oleh

Kamaruddin Simanjuntak: Masalah Jiwasraya Membuat Citra Indonesia Sangat Buruk

POSKOTA.CO – Kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) berbuntut dengan ditahannya enam orang tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejagung telah menahan aset para tersangka yang nilainya ditaksir mencapai Rp11 triliun.

Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Risiade, menekankan, sekarang penegak hukum bisa melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu. “Soal Jiwasraya merupakan kasus yang menjadi perhatian publik, dan ini perlu diapresiasi,” tegas Andre, di gedung DPR, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Untuk diketahui bersama, Kejaksaan Agung telah menahan sedikitnya enam orang tersangka dalam kasus Jiwasraya. Sebanyak enam tersangka yang dimaksud yaitu Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX), Benny Tjokrosaputro atau Bentjok, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Kejaksaan Agung masih menangani kasus korupsi Jiwasraya. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, penanganan kasus tersebut hampir selesai.

“Kita secepatnya. Bayangin saja, perkara ini baru dimulai 19 Desember (2019). Padahal perkara ini begitu beratnya, 19 Desember loh, artinya baru dua bulan setengah, artinya udah hampir selesai,” kata Burhanuddin di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (24/2/2020).

Untuk menyelesaikan kasus itu, Burhanuddin mengatakan, Kejaksaan Agung masih menunggu hasil pemeriksaan dari Badan Keuangan Negara (BPK). Dia menyebut, BPK memeriksa kerugian negara dari kasus tersebut. “Kami masih menunggu hasil pemeriksaan kerugian negara dari BPK,” pungkasnya.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan, terkait dengan pencekalan terhadap eks bos PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Kasus dugaan korupsi perusahaan asuransi pelat merah ini sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejagung telah memeriksa 10 orang yang dua di antaranya adalah mantan direktur utama Jiwasraya. Sepuluh orang ini dicegah ke luar negeri.

“Di sisi hukum juga sudah ditangani oleh Kejaksaan Agung. Sudah dicegah 10 orang agar kebuka semuanya. Sebetulnya, problemnya di mana, karena ini juga menyangkut proses yang panjang,” kata Jokowi kepada wartawan di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Kamis (2/1/2020) lalu.

Jokowi menyebut, persoalan di Jiwasraya terjadi sejak 2009 meski pihak Istana memastikan tidak menyalahkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kala menjabat. Selain dari sudut pandang hukum, secara korporasi, OJK hingga Kementerian BUMN turun tangan menangani Jiwasraya.

“Nanti dilihat, karena Jiwasraya sekarang ini sedang ditangani oleh untuk sisi korporasinya ditangani oleh OJK, Kemenkeu, dan Kementerian BUMN. Semuanya sedang menangani ini. Tapi ini perlu proses yang tidak sehari, dua hari. Perlu proses yang agak panjang,” ujar Jokowi.

‘Dirampok
Melihat kasus Jiwasraya ini, Kamaruddin Simanjuntak SH praktisi hukum dan advokat angkat bicara. Menurut pandangan Kamaruddin, bahwa Asuransi Jiwasraya itu BUMN, demikian juga Asabri, dan BUMN-BUMN lainnya dari dulu sampai sekarang itu memang ‘dirampok’ oleh pemerintah, dalam hal ini partai berkuasa.

“Itulah tugas daripada Menteri Negara BUMN ‘merampok’m yang seharusnya menata dan membuat lembaga yang profesional. Tapi, faktanya tidak,” katanya.

Akibatnya dirampoknya Jiwasraya dan BUMN lainnya itu, mengakibatkan asuransi lain yang nyaris bangkrut dan ada yang harus berutang besar-besaran ke luar negeri. Kenapa, kata Kamaruddin, mereka mau dirampok, karena orang-orang yang ditempatkan mnenjadi direktur utama dan komisaris BUMN maupun BUMD itu adalah orang-orang partai berkuasa yang dipilih dan ditempatkan di sana. Pengabdiannya bukan kepada bangsa dan negara akan tetapi kepada partai berkuasa.

“Sehingga akibat sulitnya mencari pekerjaan banyak orang-orang yang mau menjadi direktur dan komisaris atau pengurus-pengurus perusahaan bersedia dia menjadi kaki tangan partai berkuasa untuk ‘merampok’ yang penting ada pekerjaan,” tuturnya.

Seharusnya, sambung Kamaruddin, mereka mau menjadi pengurus dalam hal ini direksi dan komisaris haruslah profesional tetapi kebanyakan mereka ditempatkan di situ tidak mengerti apa-apa tentang misalnya Jiwasraya itu. Bagaimana seharusnya mengembangkan perusaaan asuransi dia tidak tahu. Tetapi yang penting bekerja.

“Makanya, semua BUMN di zaman Jokowi bangkrut, contoh BPJS. Baru di Indonesia asuransi bangkrut. Kalau di Eropa, asuransi sangat maju, bahkan bertahan sampai ratusan tahun. Demikian di Amerika, karena dikelola secara profesional dan tanpa intervensi dan tanpa dirampok oleh partai partai berkuasa,” tegasnya saat ditemui POSKOTA.co di kantornya, Jumat (28/2/2020).

Kamaruddin menandaskan, bahwa Jiwasaraya ini dirampok triliunan. Kalau menurut undang-undang, seharusnya yang menangani ini adalah KPK, karena Rp1 miliar ke atas sudah KPK. Tapi ini sengaja ditangani Jaksa Agung yang notabene adalah anak buah Presiden.

“Inikan jadi bahan lucu-lucuan. Bagaimana Jaksa Agung bisa menangani secara profesional, sedangkan yang terlibat adalah orang yang mengangkat dia. Jadi hanya sebatas ditangani oleh penegak hukum. Tapi masyarakat tidak tahu bahwa ini serba direkayasa. Banyak penegakan hukum yang direkayasa,” ketusnya.

Menurut dia, seharusnya masalah ini ditangani oleh KPK sebelum UU itu direvisi, supaya bisa diungkap. Namun sayang, kenapa ditolak adanya pansus, ada apa? Namun yang celakanya, ujar Kamaruddin, Otorita Jasa Keuangan (OJK) pun terlibat. Inikan ada sistem, ada UU Asuransi. Ada aturan perbankan. Ada bank sentral. Ada OJK yang seharusnya mengawasi ini.

“Kenapa bisa tidak diawasi, karena ini ada power yang sangat besar, yang tidak akan dapat disentuh sehingga OJK tidak punya kemampuan untuk mengungkap hal ini. Ini seharusnya ditegur, dan bisa diawasi,” pintanya.

Kamaruddin menegaskan, dia melihat bahwa masalah Jiwasaraya ini telah membuat citra Indonesia sangat buruk. Ini akan membebani agen-agen asuransi dan perusahaan asuransi. Kenapa? Ketika agen asuransi berusaha menggaet calon nasaba baru, maka calon-calon nasabah berpikir ulang untuk masuk.

“Inilah yang membuat hilang kepercayan masyarakat kepada asuranasi. Ini sudah merusak pertumbuhan ekonomi, karena orang lebih nyaman simpan uang di bawah bantal ketimbang setor ke asuransi,” katanya, sambil terseyum.

Bicara dari sisi hukum, di mana masalah ini ditangani Kejaksaan Agung, Kamaruddin berpendapat, bahwa dirinya sangat ragu Kejaksaan Agung bisa membuka masalah ini sampai ke akar-akarnya. Karena Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Berikan masalah ini untuk diaudit oleh KPK dan lembaga independen supaya dibuka ke publik biar jelas, ini loh aliran uangnya, kan bisa.

“Tapi kalau tidak dilakukan itu, kalau hanya diobok-obok di Jaksa Agung, saya meragukan. Kenapa? Saya menemukan perkara-perkara kriminalisasi dan rekayasa di kejaksaan. KPK saja tidak sempurna, artinya KPK masih tebang pilih, contoh e-KTP sampai sekarang belum kelar-kelar. Kalau saya melihat dibanding Jaksa Agung, saya melihat masih kredibel KPK yang kuat, dalam hal ini membongkar kasus Jiwasraya. Jadi ini semacam penegakan hukum pelipur lara supaya kesannya rakyat tenang tapi sebenarnya ini tipu-tipu,” keluhnya.

Dari kacamata masalah hukum di pemerintahan Jokowi di tahun 2020 ini, Kamaruddin Simanjuntak mengkritisi, bahwa menurut pandangannya di zaman pemerintahan Jokowi penegakan hukum sangat tidak baik. Kenapa? Contoh seperti advokat. Undang-undang mengatakan, hanya satu organisasi advokat atau yang disebut single bar. Tapi dalam prakteknay, Peradi ada tiga. Ini dibiarkan oleh Jokowi. Padahal, pembiaran suatu kesalahan atau kejahatan.

“Seharusnya Presiden menunjukkan wibawa undang-undangnya bilang satu, ini harus kembali kepada satu single bar. Tapi dibiarkan saja. Artinya, di zaman Jokowi ada pembiaran dan kesengajaan dilanggar undang-undang itu. Contoh, KPK dilemahkan. Saya melihat di Indonesia ini pejabatnya tidak melaksanakan apa yang dijanjikan. Jadi menurut pandangan saya, di zaman Jokowi penegakan hukum sangat buruk,” tegasnya. (lian tambun)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *