oleh

Bakal Susah Perpanjang HGB, Kisruh Pengelolaan Rusunami City Park Membuat Warga Terus Jadi Korban

JAKARTA – Kisruh pengelolaan yang terjadi antara Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) dengan pengembang terkait masalah pengelolaan Rusunami City Park, Cengkareng, Jakarta Barat, terus berlanjut. Di mana pihak pengembang masih mempertahankan kios-kios dan sempat mendatangi pengelola sambil melakukan intimidasi.

Seperti diketahui, permasalahan yang kini muncul adalah, pihak pengembang ingin mengambil alih kembali dengan merebut fasilitas sosial kios yang berada di kawasan Rusunami City Park, yang kini diurus oleh PPPSRS. Stiker pemberitahuan juga ditempelkan di sejumlah kios yang ada bahwa kepemilikan kios milik perusahaan pengembang.

Irawadi Harahap, kuasa hukum Djie Sun Ong selaku Plt. Ketua PPPSRS menjelaskan, kios yang berada di kawasan Rusunami City Park jika dilihat dari fungsi atau kegunaannya merupakan fasilitas sosial. Terlebih, PPPSRS ini sudah terbentuk sejak 2012, otomatis pengelolaan itu harus diserahkan kepada PPPSRS.

“Tapi faktanya pelaku pembangunan tidak mau menyerahkan pengelolan itu kepada PPPSRS sampai hari ini. Hak milik dia yang harus dikuasai atas nama badan hukum PT RRAA, dan terakhir dia datang melakukan penyerangan mau mengambil alih yang menurut mereka tentang fasos, sementara hak miliknya ini tadi kalau dilihat dari fungsi atau kegunaan masuk dalam kualifikasi fasos,” kata Irawadi, Rabu (10/7).

Irawadi mengatakan, PPPSRS City Park pertama kalinya terbentuk di rusunami city park pada tanggal 8 Desember 2012 dan mendapat pengesahan sebagai badan hukum dari Gubernur Jakarta tanggal 18 April 2013. Dalam pengelolaannya, Irwadi juga menegaskan dalam Pergub 132 dan 133 dijelaskan bahwa, pelaku pembangunan memiliki kewajiban kepada PPPSRS.

“Jadi PPPSRS inilah yang diberikan kewenangan untuk mengelola rusunami atau apartemen. Berhak dia miliki itu adalah unit-unit yang ada di rusunami. Pemerintah memberikan itu pada dia biar bisa menjual sehingga diberikan itu sertifikat hak guna bangunan kalau tanpa itu tidak bisa menjual. Jadi pergub 132, pergub 133 di sini sudah dijelaskan semua apa yang menjadi kewajiban dia kepada PPPSRS.” ujar Irawadi.

Sementara itu, Pranata Ginting, warga rusunami City Park menambahkaan, akibat perseteruan yang terjadi antara PPPSRS dengan pengembang, berdampak terhadap warga rusunami yang ingin mengurus perpanjangan hak guna bangunan yang sudah mau habis. Pihak pengembang yang masih memegang administrasi lama yang belum diserah terimakan kepada pihak badan pengelola (PPPSRS) yang sekarang.

“Warga sebenarnya berharap titik perdamaian antara PPPSRS yang ada dengan PT RRAA ketemu di titik tengah supaya biar masalahnya clear. Karena HGB City Park sudah mau habis, kita sebagai pemilik unit berfikir bagaimana kita nanti mau memperpanjang HGB nya City Park sementara itu hal yang paling penting dilakukan untuk saat ini” ujar Pranata.

Meski sudah dilakukan beberapa kali mediasi atas permasalahan yang terjadi diantara kedua belah pihak, oleh pihak Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta, namun tidak membuahkan hasil. Warga pun berharap kedua pihak menemukan titik tengah, agar permasalahan yang terjadi tidak berdampak kepada mereka.

Selain itu, pengelolaan rusunami yang sebelumnya dipegang oleh pihak pengembang banyak dikeluhkan oleh warga. Sebelum berganti pengelolaan kepada PPPSRS, warga rusunami tidak dapat menggunakan air bersih, mereka menggunakan air kali yang disuling untuk keperluan sehari harinya. Namun, setelah berganti pengelolaan kepada PPPSRS, kini air PAM dapat masuk kawasan rusunami City Park. (Ifand)

Foto : Suasana di Rusunami City Park, Cengkareng, Jakarta Barat. (Ist)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *