POSKOTA.CO – Kata orang, sejarah berulang. Tak terkecuali dalam sepakbola. Lihat saja, negara juara Piala Dunia terus berulang kembali ke negara-negara yang pernah meraihnya. Di Piala Dunia 2014 ini yang lolos ke perempat final hanya Belgia, Columbia, Costa Rica dan Belanda yang belum pernah merasakan mangangkat trofi Piala Dunia.
Selebihnya, Brazil, Perancis, Argentina, Jerman sudah langganan menjadi juara dunia. Dan kemungkinan empat negara terakhir ini yang akan mengangkat trofi Piala Dunia 2014. Andai bukan, ini kejutan tersendiri, dan bisa dipastikan negara peraih trofi sebagai juara baru itu akan mengikuti tradisi juara dimasa mendatang.
Hal yang juga sering terulang, banyak gol di Piala Dunia yang mirip prosesnya dengan yang pernah terjadi sebelumnya. Salah satunya gol Di Maria di menit perpanjangan, tepatnya menit 118 ke gawang Swiss.
Dalam laga 16 besar yang digelar Selasa (1/7) WIB di Stadion Arena Sao Paulo itu, proses gol itu mirip dengan yang pernah dibuat penyerang Claudio Caniggia di Piala Dunia 1990 Italia.
Di Piala Dunia 1990, saat itu Argentina menyandang status juara bertahan. Namun dalam melaju ke perempat final, Argentina terseok-seok dan sama sekali tidak diunggulkan melawan Brazil.
Dan memang, sepanjang laga, gawang Argentina dibombardir oleh Brazil, hanya karena tidak beruntung saja Argentina tidak kebobolan. Juga karena kehebatan kiper Argentina saat itu, yang juga dikenal ‘raja penakluk penalti’, Sergio Goycochea.
Laga Argentina vs Brazil saat itu seolah bakal memasuki extra time. Namun setelah menit 80 keadaan berubah. Maha bintang Maradona tetaplah maha bintang, meski sepanjang 80 menit ditekan.
Dengan ketrampilan tinggi Maradona membawa bola di lapangan tengah, hal ini membuat magnet tersendiri bagi para pemain belakang Brazil. Tiga pemain Brazil Mengepungnya, sehingga Caniggia yang ada disayap kiri Maradona tak terjaga. Caniggia berteriak-teriak minta dikirim bola sambil memanggil nama Maradona, “Diego…Diego…Diego….”
Ketika Maradona lolos dari tiga hadangan tiga pemain Brazil, ia melepas umpan kepada Caniggia yang tak terkawal. Dengan sedikit kontrol dan gerakan ‘licik’, Caniggia memperdaya kiper terbaik Brazil saat itu, Cláudio Taffarel.
Setelah itu waktu seolah habis bagi Brazil, dan kedudukan 1 – 0 untuk Argentina tak berubah sampai peluit dibunyikan. Brazil tersingkir, tim Samba menangis.
Demikian juga gol Di Maria tadi malam.
Argentina menemui kebuntuan sampai waktu extra time. Bahkan banyak yang mengira laga itu bakal diakhiri dengan drama adu penalti. Namun di menit 117, kebintangan Messi bersinar, ia berhasil membawa bola sendirian dari lapangan tengah, lalu melepas umpan kepada Di Maria yang tak terjaga di sisi kanannya, dan dengan tendangan keras Di Maria, lahirlah gol ! Argentina menyingkirkan Swiss, dan Xherdan Shaqiri dkk menangis.
Yang menarik dari dua gol itu, saat itu baik Maradona maupun Caniggia sama-sama memperkuat liga sebuah negara : di Seri A Italia. Maradona di Napoli, dipuja bak dewa. Dan Caniggia memperkuat Atalanta BC. Belakangan club Atalanta BC memang tak pernah tampil di Seri A.
Sementara baik Messi dan Di Maria, sama-sama memperkuat liga sebuah negara : di La Liga Spanyol. Messi memperkuat Barcelona dan Di Maria memperkuat Real Madrid.
Di Piala Dunia 1990 Argentina akhirnya melaju sampai ke final setelah menghempaskan Italia di semi final lewat adu penalti.
Dan di final Argentina bertemu Jerman, namun kalah oleh gol tunggal penalti Andreas Brehme yang kontroversial, setelah Rudi Voeller melakukan diving di kotak penalti Argentina.
Apakah di Piala Dunia 2014 ini Argentina juga akan kandas sampai di final saja, (dan bertemu Jerman?) Kita lihat saja. Yang jelas keduanya sangat mungkin bertemu di final jika keduanya lolos melewati perempat final dan semi final.
Sekadar catatan menarik, dan sedikit kilas balik ke Piala Dunia 1990. Di Piala Dunia 1990 memang banyak drama. Ketika Argentina bertemu Brazil di perempat final tersebut, Maradona harus menghadapi palang pintu tangguh Brazil yang sama-sama memperkuat Napoli bersama Maradona, yaitu Alemão.
Sementara striker Brazil saat itu adalah Careca, juga merupakan sahabat Maradona karena sama-sama memperkuat Napoli. Di Napoli Careca sering membuat gol oleh umpan-umpan manja Maradona.
Usai laga dramatis itu, Maradona, Careca dan Alemao berpelukan di lapangan, ketiganya menangis, mereka seolah tak mengerti kenapa harus saling bantai, padahal selama ini di Napoli mereka selalu bahu membahu.
Trio ini sangat ditakuti di Seri A maupun di Eropa, dan disebut ‘Trio Amerika Latin’. Musuh-musuhnya punya pameo begini, “Mau mengalahkan Napoli? Lumpuhkan Trio Amerika Latin”.
Namun pers Brazil tak merasakan bagaimana beratnya membela club, dan tak mau mengerti sinergi antara mereka. Pers Brazil menyuarakan nada marah kepada Alemao yang ditugaskan menjaga Maradona, bahkan ada yang menulis, “Alemao, kenapa Maradona tak kamu patahkan kakinya?”
Itulah sepakbola, banyak drama, banyak air mata dan juga keceriaan, bagi yang menang atau juara.
Komentar