oleh

Retno Listyarti, Komisioner KPAI, PJJ Hal Baru bagi Anak, Orang Tua, dan Sekolah

POSKOTA.CO – Dimasa Pandemi covid 19 ini, banyak menimbulkan krisis ekonomi, kesehatan dan bahkan kirisis pendidikan. Pendidikan sangat krusial karena melalui pendidikan Bangsa ini dapat membentuk generasi yang berkualitas. Pandemi memicu kriris multi dimensi yang mengubah kehidupan anak-anak pada masa pandemi.

Para orangtua cemas terhadap efek jangka panjang pada anak-anak akibat terisolasi di rumah, kehilangan hak bermain, kesempatan bersosialisasi dan terlalu lama beristirahat dari kegiatan akademik dan ekstrakurikuler di sekolah.

Data survey Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) fase 1 yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada April 2020 dan diikuti 1700 siswa, menunjukkan 76,7% responden siswa tidak senang belajar dari rumah.

Sementara itu, hasil survey yang dilakukan atas inisiasi pribadi oleh Komisioner KPAI bidang Pendidikan pada Juni 2020 terkait pembukaan sekolah menunjukkan hasil yang cukup menarik, dimana 66% orangtua dari 196.546 responden menolak sekolah di buka pada 13 Julli 2020.

Namun, penolakan orangtua berbanding terbalik dengan sikap anak-anak yang justru setuju sekolah segera di buka sebanyak 63,7% dari 9 .643 responden. Disis lain, sikap pendidik yang berasal dari jumlah sampel 18.111 responden guru sama dengan para siswanya, yaitu 54% setuju sekolah di buka.

Para guru dan siswa mendukung sekolah dengan tatap muka karena PJJ di fase pertama dinilai tidak efektif dan sarat kendala, baik bagi siswa maupun bagi guru itu sendiri.

Pada akhirnya, pemerintah melalui SKB 4 Menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) memutuskan menunda pembukaan sekolah, dimana pembukaan sekolah atau tatap muka hanya diijinkan pada daerah yang masuk zona hijau.

Sedangkan daerah yang masih berstatus zona kuning, oranye dan merah dilarang buka sekolah. Dengan demikian, belajar dari rumah di perpanjang oleh pemerintah pada tahun ajaran baru 2020/2021 yang dimulai 13 Juli 2020, kecuali di zona hijau. PJJ akhirnya menjadi alternative yang paling diterima demi kesehatan dan keselamatan anak-anak.

“PJJ adalah “hal baru” bagi anak, orangtua, ataupun sekolah. Ibaratnya, tidak ada satu pihak pun yang memiliki bekal cukup untuk menjalaninya, baik secara pedagogis maupun psikologis. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Survei PJJ fase pertama berjalan tidak efektif dan 77,8% responden siswa mengeluhkan kesulitan belajar dari rumah dengan rincian : 37,1% siswa mengeluhkan waktu pengerjaan yang sempit sehingga memicu kelelahan dan stress; 42% siswa kesulitan daring karena orangtua mereka tidak mampu membelikan kuota internet, dan 15,6% siswa mengalami kesulitan daring karena tidak memiliki peralatan daring, baik handphone, komputer PC, apalagi laptop.

Orangtua juga ikut tertekan saat mendampingi anak-anaknya melakukan PJJ secara daring, karena harus mengingatkan berbagai tugas belajar, mana yang sudah dikerjakan dan mana yang belum. Orangtua juga harus mengirim tugas-tugas anaknya kepada gurunya dalam bentuk foto dan video. (lian Tambun)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *