POSKOTA.CO – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar punya kebiasaan nyimeng (ngisep ganja) dan menelan ineks (ektasi) sebelum melakukan transaksi hukum.
Dugaan kebiasaan memakai narkoba dalam melakukann transaksi perkara, kini mulai didalami pihak kepolisian bersama kejaksaan. “Hasil pemeriksaan akan kami ungkapkan di publik nanti,” ungkap seorang pejabat di kepolisian.
Chairun Nisa, anggota Komisi II DPR asal Fraksi Partai Golkar dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, mengungkapkan, tawar-menawar soal perkara melalui layanan pesan singkat.
Wakil rakyat yang juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama menjadi saksi untuk terdakwa bupati terpilih Gunung Mas Hambit Bintih dan keponakannya, Cornelis Nalau, yang juga bendahara tim sukses Hambit. Keduanya didakwa menyuap Akil Mochtar agar Akil menolak permohonan gugatan pilkada Gunung Mas.
Sebelumnya diketahui bahwa Akil melalui Chairun Nisa telah meminta 3 ton emas alias Rp3 miliar dalam bentuk dolar AS sebagai ongkos pengurusan perkara pilkada Gunung Mas.
Komunikasi lewat SMS tersebut dilakukan dalam pertemuan pada 26 September di Hotel Borobudur yang dihadiri Hambit dan Cornelis dan Chairun Nisa bersama suaminya.
“Tapi Pak Akil tidak setuju, intinya tidak bisa kurang, kemudian saya jawab iya,” jelas Chairun. Jaksa KPK Pulung Rinandoro kemudian mencecar Chairun Nisa mengapa dapat menyebut Rp2,5 miliar.
“Anda mengatakan Rp2,5 miliar itu untuk Palangka Raya, lalu Pak Akil mengatakan itu diskon, benar?” tanya jaksa KPK Pulung Rinandoro.
“Saya lupa, saya hanya menebak saja,” jawab Chairun Nisa.
“Saya bacakan SMS-nya Walikota Palangka Raya dua ton kemudian dijawab Pak Akil Itu kan perjuangan umat, jadi diskon, ini yang lebih kaya dari Palangka Raya tiga ton malah kurang loh, Anda tahu juga tahu Palangkaraya memberikan uang?” cecar jaksa Pulung.
“Saya tidak menyaksikan, hanya dengar rumor saja dari teman-teman saya di Palangka Raya, saya tidak tahu apa benar diskon,” jawab Chairun Nisa.
Hambit akhirnya memerintahkan Cornelis untuk menyiapkan dana yang diminta, Cornelis pun bersedia. Pemberian uang Rp3 miliar tersebut kemudian dilakukan pada 2 Oktober di bandara Palangka Raya.
“Pak Hambit mengatakan dana sudah siap di Cornelis, Pak Cornelis sudah berangkat ke Jakarta, dan Pak Hambit minta tolong Ibu tolong temani Pak Cornelis,” ungkap Cornelis.
Namun Hambit mengatakan keberatan terhadap kesaksian Chairun Nisa tersebut. “Saya keberatan dengan keterangan saksi saat pertemuan di (hotel) Borobudur, saya tanya setelah Ibu memperlihatkan SMS dari Pak Akil tentang Rp3 miliar itu, saya katakan Rp500 juta ya bu? Ibu yang mengatakan mana ada Rp500 juta itu?,” kata Hambit.
Hambit mengakui bahwa ia meminta Chairun Nisa agar melakukan tawar menawar dengan Akil. “Saya katakan coba bisa tawar bu? Sementara menunggu dijawab Pak Akil, kita ngobrol sana sini, termasuk saya tanya memang semua setor? Jawab ibu walikota saja Rp2 miliar, (bupati) Barito Utara Rp4 miliar-Rp5 miliar, itu pernyataannya,” ungkap Hambit.
Walikota yang dimaksud adalah Walikota Palangka Raya terpilih Riban Satia yang juga pernah diantarkan Chairun Nisa untuk bersilaturahmi dengan Akil.
“Pak Riban pernah meminta tolong untuk silaturahmi dengan Pak Akil, kemudian kami bertemu di rumah dinas Pak Akil,” kata Chairun Nisa.
Riban Satia pada pilkada Juni 2013 berhasil memenangkan pilkada kota Palangka Raya dengan perolehan suara 31,52 persen dan didukung oleh gabungan tujuh partai yang salah satunya adalah Partai Golkar.
“Pertemuan itu dilakukan sebelum Riban ditetapkan sebagai pemenang,” ungkap Chairun Nisa.
Pengacara Hambit kemudian mencecar Chairun Nisa. “Memangnya terbiasa kalau ada pemenang walikota dan bupati silaturahmi ke Akil?” tanya pengacara.
“Tidak, hanya silaturahmi tapi ada juga pembicaraan menyangkut pilkada lain,” ungkap Chairun.
“Apakah juga pernah bertemu dengan Pak Rusli dan Pak Akil juga yang isinya ada bicarakan permohonan kepada Akil agar membantu 11 kota dan kabupaten di Kalimantan Tengah yang akan melakukan pilkada 2013?” tanya pengacara.
“Saya tidak pernah selain mengantarkan Pak Riban ke Pak Akil ke rumah,” tegas Chairun Nisa.
Dalam perkara ini Hambit Bintih dan Cornelis Nalau didakwa memberikan uang Rp3,075 miliar kepada Akil Mochtar dan anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Chairun Nisa dan didakwa pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang memberikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan perkara dengan ancaman penjara 3-15 tahun dan denda Rp150-750 juta. (udin)
Komentar