oleh

PURNAMA PRAMBANAN 29

prambanan-2POSKOTA.CO – Mbok Wongso memang tidak tega meninggalkan momongannya yang Dia kasihi di rumah eyangnya. Walau darah yang mengalir sama warnanya, namun Eyang Praja dan Diana adalah dua manusia yang baru bertemu. Mereka belum saling mengenal satu dengan yang lain. Jadi permintaan Eyang Praja Ia sanggupi dengan rasa ikhlas.

” mbok….tidak usah kuatir dengan baju ganti atau perlengkapan yang lain. Semua akan saya sediakan. Apa lagi ukuran badan kita tidak jauh berbeda. Banyak kebaya dan jarik/kain yang bisa simbok pakai”

Mbok Wongso menjawab permintaan Eyang Praja dan menyanggupi permintaan tinggal di rumah ini dengan senang hati dan segenap cinta yang Ia punya. Diana sudah seperti anak sendiri yang tidak pernah Ia punyai. Ia memutuskan hidup sendiri dan tidak menikah.

” Njih dén ngantén…. ( iya ibu), saya memang tidak tega meninggalkan Diana dalam keadaan seperti ini. Saya ingin merawatnya sampai sembuh jika diijinkan”

Eyang Praja seneng mendengar jawaban Simbok tua yang baik hati ini. Lega cucunya sudah ada yang merawatnya jika ia harus pergi bekerja. Akan sangat repot jika merawat Diana dan urusan rumah menjadi beban anak bungsunya Mbak Dewi.Gusti Allah memang baik dan selalu baik kepada umatnya yang mempunyai niat baik. Begitu Eyang Praja “nyebut” Asma Allah sebagai rasa syukurnya.

Diana dan Mbok Wongso mendapat kamar tidur yang cukup bagus di rumah itu. Luas dan bersih kamarnya. Selain bagus perabotannya, kasur-kasur di kamar empuk dengan sprei yang bagus dan halus. Eyang Diana cukup berada sebagai pedagang batik Pasar Beringardjo. Mbok Wongso lega….dan mrebes mili ( menitikkan air mata) momongannya tidak bakal kelaparan seperti kemarin-kemarin.

” eyang bungah ketemu kamu woek, kamu mewarisi garis kecantikan ibumu. Ibu mu itu anak yang paling aku Tresnani dan aku kasihi”

Diana juga menyatakan kebahagiaan dan rasa senang hatinya. Eyang putri yang belum pernah ia lihat sepanjang hidupnya. Ternyata berada tidak jauh dari hidup dan rumahnya. Mengapa tak seorangpun memberi tahunya? Semua yang berbau ibu kandungnya memang sengaja diputus oleh Bapaknya tanpa Diana tahu persoalannya.

Senyum manja Wita penulis kisah
Senyum manja Wita penulis kisah

Eyang Praja belum ingin bercerita tentang ibu Diana. Sekarang ini ia ingin fokus kepada kesembuhan cucunya. Setelah itu baru ia memikirkan tentang sekolah dan kemauan cucunya untuk bertemu ibu kandungnya.

Sambil minum teh di beranda rumahnya, Eyang Praja mengambil nafas dalam-dalam serta membuangnya pelan dan halus. Ia ingin merampungkan persoalan hidupnya dengan baik. Ia sudah tua….sebelum ajal tiba semoga semua bisa dirampungkan dengan baik. Tidak mudah mengurai persoalan Diana dengan ibunya. Anaknya yang bernama Retno….saat ini polahnya semakin jauh dari jangkauannya!!

Ia pandangi titik-titik hujan yang menyentuh tanah. Ia ingat Almarhum suaminya yang sudah tidak ada di sampingnya. Suaminya meninggalkannya secara mendadak, tak ada firasat tak ada kata perpisahan. Mereka berdua selalu memikirkan Retno anaknya, tetapi kesehatan suaminya kalah dalam pergulatan hidup yang panjang itu.

Angin malam berdesir menyentuh tubuh Eyang Praja. Seperti ada yang hendak bicara dengannya. Ia merinding tapi ditepisnya, pikirannya ia alihkan kepada rintik hujan di malam yang remang…..Suaminya pasti senang melihat Diana di rumahnya. Cucunya adalah obat kerinduan atas Retno anaknya yang menghilang….(Bersambung..By : Wita Lexia…)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *