprehensif. Terutama yang melibatkan elemen masyarakat. Tidak hanya itu, ketiadaan sistem inilah yang melahirkan banyak persoalan.

“Persoalan itu kebanyakan korban kekerasan yang takut melapor, baik karena fasilitas pelayanan pengaduan yang belum optimal maupun ketidakpahaman terhadap persoalan hukum. Kelemahan sistem inilah yang harus kami isi,” tutur Fahira saat acara launching Gerakan Sadar Hukum dan Seminar Penanganan Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan di Balai Pertemuan Polda Metro Jaya, Kamis (11/8).

Untuk itu, ujar Fahira, selaku senator dari Jakarta, menjalin kerja sama dengan Polda Metro Jaya dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Jakarta dalam meluncurkan Gerakan Sadar Hukum dan Gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak (GPPA). Salah satu program tersebut adalah memberikan pendampingan, advokasi, dan bantuan hukum gratis bagi anak dan perempuan, yang menjadi korban tindak kekerasan.

“Saya mau memastikan perempuan dan anak korban kekerasan memperoleh keadilan yang sesungguh-sungguhnya. Gerakan ini bertujuan agar penanganan kekerasan terhadap anak bisa dari hulu sampai hilir, mulai dari pencegahan, perlindungan, hingga pendampingan. Gerakan ini akan memberikan ruang bagi korban sebagai subjek dalam sistem peradilan pidana, punya mekanisme pemulihan yang jelas bagi korban dan keluarganya, dan mengutamakan hak-hak korban,” tutur putri sulung Fahmi Idris ini.

Tidak hanya itu, Fahira menjelaskan, gerakan ini lahir sebagai respons dari penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau sering disebut Perppu Kebiri. Gerakan ini juga sebagai upaya mengawal rencana pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

“Saya yakin, jika Perppu Kebiri dan RUU PKS ini nanti disahkan akan ada perubahan signifikan dalam penanganan kasus kekerasan anak dan perempuan di Indonesia. Gerakan ini akan mengawal proses dan implementasi kedua regulasi tersebut,” tandas Fahira.

Tidak hanya memberikan advokasi dan bantuan hukum, gerakan ini juga akan menggelar berbagai kegiatan edukasi, penyadaran, dan kampanye kepada publik untuk bisa melawan dan mencegah segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. Peluncuran Gerakan ini digelar di Polda Metro Jaya dan dihadiri oleh Ketua DPD Irman Gusman, Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Moechgiyarto dan Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol Suntana.

Tidak Menampik
Sementara itu Wakapolda Metro Jaya Brigjen Polisi Suntana tidak menampik masih maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurut laporan Komisi Nasional Perlindungan Perempuan dan Anak (Komnas PPA) sepanjang 2015 tercatat sebanyak 16.217 kasus. Satu hari bisa mencapai empat sampai lima kasus, termasuk 2.889 kasus kekerasan seksual dan sisanya kasus yang menimpa pada anak.

“Yang mencengangkan, umumnya pelaku kekerasan, terutama kejahatan seksual adalah, orang-orang terdekat korban. Bisa saja guru, orang tua, kakak, tetangga dan ataupun teman sendiri. Upaya penegakan hukum adalah upaya yang terakhir sesuai sistem peradilan yang berlaku,” jelas Brigjen Pol Suntana di Balai Pertemuan, Polda Metro Jaya, Kamis (11/8).

Suntana mengatakan, butuh peran pemerintah dan lembaga legislatif secara serius untuk meminimalisasi terulangnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Tentu butuh bantuan dari pemerintah dan legislatif. Gerakan sadar hukum dan seminar penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak terus dilanjutkan di wilayah hukum Polda Metro Jaya,” ujar Suntana.

Acara peluncuran Gerakan Hukum dan Seminar Penanganan Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan merupakan kerja sama kepolisian dengan HAMI DKI Jakarta. Pejabat yang hadir dalam kegiatan tersebut, di antaranya yakni, Ketua DPD-RI Irman Gusman yang didampingi Wakil Ketua DPD-RI Gusti Kanjeng Ratu Hemas, dan Wakil Ketua Komite III DPD-RI Fahira Idris, serta mantan Menakertrans Fahmi Idris dan pengacara Sunan Kalijaga SH perwakilan dari Pemprov DKI Jakarta. (*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *