JAKARTA–Seorang pria berinisial SH (28) ditangkap penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya (PMJ). Pria tersebut diduga melakukan peretasan server pulsa provider Smartfren yang merugikan perusahaan itu hingga Rp350 juta.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus)Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menyebutkan, kasus berawal saat pelapor Asep Kusnaedi selalu kuasa dari PT. Smartfren Telecom, Tbk menemukan adanya tindak pidana. Pada tanggal 25 Juni – 10 Juli 2024, Tim NOC (Network Operation Center) Smartfren menemukan adanya transaksi top up (isi ulang) pulsa anomali melalui server eload.
“Dilakukan secara berturut hingga 10 Juli 2024 yang kemudian merugikan PT. Smartfren Telecom, Tbk sebesar Rp350 juta,” kata Kombes Ade Safri, Kamis (19/8/2024). Atas temuan itu pelapor mendatangi SPKT Polda Metro Jaya untuk melaporkan kasus tersebut dengan nomor laporan LP/B/3957/VII/2024/SPKT/Polda Metro Jaya pada 12 Juli 2024.
Pada Senin (26/8/2024) berdasarkan surat izin penyitaan dan penggeledahan dari PN Bekasi Kota, penyidik Unit 5 Subdit Tipidsiber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan. Penyidik menyita sejumlah barang bukti terkait dugaan tindak pidana yang terjadi di kediaman tersangka SH di Jalan Narogong Molek, RT/RW, 001/019, Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi.
Dari hasil pemeriksaan terhadap SH menurut Kombes Ade Safri, tersangka mengakui bahwa pada tanggal 3 Juli 2024, ia telah melakukan top up (isi ulang) pulsa ke MSISDN 088211582473 miliknya secara ilegal melalui peretasan terhadap server eload milik PT. Smartfren Telecom, Tbk.
Dikatakan Kombes Ade Safri, pihaknya telah menyita satu buah ponsel, satu kartu SIM perdana Smartfren, satu unit laptop dan satu buah email.
Penyidik menjerat tersangka dengan pasal 30 ayat (1) jo pasal 46 ayat (1) dan/ atau pasal 32 ayat (1) jo pasal 48 ayat (1) dan/atau pasal 35 jo pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ini sebagaimana yg dirubah terakhir dengan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan maksimal hukuman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp12 miliar.(Omi)
Komentar