oleh

Chryshnanda: Kenangan Tak Terlupakan saat Bertugas di Muanza

POSKOTA.CO – “Welcome to Africa” kata salah satu polisi Brazil yg mengantar kami ke post police Muanza propinsi Beira Mozambique. Dia mengatakan lagi :” Maputo, Beira are not Africa, here Africa”. Selesai berkata demikiqn ia dan timnya kembali ke Beirq.

Sontoloyo dalam hati saya. Jarak muanza ke Beira kurang lbhb250 km. Jarak Beira dengan Maputo ( ibu kota mozambique) kurang lebeh 1.500 km. Kami berlima dua orang polisi Indonesia ( saya masih berpangkat letnan satu bersama Mayor Burhanudin Andi) dua orang polisi India ( speak dan pokriyal) dan satu polisi dari Guineau bissau ( louis col jata).

Kami berlima harus bisa survive di tengah perkampungan yg hancur luluh lantak akibat perang saudara. Tempat di mana kami tinggal di depan bekas stasiun kereta api yg juga sudah hancur.

Hari menjelang malam. Kami berlima berdiskusi untuk mendirikan tenda lapangan. Pokrial yg mendominasi ia seakan ahli namun ia selalu berteriak teriak : ” wait …wait….wait”. Akhirnya tenda berdiri juga kami sepakat beristirahat dan esok harinya baru akan mengemas dan menata pos kami ini.

Pagi hari kami bangun melihat tenda terbalik balik memasangnya. Pokriyal yg sok tahu cemberut saja. Kami dibekali 20 jerigen air dan kami membawa botol untuk cuci muka dan buang air. Air harus dihemat karena kami belum tahu di mana sumber air untuk kehidupan kami.

Kami mulai memperbaiki tenda menata tempat tinggal kami agar nyaman. Memasang antena pemancar yg waktu itu saya tancapkan di pohon mangga yg ada di halaman tenda kami. Tidur di halaman lebih nyaman datar dibanding di dalam rumah yg sudah hancur. Tdk ada atap jendela atau pintu.

Tembok penuh dengan tembakan peluru. Kami membuat wc darurat di halaman belakang. Ternyata ada sumur dg pompa ala dragon dg 12x pompaan baru air mengalir sedikit. Tapi lumayanlah kami tidak terikat air dlm jerigen. Makanan masih mengandalkan makanan perang T2 yg dibakar paravin.

Hari hari terasa panjang dan seakan di dalam pengasingan. Warga masyarakat berbiacara dg bahasa portugis. Hanya louis yg bisa berbahas portugis. Ada generator dan makanan untuk bertahan satu minggu kurang lebih. Tugas di post monitor pagi hari melapor situasi dan kondisi wilayah melakukan patroli wilayah dan sore hati melaporkan situasi keamanan ke province head quarter.

Pada suatu ketika kami sedang laporan melalui radio suara kami ditangkap oleh letnan Joko Lukito : dia mengatakan change chanel 5 untuk komunikasi scr privat. Saya pindah ke chanel 5 dan kami ngobrol dg bahasa jawa. Tiba tiba kami ditegur tetapi dalam bahas jawa oleh Mayor Andayono: ” pasukan Pbb kok boso jowo”.

Kami pun ngakak ….tertawa terbahak bahak. Hidup di pos Muanza distrik semacam ibu kota kecamatan yg ke utara 100 m dan ke selatan 100 m sudah selesai. Tidak ada penduduk lagi. Penduduk Muanza kira kira 200 an orang yg banyak hanya ibu ibu anak anak kecil dan sebagian remaja. Laki laki sangat jarang.

Kami bertetangga dengan tim kesehatan dari Bimbo orang Nigeria dari UNHCR. Kawasan Muanza ada 10 distrik. Salah satunya adalah daerah Galinya tidak ada jalan darat karena diputus gerilyawan dan dipenuhi ranjau. Di sana tidak ada uang beredar. Kondisinya sangat memprihatinkan.

Letnan Chryshnanda bersama anak-anak warga setempat

Kami harus naik heli jika melihat situasi. Pada saat kami patroli diwajibkan membuat peta karena memang tidak ada peta dr UN. Dengan cara manual peta kami buat dg jarak setiap titik2 atau sbg check point nya. Kondisi Muanza sangat memprihatinkan makanan setiap bulan dibantu pemerintah yg berupa kacang merah dan minyak goreng.

Para ibu ibu mengantre mendapatkan bantuan di halaman stasiun yg hancur. Untuk menghibur diri kami memelihara ayam dan kambing. Ayam ayam tidak mau di kandang dan bertengger di atas dahan. Kalau akan menghoreng ayam terpaksa kejar kejaran atau diketapel dahulu.

Muanza merupakan daerah lintasan yg sehari ada kurang lebih an kendaraan yg melintas. Jalanan belum beraspal debu dan becek bila hujan. Cuaca dan angin kadang tidak menentu malam hari bisa sampai 5 derajat siang hari rata2 35 derajat. Kami menjaga dan mempersiapakan pemilihan umum sbg solusi politik perebutan kekuasaan antara partai Frelimo ( pemerintah) dg partai Renamo ( oposisi).

Perang saudara di Mozambique cukup panjang dan mengorbankan kurang lebih 1 jt jiwa. Belum lagi yang hrs mengungsi atau exodus dr Mozambique. Kami berlima happy happy memasak makan kadang bersama sama kadang kami memasak sendiri sendiri. Kadang kadang kami makan ikan yg sudah dikeringkan atau beli pada saat kekota juga daging Gazele ( semacam rusa).

Komunikasi hanya dg HT dan radio. Hiburan tidak ada sesekali kami main kartu joker karo. Saya membunuh waktu dg membaca buku pelukis Paul Gauguin dan Frida Kahlo. Sesekali membuat sketsa. Kadang juga bermain sepak bola dengan anak anak kampung bolanya kami buat dari sampah plastik. Suatu hari kami dikejutkan ada banyak truk berhenti dan banyak laki2 turun dari truk membawa ember dan katana ( parang).

Entah apa yg dilakukan kami tidak tahu. Setelah itu tidak pernah ada lagi. Pernah juga terjadi serbuan dan para gerilyawan terhadap Batalyon UN Army dari Botswana. Mereka bertahan di Muanza kamipun mencarikan posisi yg aman nyaman dapat hidup bertahan beberapa hari di Muanza. Yang juga kami alami adalah road block, atau penutupan jalur dr para gerilyawan shg jalur lintasan ke kota bs bbrp haribbahkan pernah hampir sepuluh hari tdk bisa ke kota.

Tatkala terjadi broad block maka mau tidak mau ayam ayam kami buru dan menjadi santapan makan pagi siang malam. Muanza memang sunyi sepi penuh dengan ranjau namun di situ ada kenangan tak terlupakan bertemu kawanan kerbau hutan, menghadapi angin puyuh. Mengatasi konflik warga.

Berdiskusi dan membuat kesepakatan lokal dg gerilyawan. Membantu masyarakat yg sakit dan banyak pengalaman kemanusiaan yg membuat rasa cinta bangga akan tanah air semakin tinggi. (cdl) Cerita ulangan saat letnan satu sbg pasukan PBB UNOMOZ th 1994 di mozambique. (cdl)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *