oleh

KPK MAKIN TAK TERKONTROL, DIBUTUHKAN DEWAN PENGAWAS

POSKOTA.CO – Oknum Wadah Pegawai (WP) dan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta 1.000 karyawan KPK yang menolak kehadiran calon pimpinan (capim KPK) harus siap-siap angkat kaki dari lembaga antirasuah itu, demikian diungkapkan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.

Menurutnya, publik tidak perlu takut dengan ancaman mereka karena penyidik Polri, kejaksaan, dan BPK siap menggantikan mereka.

“Sikap tengil 1.000 karyawan KPK dan oknum penasihat maupun WP KPK makin menjadi-jadi. Mereka seakan menjadikan KPK seperti LSM, yang semau gue berdemonstrasi dan menolak calon pimpinannya, padahal lembaga itu adalah institusi yang dibiayai negara dan sangat terikat dengan ketentuan kepegawaian Korpri,” tukas Neta dalam siaran tertulisnya yang disampaikan kepada POSKOTA.co, Jumat (6/9/2019)

“Tindakan oknum KPK itu sangat tidak etis dan bisa menjadi preseden,” imbuh pria berdarah Medan ini.

IPW selama ini menilai, banyak sekali kebobrokan di KPK yang tidak terkontrol sehingga lembaga antirasuah itu semakin semau gue. “Contohnya ada tersangka bertahun-tahun tanpa kepastian hukum, ada WP berlagak seperti LSM yang merasa lebih kuat dari komisioner hingga berani menggalang 1.000 karyawan untuk menolak capim KPK, adanya ketidaktransparanan dalam harta benda koruptor yang disita, ada penyidik KPK yang bermain politik dalam Pilpres 2019, dan lainnya. Sehingga dewan pengawas diperlukan agar KPK tidak semau gue dalam melakukan penegak hukum, apalagi selama ini dewan etik semakin tak jelas fungsinya,” sergah Neta.

Memang, kata pegiat yang pernah menjadi jurnalis ini, keberadaan dewan pengawas sangat tergantung siapa yang menilai. “Kalau kita belum apa-apa sudah apriori pasti akan berpendapat, keberadaan dewan pengawas akan memperlemah KPK. Apalagi ada pihak-pihak yang tidak mau terganggu kepentingannya di KPK, pasti mereka akan menolak konsep paradigma baru ini,” tandasnya.

Bagi IPW, keberadaan dewan pengawas adalah konsep paradigma baru KPK yang harus didukung semua pihak agar KPK bisa diawasi dan tidak semau gue.

“Begitu juga keberadaan penyidik independen di KPK yang salah kaprah. Sebab sesuai KUHP penyidik itu hanya polisi dan jaksa, sementara PPNS adalah penyidik yang disupervisi polisi dan jaksa. Jadi, semua ini harus dikembalikan ke KUHP agar tidak melanggar UU,” lontar pria kelahiran 18 Agustus 1964 ini.

Menurut IPW, pada dasarnya revisi UU KPK itu sebenarnya tidak diam-diam. Sejak beberapa waktu lalu DPR sudah sempat membahas dan meramaikannya serta menimbulkan pro-kontra, kemudian pembahasannya mendingin.

“Saat ini menjelang berakhirnya masa tugas wakil-wakil rakyat periode ini, mereka kembali membahasnya dan sepertinya tidak mau meninggalkan utang pada DPR periode selanjutnya,” tutur Neta.

Terlepas dari munculnya pro-kontra soal revisi tersebut, bagi IPW sebenarnya ada lima poin yang harus dibenahi di KPK. “Pertama, sebagai lembaga penegak hukum yang memberantas korupsi, KPK harus senantiasa mampu memberikan kepastian hukum pada semua pihak. Kedua, sebagai lembaga antirasuah, KPK harus senantiasa transparan dalam pertanggungjawaban keuangan dan barang sitaan. Sehingga status WTP menjadi sebuah keniscayaan,” tegasnya.

Sedangkan yang ketiga, lanjut Neta, status karyawan KPK adalah ASN yang tunduk pada UU kepegawaian Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri). Sehingga, haram hukumnya pegawai KPK membentuk WP, apalagi menolak dan membuat mosi tak percaya pada capim KPK. Sebab pegawai KPK bukanlah anggota LSM.

“Dan yang keempat, pegawai atau penyidik KPK yang menjadi tersangka pembunuhan, seperti Novel Baswedan, kasusnya harus diselesaikan di pengadilan, dan sangat naif jika penyidik KPK bisa kebal hukum seperti Novel. KPK seperti tidak punya nurani serta rasa keadilan terhadap korban maupun keluarga korban penembakan Novel. Kemudian yang kelima, selama ini banyak sekali fungsi KPK yang tidak berjalan maksimal, seperti fungsi supervisi, koordinasi dan pencegahan karena orang orang KPK hanya sibuk dengan pencitraan lewat OTT kelas teri,” sindir aktivis pemantau kinerja polisi ini.

IPW melihat, saat ini KPK diarahkan oleh oknum-oknumnya untuk melupakan kodratnya sebagai lembaga pemberantas korupsi besar atau kelas kakap. “Bahkan KPK diarahkan agar melupakan kodratnya sebagai lembaga untuk mencegah korupsi di negeri ini. Sebab oknum-oknum KPK lebih asyik menjadikan lembaga antirasuah itu sebagai ‘pemadam kebakaran’ dalam pemberantasan korupsi, dengan OTT kelas teri,” pungkas Ketua Presidium Neta S Pane. (*/rel/oko)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *