oleh

Antara Video Trio Ikan Asin dan Sugi Nur, Refly Harun Bisa Kena

POSKOTA.CO – Dari pengalaman sekilas meliput kegiatan di pengadilan negeri, saya mengenal dua istilah hukum yakni “yurisprodensi” dan “preseden”. Yurisprodensi adalah “putusan yang menjadi acuan”. Sedangkan preseden adalah “konsistensi satu putusan dengan putusan lain”.

Dari segi teori dan praktek, yurisprudensi telah diterima sebagai salah satu sumber hukum, baik dalam sistem hukum “civil law” maupun “common law”.

Berpegang ada dua istilah itu kita akan membandingkan kasus “Trio Ikan Asin” dan Sugi Nur yang ditangkap atas laporan rekan-rekan NU atas dugaan penghinaan di Youtube dalam wawancara dengan Refly Harun.

Dalam kasus ” video ikan asin” – Fairuz A. Rafiq melaporkan kasus pencemaran baik dalam video berkonten asusila dan merasa dilecehkan pada 1 Juli 2019 ke Polda Metro Jaya. Dalam video berdurasi 32 menit itu, Rey Utami menjadi pembawa acara yang melontarkan sejumlah pertanyaan kepada Galih.

Pada akhirnya bukan hanya Galih Ginanjar yang dilaporkan melainkan juga Rey Utami dan suaminya, Pablo Benua karena memiliki peran dalam video yang mengungkap area privacy itu. Pablo Benua berperan sebagai pemilik akun YouTube dengan nama Official Rey Utami dan Benua Channel.

Atas perbuatan tersebut, ketiganya dijerat Pasal 27 Ayat 1, Ayat 3 Jo Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 310, Pasal 311 KUHP dengan ancaman hukumannya lebih dari enam tahun penjara.

Dakwaan kedua masuk dalam Pasal Penghinaan melalui Media Elektronik, yakni Pasal 51 ayat 2 jo Pasal 36 jo Pasal 27 ayat 3. Subsider Pasal 45 ayat 3 juncto Pasal 27 ayat 3. Terakhir, dakwaan ketiga tentang Pencemaran Nama Baik melalui Media Elektronik Pasal 310 ayat 2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selanjutnya JPU telah menjatuhkan tuntutan yang berbeda-beda kepada tiga terdakwa. Untuk Pablo Benua, jaksa menuntut selama 2,5 tahun penjara dengan dikurangi masa penahanan. Sedangkan untuk Rey Utami, jaksa menuntutnya 2 tahun penjara dengan dikurangi masa penahanan.

“Terdakwa tiga Galih Ginanjar selama tiga tahun enam bulan,” kata jaksa Donny saat bacakan tuntutan di PN Jakarta Selatan, Ampera Raya, Senin (23/3/2020). Kepada ketiganya dikenai denda yang sama, yakni Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan penjara.

DALAM kasus terbaru, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskim Polri telah menangkap Sugik Nur Rahardja atas dugaan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA dalam sebuah akun YouTube pada tanggal 16 Oktober 2020.

Dia dilaporkan, antara lain, oleh Ketua Pengurus Nahdlatul Ulama (NU) Cabang Cirebon Aziz Hakim ke Bareskrim Polri .
Pemicu laporan tersebut bermula dari celoteh Sugik Nur lewat saluran Youtube milik ahli hukum dan tata negara Refly Harun berjudul: “Setengah Jam Bersama Gus Nur, Isinya Kritik Pedas Semua!”

Dalam video tersebut, antara lain, Sugik Nur mengibaratkan NU sebagai sebuah kendaraan bus yang sopir dan kernetnya mabuk bin ugal-ugalan. Ia menyebut isi bus itu berisi liberal dan komunis.

Tak ayal, penceramah yang suka bicara kasar dan kotor itu pun kembali memancing kemarahan kaum NU. Sebelumnya dia juga sudah berkasus sejenis dan masuk pengadilan. Mari mengkaji persamaan dua kasus di atas, yakni sama sama wawancara dan sama sama tayang di jejaring Youtube.

Baik Galih Ginanjar maupun Sugik Nur sama sama melontarkan pernyataan yang menghina dan merendahkan pihak lain yang menimbulkan ketersingggungan. Dalam kasus “Trio Ikan Asin”, yang dikenai pidana bukan hanya narasumber yang diwawancara melainkan juga pewawancara dan pemilik channel.

Maka mengacu pada ‘yurisprodensi’ dan ‘preseden’ pada kasus serupa kita berharap bahwa si pewawancara dan pembuat konten – dalam hal ini Refly Harun Channel – juga seharusnya ditangkap dan dipidanakan. Sesuai azas kesetaraan dan keadilan bahwa hukum berlaku bagi semua yang melanggar. Tanpa kecuali. (supriyanto)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *