oleh

Bro Tio, di Sini Supriyanto Martosuwito, Tetap Mendukungmu

POSKOTA.CO – Ada satu masa ketika saya dan Tio Pakusadewo menekuni hobi yang sama yaitu memotret. Kami memproses dan mencetak foto di studio yang sama yaitu di Rapico di Menteng, Jakarta Pusat. Seberang stadion, dekat resto steak Black Angus.

Masa itu saya ngetop di sana karena model model saya cantik dan seksi . Semlohei dan membangkitkan libido operator studio yang nyuci film dan nyetak. Sementara Tio banyak memotret model remaja. Kami sama sama pakai film seleloid 135 mm dari Kodak, Fuji atau Konika. Ada Sakura Film juga. Sesekali pakai ectachrome (film positif)

Masa itu dia belum gabung dengan Ryan Hidayat dan Onky Alexander – menjadi model dan bintang film terkenal dan kini jadi aktor kawakan. Kelas Citra dan festival film bergengsi lainnya.

Sebaga pemotret artis, saya pernah menyatroni studio satu majalah remaja di Jl Salemba Tengah, dan memergokinya saat dia memotret Zara Zettira – yang kemudian dikenal sebagai penulis skrip sinetron dan kini menjadi buzzer kadrun – pendukung kubu oposan.

Masa masa itu kami sama sama ganteng. Serius. Sedikit bedanya, dia ganteng sekali – sedangkan saya cuma “agak”. Dapat tularan kalau mepet sama yang ganteng beneran. Tio Pakusadewo gantengnya awet – sedangkan Supriyanto cuma sebentar. Nyaris kini tak ada bekasnya.

Susetyo Pakusadewo adalah aktor yang main di 77 judul film, puluhan judul sinetron, tiga video klip, mendapat dua piala Citra FFI. Debutnya dimulai sejak 1987 di film “Bilur bilur Penyesalan” bersama Sophia Latjuba dan Rano Karno, dari sutradra Nasri Cheppy.

Meraih piala Citra FFI pertama di tahun 1991 lewat aktingnya bareng Nia Zulkarnain di film “Lagu untuk Seruni” (sutrd. Labes Widar), menyusul film “Identitas” (2009). Terakhir dapat tiga nominasi di Usmar Ismail Award (UIA) dimana saya jadi salahsatu jurinya dan dia menyabet gelar Aktor Terbaik lewat film “Surat dari Praha” (2017)

Tio Pakusadewo masih suting sampai tahun 2020 ini ketika Ryan Hidayat sudah meninggal dunia (1997) dan Onky Alexander entah kemana, setelah menikah dengan Paula Ayusthina Saroinsong, tangan kanan mbak Tutut.

Dekade 1990an adalah masa kami bertualang dan melakukan banyak hal, selain berkarya dan menekuni profesi. Tak usah diceritakan rinciannya. Tapi yang bisa saya sampaikan saya tidak pernah menyentuh narkoba. Demi Allah.

Sebagai jurnalis media hiburan saya larut dalam kehidupan hedon mereka. Dugem, mabuk, check in sama anak anak baru – pokoknya segala macam yang ngawur lainnya. Tapi tidak narkoba! Untuk satu ini maaf saya harus memuji diri sendiri: saya “bersih”.

Saya tidak mau menghakimi artis yang “make” narkoba. Artis dan narkoba adalah teman selapik seketiduran. Kata Ahmad Dhani, dedengkot grup Dewa, “Anak anak Dewa semua pernah pake. Cuma ada yang sekedar nyobain, ada yang kebablasan, ” katanya .

Dia menyebut Ari Lasso yang “kebablasan” sampai duduk di kursi sepanjang konser – karena tak kuat berdiri (kelewat teler) hingga akhirnya dikeluarkan dari grup Dewa 19. “Waktu habis ngeluarin dia, saya nangis, ” kata Dani. Untungnya Ari Lasso bisa sembuh dan bangkit kembali.

Nampak Tio Pakusadewo masih kesulitan. Seperti juga Fariz RM . Masing masingnya sampai dua kali ditangkap aparat. Dia baru ketangkep lagi di Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (14/4/2020). Yang bisa saya sampaikan saat ini hanya ikut prihatin. (Ketularan SBY, euy!)

Semoga bisa melewatinya, ya, Bro. Kamu dulu model remaja ganteng, bintang film tampan dan aktor hebat. Jejak aktingmu memukau para juri festival film. Peran tunggalmu sebagai Bung Karno di film doku drama “Pancasila: Cita cita dan Realita” (2016) luar biasa.

Semoga kamu cepat kembali berakting di depan kamera. Berkarya lagi seperti Al Pachino, Robert DeNiro dan Slamet Rahardjo. Bro Tio, di sini Supriyanto Martosuwito – tetap mendukungmu. (***)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *