oleh

Copy Bilyet Giro Dijadikan Alat Menahan Andreas

Palu penentu nasib manusia
Palu penentu nasib manusia

POSKOTA.CO – Sidang lanjutan perkara penipuan dan penggelapan terhadap terdakwa Andreas di PN kelas I A Bandung, pada Kamis 13 Februari 2013 masih mendengarkan keterangan saksi. Kali ini yang dihadirkan dari pihak Bank International Indonesia (BII), dan saksi dari pihak terdakwa Winda Astriani.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), menghadirkan Ineu Fermanikam yang merupakan staf dari Bank BII. Dalam keterangannya, Ineu sempat terlihat bingung dan menjawab mengambang saat kuasa hukum Andreas, Wilmar Sitorus menanyakan apakah layak dijelaskan bila penyidikan hanya menggunakan foto copy Bilyet Giro (BG).

Sekitar tiga menit, saksi terlihat kebingungan tak memberi jawaban pasti dan hanya memandangi kuasa hukum terdakwa. “Tolong jawab, apakah bisa seseorang minta penjelasan hanya dengan sebuah foto copy BG?” cecar Wilmar.

Hakim akhirnya menengahi dengan meminta JPU bekerja lebih profesional dan teliti sebelum memutuskan pemberkasan kasus ini lengkap untuk menjadi P-21. “Untuk jaksa jangan dibiarkan penyidik tidak profesional. Masa penyidik memberikan barang bukti yang tidak asli,” kata Hakim Ketua Heri.

Seperti diketahui, berawal dari foto copy BG inilah Andreas kemudian ditetapkan menjadi tersangka dan kemudian ditahan. “Secara hukum, foto copy BG inilah yang menjadikan klien kami menjadi tersangka,” kata Wilmar.

Dalam persidangan itu juga terungkap keganjilan lain di antaranya terkait adanya beberapa kali kliring dalam kurun akhir September 2013 hingga Oktober. Padahal, pada 13 September 2013, BG sudah menjadi sitaan penyidik Polrestabes Bandung.

Di sidang itu, ineu juga menjelaskan perihal penolakan kliring terkait belum dipenuhinya syarat formal serta saldo tidak cukup. Namun, saksi bimbang saat ditanya dari mana ia tahu saldo tersebut kosong.

Sementara saksi lain, Winda yang dimintai keterangannya mengaku tak tahu menahu perihal keuangan lantaran ia hanya bertugas sebagai administrasi penerimaan dan pemasukan barang pesanan. “Soal keuangan semua ditangani pak Andreas,” terangnya.

Wanita yang sudah bekerja sejak 2006 tersebut selanjutnya mengaku mengetahui kasus ini bermula sejak Agustus 2013. Ia juga tahu saat terjadi pengambilan paksa barang dari gudang di Jl Otista nomor 38. “Saya melihat pak dari seberang. Saya melihat Tan Dedi dan Tio Hermawan,” katanya.

Dijelaskan juga, ia mengetahui barang kiriman dari CV Bintang Mas ke Andreas senilai Rp4,6 miliar. Dan diakui, barang tersebut sudah terjual sebesar Rp1 miliar. Namun, ia mengaku heran saat Tan Dedi mengambil barang senilai Rp20 miliar. “Padahal barang itu bukan hanya milik CV Bintang Mas saja,” katanya.

Keterangan kemudian dikejar hakim dari mana saksi mengetahui total uang barang yang diambil senilai Rp20 miliar tersebut. Winda mengatakan, karena berdasarkan catatan keluar masuknya barang sesuai nota penjualan. (tim)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *