oleh

Sungguh Sangat Mahalnya Kejujuran di Zaman Ini

BERBICARA tentang kejujuran, ungkapan filsuf Muslim pertama, Al-Kindi (801-873) patut direnungi.

Ia berkata, “Tidak ada yang lebih dicintai oleh para pencinta kebenaran daripada kebenaran itu sendiri.

Dari mana pun datangnya, dari siapa pun berasal, dan dalam bentuk apa pun adanya.

Bahkan, dia bersedia mengabdi kepada kebenaran itu dengan mengerahkan segenap jiwa raganya.”

Itulah manifestasi kejujuran paling hakiki dari seorang Muslim. Mengetahui kebenaran, kemudian meyakini, mengamalkan, dan mengajarkannya.

Bahkan lebih jauh siap hidup atau mati dengan kejujuran sebagai wujud dari pemahaman yang mendalam dan kecintaan yang menghujam terhadap nilai-nilai kebenaran (iman).

Dengan kata lain, kejujuran adalah perwujudan dari keimanan seorang Muslim.

Tanpa kejujuran, seorang Muslim pasti akan terseret pada kemalasan, kebodohan, kekalahan, kertebelakangan dan lain sebagainya yang sejenis dengan hal tersebut.

Energi dan waktunya akan habis terkuras hanya untuk kebohongan, kezaliman dan kemungkaran.

Lambat laun, ketidak jujuran akan menyeret sebuah peradaban pada kenistaan.

Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa Allah SWT membenci pengkhianatan (Al-Anfal (8): 58).

Ahli Hikmah mengatakan, “Kecerdasan seseorang dapat dilihat dari perbuatannya. Keilmuan seseorang bisa dilihat dari pembicaraan nya. Dan, keimanan seseorang bisa dilihat dari kejujurannya”.

Itulah mengapa Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk selalu menepati janji (Al-Maidah (5): 1).

Namun demikian, praktik kejujuran di zaman ini sungguh sangat mahal.

Ironisnya, dinamika pendidikan di Tanah Air diakui atau tidak, telah menyeret cara berpikir sebagian besar anak-anak Indonesia pada praktik ketidakjujuran.

Bahkan diduga, kebijakan pendidikan telah menjadikan ketidakjujuran menjadi lumrah.

Demi kelulusan, ketidakjujuran menjadi kebenaran. Demi popularitas, ketidakjujuran menjadi pedoman.

Apalagi, praktek korupsi hingga detik ini belum benar-benar dapat diberantas.

Jika kondisi seperti itu dibiarkan, maka kedepan negeri ini akan dihuni oleh generasi yang bermental buruk.

Sehingga akan mengundang berbagai macam huru-hara politik, ekonomi, sosial bahkan pendidikan.

Pada akhirnya, peradaban bangsa ini akan runtuh dan tenggelam hanya karena nihil nya kejujuran.

Ketidakjujuran adalah percikan api yang lambat diantisipasi, sehingga tidak saja melumat kekayaan, tetapi juga keimanan dan ketakwaan seorang Muslim.

Akhir dari tulisan ini, tegasnya bahwa ketiadaan kejujuran adalah merupakan alamat ‘kematian’ iman.

Wallahu a’lam bish showab.

* Penulis Tinggal di Lombok, NTB

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *