oleh

MEMANUSIAKAN MANUSIA AGAR SEMAKIN MANUSIAWINYA HIDUP MANUSIA

 

Brigjen Pol Crisnanda Dwi Laksana

POSKOTA.CO – Hidup untuk apa? Mengapa diberi hidup dan kehidupan? Tatkala hidup menjadi benalu tentu merusak bahkan dapat mematikan sesamanya. Etika, norma, moral, hukum dibuat sebagai taman-taman aturan dan pagar-pagar kesepakatan agar ada suatu tatanan harmoni dalam suatu kehidupan. Namun hidup tidak seindah dan semudah kalimat-kalimat puitis yang enak didengar. Hidup adalah perjuangan yang memerlukan kegigihan untuk mengatasi dan menaklukkanya. Hidup ini sebuah kengerian sekaligus harapan. Kengerian dalam hidup begitu besar dari membuka mata sampai dengan menutup mata berbagai hal yang dialami.

Sang Budha Gautama yang melihat hidup tidak hanya kenikmatan dan kesenangan, maka ia sadar bagaimana manusia mampu mengatasi sakit, menjadi tua dan kematian. Siapa pun atau apa pun yang hidup akan mengalami hal itu. Hidup memang singkat, orang Jawa mengatakan, sesingkat mampir ngombe. Sekadar numpang minum. Tatkala kita meminum air kehidupan maka kita akan mampu bertahan hidup bahkan memberi kehidupan. Namun sebaliknya jika kita salah meminum racun, hidup kita malah bisa mematikan sesama menjadi benalu yang meresahkan bahkan merugikan.

Hidup ini bagai sebuah orkestra yang idealnya ada harmoni di kanan-kirinya. Ada nada-nada indah bahkan suara lembut yang menjadi suatu maha karya bagi manusia untuk diteruskan generasi-generasi berikutnya. Namun ada kala sebaliknya, di daam orkestra ini terjadi disharmoni saling serang saling hujat. Dirigen kebingungan mengatasi. Ada pemain alat tiup memaksakan kepada pemain alat petik. Pemain alat pukul ingin mendominasi, sang penyanyi memainkan suaranya sesuka hati. Orkestra menajdi kacau seolah menajdi pembuka jalan kematian. Tiada lagi tatanan kesepakatan atau malah nada dan aransemen saling menjatuhkan. Ini semua bagai moralitas yang membelenggu dan tidak mencerdaskan. Isinya hanya boleh dan tidak boleh. Bagus dan tidak bagus. Oke dan tidak oke. Semua sarat kekacauan sarat keributan.

Di sinilah seni menajdi jembatan mengembalikan kewarasan. Seni mengendalikan diri, seni menghomati dan memahami orang lain, serta seni mengharmonikan hidup dan kehidupan. Seni ini akan juga mampu merawat taman-taman etika, norma dan moral sebagai pagar-pagar hidup yang saling menghidupi. Hidup yang pendek tidak sebatas untuk dirinya tetapi juga bagi sesamanya. Urip iku urup urip lan nguripi. Hidup yang memberi kehidupan akan semakin manusiawinya hidup manusia. (*)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *