JAKARTA – Di pengujung masa baktinya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi meminta sinkronisasi perizinan usaha antara pusat dan daerah. Pasalnya, dengan adanya tumpang tindih perizinan tersebut menyebabkan mendorong terjadinya penyalahgunaan bangunan rumah tinggal menjadi tempat seperti kafe, restoran, salon, dan lainnya.
Karena saking menjamurnya penyalahgunaan bangunan tersebut sehingga aktivitasnya mulai mengganggu lingkungan. “Banyak warga yang mengeluhkan usaha kafe di permukiman mereka. Paling banyak terjadi di kawasan Jakarta Selatan,” kata Prasetyo di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (12/8). Untuk itu, ia meminta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) mengecek seluruh izin usaha di Jakarta.
Hal tersebut disampaikan Prasetyo karena banyak pengaduan masyarakat yang mengeluhkan terganggunya kenyamanan warga di pemukiman akibat perubahan fungsi rumah tinggal menjadi tempat usaha, utamanya kuliner seperti restoran dan kafe. Bahkan tidak sedikit kafe yang menyajikan hiburan mudik dengan suara keras sehingga mengganggu warga di permukiman.
Selain gaduh dan bising, gangguan yang dikeluhkan warga berupa tersumbatnya saluran air hingga parkir liar di depan rumah warga. “Kita sebagai pemerintah daerah perlu tahu dan menegakkan aturan. Jangan rumah peruntukan bukan komersil tapi dijadikan komersil dan ini jumlahnya sudah banyak sekali. Tapi herannya ada beberapa tempat usaha di permukiman yang punya izin,” kritik politisi PDIP yang mana masa jabatannya sebagai wakil rakyat Jakarta akan berakhir pada tanggal 26 Agustus 2024.
Ia mengungkapkan, alih fungsi rumah menjadi kafe juga diakibatkan karena pemilik usaha mengajukan izin melalui Online Single Submission (OSS) yang tidak sinkron dengan sistem milik DPMPTSP. “Banyak sekali kebijakan pemerintah pusat yang tidak koordinasi dengan pemerintah daerah yang namanya OSS. Akhirnya, tempat usaha seperti di Tulodong, Melawai, Kemang, sekarang dikasih portal,” tandas Pras yang menjabat ketua DPRD sebanyak dua periode.
Beberapa waktu lalu, DPRD DKI Jakarta menerima audiensi antara kelompok pemilik usaha dengan warga Jalan Tulodong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ketika itu, warga mengeluhkan kemacetan, kebisingan, dan pencemaran saluran air. Kondisi tersebut diduga akibat aktivitas usaha kuliner yang menjamur di kawasan itu.
Banyak pengunjung yang parkir kendaraan di bahu jalan ataupun sekitar halaman rumah warga. Akibatnya, warga terganggu. Selain itu, DPRD juga pernah menggelar audiensi antarpemilik usaha di Jalan Wijaya, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Juni 2024 dengan kasus serupa. (jo)
Komentar