oleh

Mencintai Nabi Muhammad SAW Dijamin Masuk Surga

ALLAH Subhanahu Wata’ala telah berfirman dalam surat At-Taubah, 9: 120, “Tidak pantas bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak pantas pula bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul …

Dalam hal ini Rasulullah Saw., telah bersabda, “Aku Muhammad dan Ahmad (terpuji), yang dihormati, yang menghimpun manusia, Nabi (penyeru) taubat, dan Nabi (penyebar) rahmat.” (HR. Muslim). “Seseorang di antara kalian masih belum dikatakan beriman yang sesungguhnya sebelum ia mencintai diriku lebih daripada kecintaannya terhadap anak-anaknya, kedua orang tuanya, dan manusia semuanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim melalui Anas r.a.). “Umatku yang paling mencintaiku adalah kaum yang datang sesudahku; seseorang dari mereka rela kehilangan keluarga dan hartanya asal ia dapat melihatku (bersama denganku).” (HR. Ahmad melalui Abu Dzarr r.a.).

Hadis ini menerangkan tentang keutamaan mencintai Nabi Saw. Mencintai Nabi Saw. hukumnya wajib, kedudukannya disamakan dengan iman, seperti yang dijelaskan dalam hadis di atas yang mengatakan, “Tiadalah beriman seseorang di antara kalian sebelum ia mencintai diriku lebih daripada keluarganya dan manusia semuanya”. Dalam hadis ini disebutkan kaum sesudah Nabi Muhammad Saw., mengingat mereka tidak melihatnya dan tidak pernah bersua dengannya. Sekalipun demikian mereka rela kehilangan keluarga dan manusia semuanya, asal mereka dapat bersua dengannya. Melalui hadis ini Nabi Saw. menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat mencintai dirinya karena faktor-faktor di atas.

Dalam hadis yang lain dinyatakan, “Seseorang hamba yang mencintaiku sepenuh hatinya, maka Allah haramkan jasadnya bagi neraka.” (HR. Abu Na’im melalui Ibnu Umar r.a.). Barang siapa yang cinta kepada Nabi Muhammad Saw. dengan kecintaan yang tulus, niscaya Allah haramkan neraka terhadap tubuhnya. Atau dengan kata lain, Allah tidak akan memasukkannya ke dalam neraka, melainkan ia akan dimasukkan ke dalam surga-Nya.

Cinta itu bukan hanya di mulut, tetapi harus dibuktikan dengan sikap dan tindak-tanduk yang menunjukkan bahwa ia sedang cinta. Oleh karena itu, barang siapa yang mengaku benar-benar cinta kepada Nabi Saw., ia dituntut harus mengerjakan Sunnah-sunnahnya sebagai bukti dari cintanya. Barang siapa yang cinta kepada Nabi Saw., maka kelak di hari kiamat ia akan bersama-sama dengan Nabi Saw., yakni selamat dari neraka dan masuk surga, sebagaimana dalam hadis dinyatakan, “Barang siapa menghidupkan (mengamalkan) sunnahku berarti ia benar-benar mencintaiku, dan barang siapa yang mencintaiku, maka ia akan bersamaku di dalam surga.” (HR. as-Sajzi melalui Anas r.a.).

Rasulullah Saw. telah bersabda, “Dari Anas bin Malik r.a., dia berkata, “Pernah ada seorang laki-laki (bernama Dzul Khumayshirah Al-Yamani seorang Arab dari dusun, yang pernah kencing di Masjid) datang kepada Nabi Saw. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, kapan saat hari Kiamat itu tiba?” Beliau bersabda, “Apa persiapanmu untuknya?” Orang itu berkata, “Aku tidak mempersiapkan bekal untuknya dengan banyak berpuasa dan tidak pula dengan banyak bersedekah, tapi aku hanya mempersiapkan bekal dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Beliau menjawab, “Kamu bersama orang-orang yang kamu cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim),

Maksud mencintai Nabi Muhammad Saw. ialah mengikuti Sunnah-sunnah beliau, mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya.

Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad Saw, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan tiap bid’ah adalah sesat, dan tiap kesesatan menjurus ke neraka.” (HR. Muslim). Dan dalam hadis yang lain Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa berpegang teguh kepada Sunnah niscaya ia masuk surga.” (HR. Daruquthni melalui Aisyah r.a). Beruntunglah orang yang menghidupkan Sunnah Nabi Saw. pada saat manusia meninggalkannya. Barang siapa yang berpegang teguh kepada Sunnah Nabi Saw., niscaya ia masuk surga.

Dalam hal ini Rasulullah Saw. telah bersabda, “Ada tiga perkara, barang siapa ketiganya berada dalam dirinya berarti ia telah merasakan manisnya iman yaitu, hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada selain keduanya; hendaknya ia mencintai seseorang hanyalah demi karena Allah semata; dan hendaknya ia benci kembali kepada kekufuran sesudah Allah menyelamatkannya dari kekufuran seakan-akan tidak mau dirinya dilemparkan ke dalam api.” (HR. Bukhari dan Muslim melalui Anas r.a).

Lafadz “Halaawatul Iiman”, manisnya iman. Iman disamakan dengan madu dalam hal kemanisannya, setiap orang menyukai dan merasakannya sebagai suatu hal yang tiada tara nikmatnya. Iman dapat dirasakan seperti itu oleh orang yang dalam jiwanya telah tertanam rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi daripada kecintaan terhadap dirinya sendiri; ia menyukai seseorang bukan karena faktor apa-apa, melainkan hanya karena Allah; dan ia sangat membenci kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya dari kekufuran, seperti halnya ia benci bila dirinya dilemparkan ke dalam kobaran api.

Kita wajib mencintai Rasulullah Saw. Karena Rasulullah Saw. adalah pangkal dan pokok segala macam nikmat. Karena beliaulah sehingga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Melalui beliau pula Allah menyelamatkan kita dari kebodohan dan kegelapan. Tuntunan dan cahayanya yang di bawa oleh Nabi Saw. itulah yang mengantarkan kita menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dalam hal ini Allah Swt. telah berfirman, “Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali-Imran, 3: 164).

Juga dalam surat al-Jum’ah, 62:2, “Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

Semoga kita tetap istiqamah mencintai Rasulullah Saw, dengan menjalankan perintah dan menjauhkan larangan Allah dan Rasul-Nya, sehingga kita akan masuk ke dalam surga-Nya bersama-sama Rasulullah Saw. Wallahu A’lam bish-Shawab.

Karsidi Diningrat

*Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung
*Anggota Pengurus Besar Aljam`iyatul Washliyah (PB Al Washliyah) Jakarta.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *