oleh

Koordinator CIKAL Kuningan: DAK Pendidikan Sistem Swakelola Bangkitkan Sekolah Berbasis Lingkungan

POSKOTA.CO – Koordinator Forum Civitas Independen Kajian dan Analisis Legislasi (CIKAL) Kuningan Jawa Barat Jejen Jendrayani SH mengungkapkan, kegiatan fisik sarana pendidikan (sekolah) dari kucuran Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN Tahun 2023 di kabupaten setempat, selain berbanding lurus dengan regulasi dan ketentuan yang berlaku, juga telah meniupkan semangat pemberdayaan masyarakat sekitar, serta semakin mendorong terbangunnya sebuah institusi pendidikan berbasis lingkungan.

Demikian dikemukakan Jejen Jendrayani saat dihubungi POSKOTA.CO melalui sambungan WhatsApp (WA), Minggu (17/9/2023), saat diminta pandangan terkait pelaksanaan kegiatan DAK fisik bidang pendidikan tahun 2023. Khususnya, menanggapi penyelenggaraan kegiatan dimaksud melalui sistem swakelola yang dikerjakan langsung dengan memanfaatkan sumber daya dan tenaga masyarakat setempat, di bawah kendali teknis komite pembangunan di sekolah.

Menurut Jejen, ada dua hal penting yang perlu diketahui serta disampaikan kepada masyarakat, mengenai implementasi program DAK bidang pendidikan ini. “Pertama, penyelenggaraan kegiatan DAK fisik pendidikan tahun ini (2023-red), melalui sistem swakelola ditempuh sebab telah berdasarkan alas hukum yang jelas,” ucapnya.

Dasar tersebut menjadi hal utama, sebab kata Jejen, sistem penyelenggaraan kegiatan pemerintah yang baik itu harus berasaskan adanya kepastian hukum. “Kegiatan DAK fisik bidang pendidikan melalui sistem pengerjaan swakelola ini, telah memiliki cantolan hukum berupa Perpres Nomor 15/2023 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan DAK, sehingga wajib ditempuh berdasarkan fondasi itu,” urainya.

Lalu hal penting kedua, lanjutnya, sistem swakelola, ternyata dapat dilihat menjadi salah satu gambaran sebuah hubungan interaksi institusi pendidikan (sekolah) lebih berbasis lingkungan. “Kita menyaksikan tenaga kerja dari kegiatan DAK sekolah, merupakan warga penduduk setempat, atau mungkin ada juga yang menjadi orang tua siswa di situ,” ujar Jejen.

Disebutkannya, ketika sebuah sekolah sudah berbasis lingkungan, tentu diharapkan bisa melahirkan efek pantul yang positif. Paling tidak, sambung Jejen, warga setempat akan lebih mempunyai rasa memiliki terhadap sekolah, sehingga mereka akan turut memelihara dan menjaga. “Jika rasa itu sudah ada, tentu akan mendorong para pekerja ini, lebih bertanggung jawab terhadap kualitas atau mutu sarana sekolah yang sedang mereka bangun,” ungkap mantan Sekretaris BEM Fakultas Hukum Universitas Kuningan (Uniku) tahun 2013 itu.

Namun demikian Jejen tetap mengingatkan, dalam pengelolaan sistem apa pun, kekurangan dan kelemahan pasti muncul. Tidak terkecuali juga dengan pelaksanaan swakelola. Sehubungan itu dirinya meminta, sistematika tahapan program DAK harus dilakukan mengikuti lintasan yang sebenarnya. Mulai proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelaporan kegiatan perlu ditempuh secara proporsional, terukur serta dapat dipertanggungjawabkan.

“Kami mengharapkan leading sector dari program ini dapat bekerja keras, untuk mengawal realisasi anggaran DAK berjalan sesuai dengan semestinya, efektif efisien sehingga bermuara hasilnya memberikan kemanfaatan besar bagi perkembangan dunia pendidikan di Kabupaten Kuningan,” pesannya.

Terpisah, Kepala Desa Cikaduwetan Luragung Riki Yakub SPd turut memberikan tanggapan mengenai program DAK pendidikan di Kabupaten Kuningan.

Dia menyampaikan, sistem swakelola, selain sudah sesuai dengan juklak dan juknis yang ada (aturan hukum), tentu dapat juga membantu Program Prioritas Nasional yakni Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Desa. Melalui penerapan sistem swakelola, maka para pekerja bangunan (tukang dan laden.red) itu berasal dari warga desa setempat, terlebih memang sebagian para pekerja bangunan, ada yang termasuk kedalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap.

“Seperti terjadi di desa kami, alhamdulilah sebagai kepala desa sangat bersyukur, dengan adanya pembangunan TK negeri melalui metode swakelola ini, masyarakat yang mata pencahariannya sebagai tukang bangunan akhirnya bisa bekerja,” katanya.

Selain itu, ucap Riki, ketika proses pembangunan dilaksakan secara swakelola, maka tanggung jawab akan kegiatan dan pemeliharaan bangunan kedepan akan semakin tinggi, karena masyarakat termasuk orang tua siswa di dalamnya akan tumbuh rasa memiliki terhadap sarana pendidikan tersebut, yang akhirnya hal itu sangat positif sekali untuk terpeliharanya bangunan sekolah sampai masa-masa mendatang. (*/cep)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *