oleh

Smart Policing

Oleh: Brigjen Pol Dr Chryshnanda Dwilaksana MSi

DISRUPSI selain cepat juga berdampak pada berbagai produktivitas dalam kehidupan juga pada keteraturan sosial. Tatkala pengendalian atau penanganan atas disrupsi tidak mampu mengimbangi atau tertinggal maka berbagai hal yang kontra produktif dan terganggunya keteraturan sosial akan bermunculan.

Di sinilah perlu ada pemikiran bagaimana polisi dan pemolisiannya mampu menangani atau mengatasi disrupsi secara proaktif dan problem solving. Pada era digital atau revolusi industri 4.0 yang juga menuju society 5.0 model pemolisian selain profesional cerdas bermoral dan modern adalah dapat fungsional atau smart.

Model smart policing merupakan model pemolisian yang mampu mengatasi berbagai masalah-masalah konvensional, masalah masalah siber atau virtual di era digital juga masalah masalah forensik. Sejalan dengan hal tersebut maka model smart policing diimplementasikan dengan model pendekatan wilayah, model fungsi, model dampak masalah pd birokrasi maupun pada masyarakat. Yang diimplementasikan untuk pelayanan-pelayanan kepolisian yang bersifat rutin, bersifat khusus maupun kontijensi.

Smart policing dalam implementasi conventional policing, e-policing dan forensic policing konsep-konsepnya dapat ditunjukkan sebagai berikut:

  1. Conventional Policing
    Pendekatan ala polisi konvensional yang manual tradisional, kompetensi petugas sebagai pelindung pengayom yangg dilakukan dengan cara pengaturan, penjagaan, patroli, penanganan TKP (tempat kejadian perkara), penanganan kejahatan dari pemeriksaan penggeledahan penangkapan penyitaan hingga pengejaran secara konvensional diperlukan kompetensi dasar untuk pengetahuan maupun keterampilannya. Penanganan berbagai masalah dengan reaksi cepat, penanganan konflik sosial yang melibatkan massa besar, demonstrasi dan konflik-konflik lapangan, premanisme jalanan maupun blue collar crime, perkelahian antarwarga/perang kampung, kecelakaan lalu lintas hingga bencana alam. Penanganan secara reaktif dan cara-cara fisik masih diperlukan dan dibutuhkan dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Kemampuan pemetaan masalah, pemetaan wilayah, pemetaan potensi, bela diri, menembak, kemampuan dasar kepolisian untuk menjaga mengatur serta patroli. Mendatangi dan menangani TKP, menerima laporan dan pengaduan dan sebagainya. Penanganan pelayanan kepolisian yang berkaitan pelayanan administrasi, pelayanan hukum, pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan, pelayanan informasi dan pelayanan kemanusiaan tetap memerlukan pengetahuan-pengetahuan dan kompetensi conventional policing.
  2. Electronic Policing (E-Policing)
    Pemolisian secara elektronik meruoakan pemolisian yang saling terhubung atau online yang mampu memberikan pelayanan secara virtual dan mampu mendukung pemolisian yang konvensional. Landasan dasar e-policing adalah melalui back office (sebagai operation room atau pusat K3I (komunikasi, koordinasi, komando pengendalian dan informasi)). Yang didukung aplikasi yang berbasis artificial intellegence (AI) juga networking yang berbasis internet of things (IoT). Aplikasi-aplikasi yang berbasis AI mampu berfungsi untuk me-recognize atau inputing data baik orang, benda, kendaraan, lingkungan hingga aktifititas. Melalui AI dapat dikonstruksi menjadi model untuk dapat ditemukan algoritma yang berupa info grafis, info statistik, maupun info virtual lainnya. Algoritma dapat berfungsi sebagai prediksi, antisipasi maupun solusi yang dapat diakses secara realtime, anytime dan ontime. Algoritma dapat menjadi landasan atau acuan indeks atau setidaknya sebagai potret visual atas situasi dan kondisi keteraturan sosial. Kompetensi dan pengetahuan bagi petugas siber (cyber cops) yang mengawaki e-policing adalah kemampuan memahami data digital inputing dan analisanya untuk menghasilkan algoritma. Memahami prinsip-prinsip dasar tentang era digital dan sistem-sistem IT dan proses pembangunan big data. Maupun sistem sistem terintegrasi menuju one gate service system. Sistem analisis dan algoritma merupakan bagian early warning dan problem solving yang prediktive antisipative serta solutive. Petugas cyber cops akan mengimplementasikan smart management agar pemolisian secara aktual maupun virtual ada suatu sistem yang sejalan saling menguatkan atau saling mendukung. Permasalahan-permasalahan perbankan, permasalahan keuangan, korupsi, terorisme, penyelundupan, pembajakan, bahkan cyber crime akan terus berkembang sehingga memerlukan polisi siber yang profesional yang mampu menganalisis dan menemukan potensi-potensi kejahatan. Kejahatan white collar crime tentu dilakukan secara teroganisasi dan dilakukan para ahli atau setidaknya orang-orang yang memiliki kompetensi. Dengan demikian cyber security menjadi sangat penting dan memdasar.
  3. Forensik Policing
    Di era disrupsi perkembangan masalah nuklir biolgi maupun kimia bahkan fisika (nubika) hal-hal sosial dapat menjadi suatu masalah bagi terjaminnya keteraturan sosial. Era post truth dengan senjata hoaks pun dapat digunakan untuk menghambat, merusak bahkan mematikan produktivitas. Forensik policing memerlukan kompetensi dan pengetahuan dasar tentang nubika. Dampak atas penyalahgunaan nubika atau pemanfaatan nubika oleh penjahat yang dapat meneror atau mematikan produktivitas secara massal dan berdampak luas. Kompetensi para petugas forensic policing secara mendasar yang berkaitan dengan konseptual dan teknik forensik bahkan mampu mengetahui pemanfaatan nubika maupun masalah-masalah sosial yang akan dijadikan senjatanya. Kemampuan forensik didukung dengan sistem-sistem peralatan yang dapat didukung petugas polisi siber maupun pemolisian yang konvensional. Pelayanan-pelayanan forensik kaitan pada sekuriti dapat dikembangkan pada pemgamanan pada sektor: private, industrial, public, ecological maupun cyber.

Dalam smart policing dukungan penelitian dan pengembangan serta pembangunan laboratorium menjadi sangat penting dan mendasar. Penelitian merupakan bagian penting mendukung smart policing secara konseptual maupun teoritikal denganberbagai pendekatan. Model smart policing dapat dibangun secara konseptual, fisik, kompetensi, scientific, dan secara infrastruktur serta sistem-sistemnya juga kurikulum dan pengajarannya. (Penulis adalah Dirkamsel Korlantas Polri)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *