oleh

Berhak Menerima Surga Bagi yang Mati Dalam Tauhid

SAAT menghadapi kematian adalah saat manusia mengembuskan napasnya. Ajalnya sudah dekat. Ia mengalami rasa sakit yang luar biasa. Kaum kerabat dan orang-orang yang mencintainya seharusnya memperhatikannya pada saat-saat menentukan ini. Seharusnya mereka berbuat baik kepadanya dan menolongnya sekuat tenaga agar dia mengakhiri hidupnya di dunia ini dengan husnul khatimah, membawa akidah yang benar, perkataan yang baik, dan amal saleh.

Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya dengan sanadnya sampai kepada Abu Said al-Khudri dan Abu Hurairah, mereka mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Tuntunlah orang yang menjelang wafat dengan ucapan Laa ilaaha illaaaah (maksudnya, agar dia mau meniru mengucapkannya).” (HR. Muslim).

Imam Nawawi dalam penjelasannya pada hadits ini berkata, “Maksudnya adalah orang yang sedang menghadapi kematian. Maknanya, ingatkanlah dia agar kalimat yang terakhir ia ucapkan adalah laa ilaaha illallah. Sebagaimana dalam hadits, “Siapa yang akhir perkataannya adalah laa ilaaha illallah maka ia masuk surga.” “Barangsiapa mati, sedangkan dia mengetahui bahwa tiada Tuhan selain Allah, maka dia masuk surga.”

Ada beberapa hadits atas kebenaraan keterangan tersebut, ialah hadits-hadits shahih yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dan kitab-kitab Hadits dari ahli-ahli Hadits lainnya, antara lain:

Dari ‘Ubadah bin Shamit, bahwasanya Rasulullah Saw, bersabda: “Barangsiapa bersaksi atau menyatakan bahwasanya tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa Yang tiada sekutu bagi-Nya, bahwasanya Muhammad hamba dan Rasul Allah, dan bahwasanya Isa hamba dan Rasul Allah, serta Kalimah-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan Ruh dari pada-Nya, dan disamping itu beriman bahwasanya surga itu benar dan neraka itu benar, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, lepas dari amal perbuatan apa yang ia lakukan.” (HR. Muslim).

Hadits yang bersumber dari Abu Dzar, bahwa ia berkata: “Aku datang kepada Rasulullah Saw, lalu beliau berkata: “Tiada seorang hamba Allah mengucapkan “La ilaha illa Allah”, kemudian ia mati dalam keadaaan tetap dengan pernyataaannya itu, melainkan pasti masuk surga.” (HR. Muslim).

Hadits yang lainnya masih dari Abu Dzar juga menyatakan: “Sesungguhnya Allah Swt, telah mengharamkan neraka terhadap orang yang mengucapkan “La illaha illa Allah” (tiada Tuhan selain Allah) yang ia ucapkan dengan maksud demi mencari keridhaan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim) (yakni tidak dengan maksud menyelamatkan jiwa dan hartanya, sebagaimana yang dilakukan oleh kaum munafik di zaman Rasulullah Saw).

Hadits ini menerangkan tentang keutamaan kalimah tauhid, yaitu kalimah Laa Ilaaha Illallaah. Barangsiapa yang mengucapkan kalimah tersebut dengan hati yang ikhlas karena Allah, niscaya ia masuk surga, berkat kemurahan Allah dan rahmat-Nya Yang Maha luas. Terlebih lagi jika kalimah ini diucapkan di saat nafasnya yang terakhir, maka pahalanya lebih besar, dan orang yang bersangkutan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang husnul khatimah.

Dan dalam hadis yang lainnya Nabi Saw. bersabda, “Seseorang hamba yang mengucapkan Laa ilaaha illalaah (Tiada Tuhan selain Allah) seraya mengharap pahala dari Allah, kelak di hari kiamat tiada pahala yang patut diberikan kepadanya kecuali Allah mengharamkan neraka atasnya.” (HR. Bukhari).

Dikatakan demikian apabila orang yang bersangkutan telah menjadikan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sesuai dengan makna yang terkandung dalam kalimah tauhid tersebut. Dan makna yang dimaksud dengan kalimah tauhid ini ialah berikut gandengannya, yaitu Muhammadur Rasuulullah, Muhammad adalah utusan Allah.

Juga dalam hadis yang lain Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada seseorang pun bersaksi, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah utusan Allah, hal ini ia ucakan secara tulus dari lubuk hatinya, kecuali Allah mengharamkan untuk masuk neraka. Mu’adz r.a. bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah aku harus memberitahukannya kepada orang banyak sehingga mereka bergembira karenanya?” Maka Nabi saw. menjawab, “Kalau demikian niscaya mereka akan mengandalkan itu.” (HR. Syaikhan).

Jawaban dari Rasulullah Saw. ini pada lahiriahnya mengandung larangan terhadap Mu’adz ibnu Jabar untuk memberitakan hal ini kepada semua orang. Akan tetapi, kenyataannya tidak. Nabi Saw. merasa khawatir bila hal tersebut disampaikan kepada semua orang nanti banyak dari kalangan mereka yang salah pengertian, hingga akhirnya mereka hanya mengandalkan hal itu karena sesungguhnya makna yang dimaksud ialah setelah orang yang bersangkutan melaksanakan semua kewajiban yang diperintahkan oleh Allah Swt., dan setelah menjauhi semua larangan yang diharamkan-Nya, sebagai bukti dari keikhlasan hatinya.

Dari Anas R.a. Rasulullah Saw bersabda, “Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan “La illahaa illa Allah (tiada Tuhan selain Allah), selama dalam hatinya masih ada kebajikan, walaupun sebesar biji gandum.” Dan dalam hadits yang lain disebutkan, “Kebajikan merupakan salah satu pintu surga, ia dapat menghindarkan palakunya dari keburukan yang membinasakan.”

Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim terdapat sebuah hadits bersumber dari Abu Dzar bahwasanya Nabi Saw. bersabda, “Jibril datang kepadaku dan menyampaikan kepadaku suatu berita gembira, yakni barang siapa dari umatmu mati, sedang ia tidak pernah menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia akan masuk surga.” Aku bertanya, “Walaupun ia berzina dan mencuri?” Jibril menjawab. “Ya, walaupun ia berzina dan mencuri.”

Juga dalam hadits yang senada lainnya disebutkan: Dari Abu Dzarr r.a., dia berkata, “Saya pernah mendatangi Nabi, tapi ketika itu beliau tidur dan memakai kain putih. Kemudian saya mendatangi beliau lagi, dan beliau sudah bangun. Lalu beliau bersabda, “Seorang hamba Allah yang mengucapkan kalimat, “Laa ilaaha illallaah” tidak ada Tuhan selain Allah, kemudian dia mati dengan membawa kalimat itu, maka dia masuk surga.” Saya bertanya, “Walaupun dia melakukan zina dan mencuri?” Beliau menjawab, “Ya! Walaupun dia melakukan zina dan mencuri.”Saya tanyakan sampai tiga kali, dan beliau pun menjawabnya sampai tiga kali pula. Akhirnya beliau bersabda, “Suka atau tidak suka Abu Dzarr menerima ucapan ini!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam Shahih Muslim tersebut sebuah Hadits, berasal dari ash-Shanabihi yang ia riwayatkan dari “Ubadah, yang berkata, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad Rasul Allah, diharamkan oleh Allah kepadanya api neraka.” Dalam hadis yang lainnya Rasulullah Saw. bersabda, “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dengan dua kalimah syahadat itu seorang hamba tidak dapat diragukan lagi bahwa kelak (akan) menjumpai Allah dan tidak akan dihalangi untuk masuk surga.” (HR. Muslim).

Dalam hadits yang lainnya Rasulullah bersabda, “Malaikat maut mendatangi orang yang akan mati, lalu ia membelah semua anggota tubuhnya, ternyata ia tidak menemukan suatu amal baik pun padanya. Kemudian ia membelah hatinya, ternyata ia pun tidak menemukan suatu amal kebaikan pun padanya. Lalu ia membuka kedua rahangnya, ternyata ia menemukan lisannya menempel pada langit-langit mulutnya karena mengatakan, “Laa ilaaha illallaah” (Tiada Tuhan selain Allah), maka mayat mendapat ampunan berkat Kalimatul Ikhlash.” (HR. Ibnu Abud Dun-ya melalui Abu Hurairah r.a.).

Hadits-hadits tersebut di atas, yang kesemuanya memberi petunjuk dengan jelas dan gamblang bahwasanya kalimat syahadat tauhid memastikan masuk surga dan selamat dari neraka kepada orang yang mengucapkan dengan penuh keimanan. Hadits-hadiits tersebut, semuanya merupakan Hadits-hadits yang disepakati kebenarannya oleh para ahli hadits dan terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

Yang dimaksud dengan ‘masuk surga’ ialah pada akhirnya masuk surga, sesudah menjalani azab di neraka, yang patut ia terima, karena dosa-dosa yang ia lakukan. Demikian pula makna ‘selamat dari neraka’, yaitu dikeluarkan dari neraka sesudah ia menjalani hukuman azab di neraka, menurut masa yang ditentukan Allah.

Baik Yusuf Al-Qardhawi maupun Muhammad Na’im Yasin mengomentari pada hadits-hadits tersebut di atas, bahwa orang yang mati dalam tauhid, artinya dalam keadaan tetep percaya dan yakin bahwasanya “tiada Tuhan selain Allah”, berhak di sisi Allah, atas dua perkara:

Kesatu: Keselamatan dari kekekalan hidup dalam neraka, sekalipun ia mengerjakan banyak perbuatan maksiat, baik perbuatan maksiat itu bertalian dengan Allah, seperti perbuatan zina, ataupun dosa yang berkait dengan hak orang lain, seperti pencurian. Kalau ia dimasukan ke dalam neraka (karena perbuatannya itu) maka ia pasti pada suatu saat akan dikeluarkan dari neraka, selama dalam hatinya masih bersemayam iman, betapapun kecilnya.

Kedua: Kepastian masuk surga, sekalipun masuknya terlambat, tak dapat masuk bersama-sama dengan orang-orang yang paling dahulu (dalam keimanan, oleh karena mereka paling dahulu masuk surga), disebabkan azab dalam neraka yang ia harus jalani dahulu, sebagai hukumaan atas perbuataan-perbuataan maksiat yang dari padanya ia belum bertaubat, atau karena dosa-dosa yang ia perbuat tak dapat dihapus, karena satu dan lain sebab.

Dan jelaslah bahwa dengan penjelasan tersebut di atas, yang semuanya menunjukkan bahwa barangsiapa yang mati dalam keadaan bertauhid dan menjumpai Allah dengan membawa dua kalimah syahadat, maka dia akan masuk surga, walaupun pada awalnya harus masuk neraka terlebih dahulu untuk mempertanggungjawabkan kesalahan dan dosa karena kemaksiatannya. Dia tidak kekal di dalamnya, dan pada akhir dia akan masuk surga. Wallahu a’lam bish shawwab.

Drs.H.Karsidi Diningrat, M.Ag

* Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung
* Wakil Ketua Majelis Pendidikan PB Al Washliyah.
* Mantan Ketua PW Al Washliyah Jawa Barat.
* Penulis Bidang Rohani poskota.co

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *