oleh

Penggunan Alat Kontrasepsi Berkorelasi Erat dengan SDM Unggul

POSKOTA.CO-Penggunaan alat atau obat kontrasepsi berkorelasi erat dengan kualitas sumber daya manusia unggul. Karena itu, penurunan jumlah akseptor KB harus diwaspadai dan diantisipasi. Termasuk di musim pandemi Covid-19 saat ini.

“Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi capaian kesertaan masyarakat dalam ber-KB. Ditengah pandemi,  masalah layanan kontrasepsi menjadi perhatian khusus kami karena KB menjadi bagian sumber kesejahteraan keluarga,” kata Kepala BKKBN DR (HC) dr Hasto Wardoyo Sp.OG (K) ketika membuka acara puncak Hari Vasektomi Sedunia dan Hari Kesehatan Nasional 2020 secara virtual.

Menurut Hasto, sejak awal Maret, April, dan Mei 2020 terjadi penurunan signifikan peserta KB. Kondisi ini terjadi karena keengganan masyarakat  untuk datang ke  dokter/bidan praktek swasta, klinik hingga fasilitas kesehatan yang membuka pelayanan KB.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat berdiskusi soal pentingnya penggunaan alat kontrasepsi

Sebaliknya, ada pula dokter yang mengurangi jumlah pelayanan. Atau tidak membuka  praktek sementara waktu. Keadaan ini menyebabkan penurunan jumlah akseptor tidak bisa dihindari.

Kondisi ini, bagi BKKBN, sangat mengkhawatirkan. Apalagi bila dikaitkan dengan kasus stunting yang saat ini masih tinggi, mencapai 27 persen. Padahal di 2020 ini target pemerintah turun menjadi 14 persen.

“Antara spacing dan stunting sangat berkorelasi. Karena itu berikan jarak antar kelahiran. Idealnya tiga tahun,” lanjut Hasto, “Kesuksesan  menjaga jarak kehamilan,   kesuksesan memberikan ASI ekslusif, dan kesuksesan dalam pengendalian kelahiran akan melahirkan sumber daya manusia Indonesia yang maju.”

Untuk itu Hasto mengingatkan masyarakat betapa pentingnya menciptakan generasi unggul di saat negara ini memasuki  bonus demografi. “Tahun 2035 window of opportunity itu akan lewat. Negara kita masuk aging population. Walau kita berharap ada bonus demografi tahap kedua, tapi kita tidak boleh optimis,” ujar Hasto mengingatkan.

Untuk mengejar target, termasuk dalam memperbanyak kesertaan KB pria, BKKBN mengembangkan empat strategi. Yakni, regulasi, rantai pasok, ketersediaan alat/obat kontrasepsi, dan anggaran.

Regulasi, menurut Hasto, telah disesuaikan di mana kini Penyuluh KB (PKB) ataupun Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) bisa ikut mendistribusikan  kontrasepsi kepada masyarakat.

Demikian halnya mata rantai pasok kontrasepsi, harus sampai ke pihak-pihak yang membutuhkan, hingga ke masyarakat secara gratis. “Kami tidak membeda-bedakan fasilitas kesehatan. Semua bisa akses alat dan obat kontrasepsi secara gratis sesuai aturan,” ujar Hasto.

Terkait ketersediaan alat/obat kontrasepsi, Hasto mengatakan saat ini BKKBN telah menyediakan susuk KB satu batang. Melalui  Program KB Rumah Sakit yang digalakkan kembali, Hasto berharap susuk KB satu batang bisa dipopulerkan. Susuk ini memiliki masa pakai tiga tahun. Pil  KB 1 cc, dari 3 cc sebelumnya, juga mulai  disediakan di 2020.

Akseptor yang menginginkan suntik dan tetap menstruasi, juga sudah disiapkan BKKBN. “Sebanyak 4,8-5 juta orang  melahirkan tiap tahun. Mereka perlu  mendapat pelayanan KB di klinik, rumah sakit dan provider,” ujar Hasto.

Hasto juga menjelaskan bahwa di 2021, anggaran penggerakan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk program KB tidak lagi didistribusikan ke tingkat provinsi.  Tapi langsung ke pemerintah kabupaten dan kota.  Total nilainya sebesar Rp 400 miliar. Sebelumnya, saat masih ditangani Pemerintah Provinsi, jumlahnya Rp60 miliar.

Pada bagian lain penjelasannya, Hasto mengatakan tentang peran pria dalam program KB sangatlah rendah. Padahal peran pria penting dalam membangun kesetaraan.

Saat ini, menurut data BKKBN, hanya 3 persen pria ber-KB. Sebesar 0,3 persen adalah vasektomi dan selebihnya KB kondom. Mengapa rendah? Menurut Hasto, karena masih kentalnya mitos bahwa vasektomi sama dengan kebiri sehingga mengakibatkan impoten. (*/fs)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *