oleh

Kepongahan Ribka Tjiptaning Bisa Merugikan PDIP

POSKOTA.CO – Ketika Golkar jatuh dan PDIP naik ke panggung politik, lewat gerakan reformasi 1998 – terjadi krisis orang pintar di tubuh partai pimpinan Megawati Soekarno itu. PDIP berada di pihak yang teraniaya dan banjir simpati rakyat, akan tetapi orang orang pintar terlanjur berkumpul dan mangkal di Golkar. Akibatnya PDIP banyak diisi kaum awam bermodal nekad dan militan.

Cerita yang beredar, ada banyak preman pasar, bandar judi, calo, satpam klab malam, tukang sol sepatu, tukang palak, juragan miras dan orang orang kurang pendidikan, melesat jadi pejabat dan anggota dewan lewat PDIP. Satu per satu masuk penjara karena jadi elite kagetan – enteng tanda tangan, yang jadi bukti yang mengantarkan mereka ke pengadilan.

Salahsatu orang yang militan dan masih bertahan – padahal sok tahu – adalah Ribka Tjiptaning Proletariyati.
Dia sedang jadi viral karena memamerkan kebebalannya ke publik di gedung dewan di Senayan. Yang sungguh memalukan dia wakil rakyat dari partai yang memilih presiden. Lebih memalukan lagi dia mengenyam pendidikan kedokteran. Paham dunia kesehatan.

Dia lulusan Kedokteran UKI (2002) dan meraih S2 untuk Auransi Kesehatan di UI (2012). Politikus dari Fraksi PDIP ini menolak program vaksinasi Corona yang diawali dari Istana Negara, dengan alasan usia Ribka saat ini sudah 61 tahun. Belum ada uji klinis atas vaksin corona Sinovac untuk yang seusianya.

Menurutnya impor dilakukan sebelum uji klinis vaksin Corona Sinovac rampung. Vaksin corona Sinovac memang belum diujicobakan untuk warga usia 60 tahun ke atas. Oleh karena itu, Ribka meminta pemerintah tidak bermain dengan uji klinis vaksin corona apa pun.

Anggota Komisi Kesehatan DPR itu dengan pongah memilih membayar denda ketimbang disuntik vaksin corona.
“Kalau persoalan vaksin saya tidak mau divaksin. Mau semua usia boleh, misalnya saya hidup di DKI, semua anak cucu saya dapat sanksi sampai Rp 5 juta, mending gue bayar,” ungkap Ribka dalam rapat kerja bersama Menkes Budi Gunadi Sadikin, Kepala BPOM dan Dirut PT Bio Farma di Kompleks Parlemen Jakarta, Selasa (12/1).

Alasan lain penolakan vaksin Ribka Tjiptaning, lantaran dugaan adanya lahan bisnis. Non medis. Penulis buku “Aku Bangga jadi Anak PKI” ini seperti mengendus ada permainan bisnis dalam impor vaksin ini. Ia secara terang juga menyebut jangan sampai masalah vaksin yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia menjadi ladang bisnis untuk segelintir orang.

“Negara tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya, tidak boleh. Mau apa pun alasannya tidak boleh. Saya yang akan paling kencang nanti mempermasalahkannya,” ujar Ribka kemarin.

HAL yang menggusarkan dari sikap pongah dan angkat dagu Ribka Tjiptaning adalah ketidak-sadarannya bahwa Indonesia dan dunia sedang mengalami krisis. Kondisi kedaruratan. Situasi yang tidak biasa. Pandemi global.
Catatan yang saya kutip saat menulis postingan ini, di seluruh dunia ada 92,3 juta kasus virus Corona, 50 juta sembuh dan 1,98 juta meninggal dunia.

Di Indonesia ada 858 ribu kasus, 703 ribu sembuh dan 24. 951 meninggal dunia. Ekonomi negara merosot, pabrik dan usaha banyak tutup, mall bioskop dilarang buka, resto dan warung dibatasi, bisnis wisata ambruk, jasa transportasi oleng, pengangguran meningkat, pembangunan terhambat dan anggaran belanja negara banyak dialokasikan untuk mencegah dan mengusir virus Corona.

Menteri Kuangan Sri Mulyani mengungkapkan, biaya penanggulangan pandemi ini mencapai Rp.695,2 triliun naik dari sebelumnya Rp. 677, 2 triliun. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan kerugian akibat pandemi virus Corona (covid-19) akan mencapai 9 triliun dollar AS pada 2020-2021, atau setara Rp 144 ribu triliun (kurs Rp 16.000 per dollar AS).

Angka tersebut, jauh lebih besar dari gabungan Produk Domestik Bruto (PDB) Jerman dan Jepang. Bila ada kesan pemerintah gagap menghadapi pandemi Coronavirus maka itu bukan hanya Indonesia dan negara dunia ke dua atau ketiga umumnya. Melainkan juga negara maju, dunia pertama dan dunia industri. Bahkan Amerika dan Eropa pun gagap dan takluk.

Tapi dengan lagak jumawa Ribka menolak ikut berpartisipasi dalam penanggulangannya. Melakukan penyangkalan. Denial. Seharusnya dia tahu bahwa ini vaksin baru untuk merespon virus baru. Uji coba di seluruh dunia.
Seperti yang sudah Anda ketahui, vaksinasi (dan imunisasi) sama-sama bertujuan untuk mencegah infeksi virus serta penyebaranya ke orang-orang. Itu sebabnya, kedua hal ini penting untuk diberikan bahkan sejak bayi baru lahir.

Sejak ditemukan dan dikembangkan di abad 17 dan abad 18 bermacam macam vaksin menyelamatkan jutaan umat manusia di muka bumi. Vaksin Kolera (1796), Rabies (1885), Difteri (1890), Polio (1950), dan banyak lainnya kemudian menjadi “menu wajib” dan standar bagi para balita di Indonesia dan dunia, selama ini.
Tujuan vaksin adalah untuk membuat manusia lebih kebal dan tahan dari serangan penyakit. Namun, kadang bisa ditemui orang mendapat dampak berbeda dari suntikan vaksin. Sifatnya kasuistis.

Respon fisik penerima vaksin tidak sama. Akan tetapi, sejauh ini, vaksin lah harapan paling logis untuk mencegah penularan dan penyebaran penyakit. Sementara penelitian vaksin penyakit terus berkembang sepanjang zaman.
Sikap arogan yang ditunjukkan Ribka Tjiptaning adalah pembangkangan. Sabotase kepada pemerintah dan negara.
Adalah haknya bila dia menolak divaksin. Tapi kewajiban negara untuk mengisolasikannya – karena penolakannya bisa membahayakan warga lain. Berpotensi menularkan virus kepada masyarakat.

Sungguh beruntunglah dia hidup di Indonesia dan jadi WNI. Sekiranya dia warga Korea Utara niscaya sudah diajak jalan jalan oleh pemimpin negaranya, Kim Jong-un, dan dibawa ke kandang buaya. Dijadikan santap siang. Supriyanto Martosuwito***

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *