oleh

Pengen Ikut Pilkada? Jangan Berpikir ‘Balik Modal’

SALAH satu tolok ukur keberhasilan kepala daerah ( bupati/wali kota/gubernur) secara politik adalah seberapa banyak kursi di parlemen (DPD/DPRD kabupaten/kota/DPRD  provinsi/DPR RI) untuk partai pengusung dan juga partai pendukung.

Jika kursi di parlemen itu terdongkrak atau bertambah, bisakah si petahana dicalonkan kembali di pilkada berikutnya? Belum tentu,  mas bro.

Ingat, untuk bisa maju atau maju kembali ke Pilkada perlu ada rekomendasi dari partai pengusung (dan juga pendukung). Untuk dapat rekomendasi partai,  perlu mahar politik. Nilainya? Ya miliaranlah. Bisa belasan, bisa juga puluhan.

Ini cuma satu contoh saja. Bupati Jember Faida saat menjadi panelis dalam acara webinar dengan topik perempuan sebagai kepala daerah, di Pendapa Wahyawibawagraha, Kabupaten Jember, Jawa Timur, 25 Agustus 2020, mengatakan, perlu bermiliar-miliar untuk bisa mengatakan rekom partai.

Belum lagi dihadapkan pada ongkos politik lainnya, kampanye misalnya. Jadi jika untuk bisa jadi kepala daerah perlu dana puluhan milyar, lantas bagaimana mereka bisa balik modal? Ngandelin gaji?

Ini satu contoh lagi. Radarmadura.id dalam satu beritanya menulis, gaji dan tunjangan Bupati Sampang setahunnya  Rp568 juta. Jika dihitung lima tahun, berarti gaji Bupati Sampang hanya Rp2,8 miliar. Gaji dan tunjangan bupati di daerah lain pastinya juga sekitar itu, antara Rp2,5-3 miliar selama lima tahun atau satu periode jabatannya. Bisa buat balik modal? Jauh panggang dari api. Nebus rekom aja jauh lebih dari itu.

Kompas.com pada 7 Agustus 2020 menulis, sejak pilkada langsung digelar pada 2005 sudah ada 300 kepala daerah yang ‘dicokok’ KPK. Adakah ini hubungannya dengan ongkos politik yang mahal di pilkada?  Anda pasti dah tahu kan jawabannya?

Mungkin nggak sih ya pada pilkada-pilkada berikutnya, justru partailah yang ‘menyunting’ calon kepala daerah dan membiayai semua dana pilkada? Biar si kepala daerah nggak mikirin lagi bagaimana caranya balik modal?

Pada 9 Desember mendatang ada 270 pilkada serentak,  masing- masing di 9 provinsi, 224 kabupaten dan 27 kota. Apakah fenomena banyaknya kepala daerah yang tertangkap KPK akan terulang kembali? Kita tunggu saja…. (agus suzana)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *