oleh

Pilkada Indramayu 2020, Belum Ada Kandidat Matahari Tunggal

Dari pengalaman LSI melakukan ratusan kali survei di seluruh Indonesia, ada dua hal yang biasanya punya daya rusak pilihan public terhadap calon, sehingga hasil survei pun meleset. Pertama, money politic dan kedua, tsunami politik. Salah satunya, tiba-tiba calon tertentu terlibat kasus moral yang heboh seperti asusila, narkoba atau terjerat kasus korupsi dan lain-lain. Tentu, jika mayoritas publik tahu dan percaya terhadap isu-isu negative tersebut.

–=– Toto Izul Fatah—

INDRAMAYU, Deteksionline.com:

POSKOTA.CO – Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Indramayu Jawa Barat yang akan berlangsung pada 9 Desember 2020 mendatang belum ada kandidat unggul yang berkategori Ma tahari Tunggal. Sejumlah figur yang berpotensi maju sebagai calon masih memiliki problem popularitas dan elektabilitas.

Demikian analisis hasil survey Citra Komunikasi Lingkaran Survei Indonesia (CikomLSI) Network Denny JA terkait dengan preferensi pemilih pada Pilkada Kabupaten Indramayu yang disampaikan pada acara Paparan Temuan Survei bertema “Peta Preferensi Pemilih Jelang Pilkada Indramayu 2020” kepada pers di Indramayu Kamis (9/7). Hadir pada acara tersebut sejumlah pimpinan partai politik di Indramayu.

Survei dilakukan pada 25 – 30 Juni 2020 dengan menggunakan metode standar; multistage random sampling, wawancara dilakukan dengan tatap muka dan jumlah responden 440, dengan margin of error 4,8%.

Sementara itu, Toto Izul Fatah, Direktur Eksekutid Citra Komunikasi LSi Network Denny Ja lebih jauh menerangkan, dalam berbagai simulasi jumlah kandidat, mulai dari 39 calon, 19 calon, 17 calon, 13 calon, 10 calon dan 6 calon, belum ada kandidat yang memiliki elektabilitas moncer. Semua dukungan pemilih masih relative merata ke sejumlah figur. Kecuali, salah satu calon yang potensial didukung Golkar, Daniel Mutaqin Syafiudin (DMS), yang elektabilitasnya selalu diatas figure lain.

“Pada simulasi 19 calon, misalnya, Daniel unggul dengan 19,3%, untuk 17 calon unggul 22% dan dikerucutkan ke 6 calon naik ke 26,6%. Sementara, lima besar dibawah Daniel untuk simulasi 17 calon, ada Taufik Hidayat (12,5%), KH. Syatori (10,9%), Hj. Ami Anggraeni (9,1%), H. Syaefuddin (4,1%),” ujarnya.

Pada simulasi 6 calon, sejumlah figure dibawah Daniel mengalami kenaikan meski tidak signifikan. Taufik Hidayat (17,3%), Hj. Ami Anggraeni (11,6%), H. Syaefuddin (7,0%), Nina Agustina Bachtiar (5,5%) dan Muhammad Sholihin (1,4%). Ada sekitar 30,6% mengaku tidak tahu dan tidak jawab (swing voter).

Dari simulasi di atas, sejumlah figure yang masuk dalam kategori lima besar, sangat potensial bisa menyalip dan mengalahkan Daniel. Meskipun, dari lima calon tersebut kemungkinan ada juga yang akan digaet Daniel sebagai calon wakilnya. Apalagi, Daniel dari parpol besar pemegang jumlah kursi terbanyak, 22 kursi DPRD.

“Namun, sekali lagi, meski mengungguli calon lain, Daniel pun belum masuk kategori aman untuk menang. Bahkan, dalam sejumlah hal, Daniel sangat rawan terdowngrade, alias potensial merosot elektabilitasnya dengan beberapa catatan yang sering kali disebut sebagai hukum besinya untuk menang,” terangnya.

Salah satunya, terungkap dari temuan survei pada pertanyaan tentang isu negatif para calon. Dari sejumlah figur, Daniel termasuk salah satu yang punya potensi rawan dipersepsi negative oleh public di Indramayu. Dan dari temuan survei, isuisu negative yang terpotret itu punya pengaruh cukup besar yang bisa merontokan elektabilitasnya. Tentu dengan catatan, jika isu-isu negative tersebut diketahui mayoritas public dan dipercaya public. Sebab, bisa saja, isu negative itu beredar tapi public tak mempercayainya.
Money Politic dan Tsunami Politik

Dari pengalaman LSI melakukan ratusan kali survei di seluruh Indonesia, kata Toto Izul Fatah, ada dua hal yang biasanya punya daya rusak pilihan public terhadap calon, sehingga hasil survei pun meleset. Pertama, money politic dan kedua, tsunami politik. Salah satunya, tiba-tiba calon tertentu terlibat kasus moral yang heboh seperti asusila, narkoba atau terjerat kasus korupsi dan lain-lain. Tentu, jika mayoritas publik tahu dan percaya terhadap isu-isu negative tersebut.

Begitu juga dengan money politic. Dalam temuan survei LSI, ada kecendrungan pragmatis prilaku pemilih di Indramayu yang menganggap money politic itu sangat wajar (6,8%) dan cukup wajar (50,0%). Jika digabung lebih dari 50% public di Indramayu menganggap wajar money politic. Dengan kata lain, mayoritas warga di Indramayu senang dan suka jika ada yang melakukan money politic.

Ini juga tergambar dari pengakuan public atas pengaruh money politic tersebut. Sangat berpengaruh (14,8%) dan cukup berpengaruh (38,0%). Biasanya, ini menjadi goodnews buat calon dengan kapital besar dan badnews buat calon yang bermodal pas pasan. Diluar kontek bahwa cara-cara kotor seperti itu akan merusak tatanan demokrasi yang sehat dan kuat.

Dengan terjadinya dua hal tadi, money politic dan tsunami politik, bisa terjadi calon yang sekarang diunggulkan, pada saatnya rontok dikalahkan calon lain. Dan pada Pilkada Indramayu 2020 ini, potensi terjadinya dinamika dukungan masih sangat terbuka. Apalagi, dalam sisa waktu yang masih kurang lebih 5 bulan. Berbagai kemungkinan bisa terjadi.

Terutama, dalam kontek masih rendahnya rata-rata tingkat pengenalan para calon yang masih dibawah 70%. Padahal, untuk bisa menang itu, setiap calon harus memiliki tingkat pengenalan diatas 80%. Ini juga termasuk bagian dari salah satu hukum besi untuk menang. Secara teoritis, makin dikenal, makin punya potensi untuk dipilih. Dan semakin rendah pengenalan, kecil juga kemungkinan untuk dipilihnya.

Masih terbukanya kemungkinan para calon lain bisa mengalahkan Daniel, tergambar juga dari jumlah pemilih yang masih 70,6% mengambang dan belum bertuan. Ini artinya, lahan luas pemilih yang masih bisa diperebutkan siapa saja. Begitu juga dengan elektabilitas pada strong supporternya (pemilih militant) ratarata calon yang masih dibawah 10%.

Daniel sebagai calon dengan elektabilitas tertinggi, misalnya, baru mengantongi pemilih militant sekitar 7,3%, KH. Syatori 4,1%, Juhadi Muhammad 3,9%, Taufik Hidayat 3,2%, Toto Sucartono 2,7%, Hj. Ami Anggraeni 2,5%, Kiai Abas 1,6%. Selebihnya dibawah 1%. Biasanya, calon yang aman melenggang untuk menang itu strong supporter nya harus 25% ke atas.

Yang harus diwaspadai Daniel, menurut Toto Izulfatah, jika terjadi aliansi dukungan mayoritas parpol yang sepakat mengusung pasangan calon dengan isu Perubahan. Apalagi, Daniel dipersepsi sebagai figur yang merepresentasikan dinasti dan incumbent karena sosok ayahnya, Irianto Syaifudin (Yance) dan Ibunya (Anna). Sehingga, potensial memunculkan common enemy dengan constrasting figure status quo versus perubahan.

Apalagi, jika ada kader potensial Golkar yang maju diusung koalisi parpol dengan isu perubahan melawan Daniel. Misalnya, Taufik Hidayat, Ami Anggraeni dan Syaefuddin. Mereka berpotensi memecah pemilih Golkar dan juga bisa menggerus suara Daniel. Yang pasti, berbagai kemungkinan masih bisa terjadi. Terutama, karena mayoritas pemilih, diatas 60% baru akan menentukan pilihannya pada saat sudah resmi ada pasangan, saat memasuki masa kampanye, dan ada juga pada saat hari H pencoblosan. (oko)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *