oleh

Takutlah Terhadap Doanya Orang Teraniaya

KATA aniaya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , disebutkan atau bermakna perbuatan bengis, penyiksaan, penindasan; memperlakukan dengan sewenang-wenang; menyiksa, menyakiti; perlakuan yang sewenang-wenang; tertindas, tersiksa. (1994: 45)

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, “Setiap dosa ada harapan mendapat ampunan Allah kecuali (dosa) orang yang mati dalam keadaan musyrik, dan (dosa) orang yang membunuh orang mukmin secara sengaja.” (HR. Hakim melalui Muawiyah). Dan Beliau Saw. dalam sabdanya yang lain, “Membunuh orang mukmin lebih besar (dosanya) di sisi Allah daripada melenyapkan dunia.” (HR. Nasa’i). Makna hadits ini mengandung ancaman yang amat besar bagi pelakunya, dan bahkan perbuatan ini termasuk salah satu dari dosa-dosa besar yang urutannya sesudah mempersekutukan Allah Swt.

Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, “Masalah pertama yang diputuskan di antara manusia di hari kiamat nanti adalah tentang darah.” (HR. Syaikhan). Peradilan yang akan dilakukan oleh Allah Swt kelak di hari kiamat di antara sesama manusia ialah dosa yang paling besar dan paling berat. Hal ini tiada lain ialah menyangkut masalah jiwa, yakni masalah pembunuhan; mula-mula peradilan yang dijalankan oleh Allah terhadap manusia ialah masalah pembunuhan, kemudian menyusul masalah utang-utang yang lainnya.

Semua doa ada harapan akan diampuni oleh Allah Swt. kecuali dosa mempersekutukan Allah Swt. dengan sesuatu, seperti yang telah dijelaskan dalam firman Allah Swt, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa selain dari syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa, 4: 116). Dosa lain yang tidak diampuni oleh Allah Swt. ialah dosa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, karena Allah Swt. telah berfirman dalam Kitab-Nya, “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa, 4: 93).

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, “Kemurkaan Allah bertambah terhadap orang yang menganiaya seseorang yang tidak mempunyai penolong selain Allah.” (HR. ad-Dailami melalui Ali k.w.). Pada prinsipnya menganiaya orang lain itu haram hukumnya; pelakunya kelak akan dibalas di hadapan Allah Swt. oleh orang yang dianiaya. Dan dalam hadits ini diterangkan bahwa kemurkaan Allah makin bertambah keras terhadap orang yang menganiaya seseorang yang tidak mempunyai seorang penolong pun kecuali hanya Allah. Oleh karena itu, dalam hadist yang lain Beliau Saw. bersabda, “Takutlah engkau terhadap doa orang yang teraniaya karena sesungguhnya antara doa orang yang teraniaya dengan Allah tidak ada sesuatu pun yang menghalanginya.” (HR. Turmudzi).

Hijaabun , penghalang. Makna yang dimaksud ialah bahwa antara doa orang yang teraniaya dengan Allah tiada suatu penghalang pun yang menghambat untuk sampai kepada-Nya. Atau dengan kata lain, doa orang yang teraniaya itu dikabulkan oleh Allah Swt. Hadits ini mengandung makna peringatan keras agar kita tidak berbuat aniaya terhadap orang lain karena sesungguhnya perbuatan aniaya itu merupakan hal yang dilarang. Hal yang dilarang hukumnya haram. Allah Swt. selalu berada di pihak orang yang teraniaya; barang siapa teraniaya lalu ia berdoa kepada Allah, niscaya doanya diperkenankan-Nya.

Dalam hadits yang lain Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Takutlah kalian terhadap doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya doa orang yang teraniaya itu di bawa di atas awan; lalu Allah berfirman: “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku akan benar-benar akan menolongmu sekalipun dalam beberapa waktu lagi.” (HR. Thabrani melalui Khuzaimah ibnu Tsabit).

Dalam hadits di depan disebutkan bahwa tiada sesuatu pun yang menghalangi doa orang yang teraniaya itu untuk sampai kepada Allah Swt. Selanjutnya dalam hadits ini dijelaskan bahwa doa orang yang teraniaya dibawa naik oleh awan, kemudian Allah Swt. berfirman kepadanya, “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku benar-benar akan menolongmu, sekalipun dalam beberapa waktu lagi.” Atau dengan kata lain, Allah Swt. pasti akan menegakkan keadilan terhadap orang yang berbuat aniaya dan akan memberinya balasan yang setimpal atas perbuatannya itu.

Rasulullah Swa. telah bersabda. “Ada tiga doa yang dikabulkan, yaitu: doa orang yang sedang bershaum, doa orang yang sedang musafir, dan doa orang yang teraniaya.” (HR. al-Uqaili melalui Abu Hurairah r.a.). Doa yang cepat diperkenankan oleh Allah ialah doa orang yang sedang berpuasa, doa orang yang sedang musafir untuk tujuan yang baik, dan doa orang yang teraniaya. Dalam hadits sebelumnya, sehubungan dengan doa orang yang teraniaya ini, telah disebutkan bahwa takutlah kamu terhadap doa orang yang teraniaya karena sesungguhnya doa orang yang teraniaya itu tidak ada sesuatu pun yang menghalang-halanginya antara dia dengan Allah. Juga dalam hadits yang lain Beliau Saw. bersabda, “Doa orang yang teraniaya pasti dikabulkan. Apabila ia orang durhaka maka kedurhakaannya itu dirinyalah yang menanggungnya.” (HR. ath-Thayalisi melalui Abu Hurairah r.a.).

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, “Perbuatan aniaya ada tiga macam, yaitu perbuatan aniaya yang tidak diampuni oleh Allah, perbuatan aniaya yang diampuni oleh-Nya, dan perbuatan aniaya yang tidak dibiarkan oleh-Nya (sebelum diputuskan). Perbuatan aniaya yang tidak diampuni oleh-Nya adalah menyekutukan Allah; sehubungan dengan hal ini Allah telah berfirman: “Sesungguhnya perbuatan menyekutukan itu benar-benar perbuatan aniaya yang besar”. Perbuatan aniaya yang diampuni oleh-Nya ialah perbuatan aniaya hamba-hamba Allah terhadap dirinya sendiri yang berkaitan dengan masalah antara mereka dan Rabb mereka. Adapun mengenai perbuatan aniaya yang tidak dibiarkan begitu saja oleh-Nya ialah perbuatan aniaya yang dilakukan oleh hamba-hamba Allah di antara sesamanya, hingga sebagian di antara mereka membalaskan perbuatan aniaya sebagian yang lain.” (HR. ath-Thayalisi melalui Anas r.a.)

Dosa itu ada tiga macam, yaitu dosa yang tidak diampuni oleh Allah, dosa yang diampuni jika Dia menghendakinya, dan dosa yang tidak dibiarkan begitu saja. Dosa yang tidak bisa diampuni oleh Allah Swt ialah perbuatan syirik atau menyekutukan Allah. Dosa yang diampuni oleh Allah Swt ialah, dosa yang menyangkut hak Allah. Aapun mengenai dosa yang tidak dibiarkan begitu saja ialah dosa-dosa yang berkaitan dengan hak anak Adam, kecuali jika pihak yang teraniaya atau pihak yang dirugikan memaaafkan pelakunya. Apabila pihak yang teraniaya tidak memaafkan, kelak di hari kiamat Allah Swt. yang akan membalaskannya, yaitu dengan cara mengambil kebaikan-kebaikan yang ada pada pihak penganiaya, lalu diberikan kepada pihak teraniaya sesuai dengan perbuatan zalimnya. Akan tetapi, jika pihak penganiaya tidak mempunyai amal kebaikan, maka amal keburukan pihak teraniaya diambil, lalu ditimpakan kepada pihak penganiaya sesuai dengan perbuatan zaliimnya.

Dalam hadits yang senada Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa pernah berbuat aniaya terhadap saudaranya hendaknya ia meminta maaf kepadanya atas perbuatan aniayanya itu. Karena sesungguhnya di sana (di hari kiamat) tidak ada Dinar dan tidak ada pula Dirham sebelum kebaikannya diambil untuk saudaranya yang ia telah aniaya itu, apabila ia tidak memiliki kebaikan, maka keburukan-keburukan saudara yang dianiayanya itu diambil lalu dibebankan kepadanya.” (HR, Bukhari). Pada hari itu tiada seorang pun yang diberlakukan dengan aniaya, melainkan keadilan belaka yang ada. Allah Swt. berfirman, “Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka perbuat.” (QS. An-Nur, 24:24). “Janganlah kalian menakut-nakuti orang muslim, karena sesungguhnya menakut-nakuti orang muslim itu merupakan perbuatan aniaya yang besar.” (HR. Thabrani). Barang siapa yang menakut-nakuti orang muslim hingga membuatnya sangat takut, berarti ia telah melakukan suatu perbuatan dosa yang besar.

Dalam hadits yang lain Beliau Saw. bersabda, “Orang muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak boleh berbuat aniaya terhadapnya dan tidak boleh pula menyerahkannya (kepada musuh) … “. (HR. Bukhari dan Muslim secara Ittifaq). Orang yang benar-benar muslim ialah orang yang tidak pernah berbuat aniaya terhadap saudaranya dan tidak pernah menjerumuskannya ke dalam bahaya. Wallahu A’lam bish Shawab.

Drs.H.Karsidi Diningrat M.Ag
* Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung
* Anggota PB Al Washliyah Jakarta
* Mantan Ketua PW Al Washliyah Jawa Barat

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *