oleh

Adab dan Perlakuan Kita terhadap Rasulullah SAW

SALAH satu tanda kesempurnaan adab dan perlakuan seseorang terhadap Allah swt. adalah juga memelihara adab dan perlakuan yang baik dengan Rasulullah saw. Jika kedua bentuk adab dan perlakuan ini telah terpatri pada diri seseorang maka kepribadiannya akan sempurna, demikian juga dengan keimanan, keyakinan, serta ketakwaannya akan tumbuh kuat. Dalam banyak tempat Allah swt. memerintahkan umat Islam untuk memelihara adab dan perlakuan yang baik terhadap Rasulullah saw.

Karena betapa tingginya kedudukan Rasulullah Saw. di sisi Allah Swt. maka tidak heran apabila Beliau dijuluki sebagai makhluk Allah yang paling mulia dan terhormat, sebagai pemilik Syafa’atul ‘Uzhma, maka adab dan perlakuan terhadap Rasulullah ditentukan pula oleh Allah.

Allah Subhanahu Wata’ala telah berfirman, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya, 21:107).

a. Allah wajibkan manusia berlaku sopan bila berada bersama Rasulullah, tidak diperbolehkan mengeluarkan suara yang terlalu keras melebihi suara Rasulullah. Perlakuan dan adab yang tidak sopan dan suara yang keras di hadapan Rasulullah melenyapkan segala pahala atau ganjaran.

Dalam hal ini Allah Swt. telah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengangkatkan suara melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu keraskan ucapan kepadanya, sebagaimana kamu mengeraskan ucapan satu terhadap yang lain, karena dikhawatirkan akan gugur amal-amal kamu, sedang kamu tidak menyadarinya”. “Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suara di hadapan Rasulullah, merekalah orang-orang yang telah diuji oleh Allah hati mereka untuk berbakti. Bagi mereka keampunan dan ganjaran yang besar.” (QS. Al-Hujurat, 49: 2-3).

b. Allah Swt. perintahkan manusia untuk memanggilnya tidak semata-mata dengan menyebut namanya, tetapi harus dengan gelar jabatannya. Dalam hal ini Allah swt. telah berfirman, “Janganlah kamu jadikan panggilan terhadap Rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” (QS. An-Nur, 24: 63).

Allah sendiri di dalam Kitab Suci-Nya selalu memanggil Rasulullah dengan panggilan “wahai Rasul” dan “wahai Nabi” (Ya Ayyuha r-Rasul, Ya Ayyuha n-Nabiy), tidak pernah Allah memanggil dengan panggilan “Hai Muhammad”.

c. Allah wajibkan manusia tidak melakukan sesuatu yang penting sebelum mendapat izin dari Rasulullah, tidak diperbolehkan menyimpang dari kehendak atau perintahnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat An-Nûr, 24: 62, : “(Yang disebut) orang mukmin hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad), dan apabila mereka berada bersama-sama dengan dia (Muhammad) dalam suatu urusan bersama, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sungguh orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (benar-benar) beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena suatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang engkau kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

d. Allah menganggap orang-orang yang datang menemui Rasulullah disembarang waktu dan tempat saja sebagai orang-orang tidak punya akal. Begitu juga orang-orang yang terburu-buru minta diladeni oleh Rasulullah atau yang memanggil Rasulullah dari luar dinding. Mereka yang demikian itu, dilarang oleh Allah kepada Rasulullah meladeninya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat Al-Hujurât 49: 4-5, : “Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Muhammad) dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti; Dan sekiranya mereka bersabar sampai engkau keluar menemui mereka, tentu akan lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

e. Allah menganjurkan (sunnah, tidak wajib) bagi orang-orang yang datang berziarah (bertetamu) kepada Rasulullah supaya mensucikan diri lebih dahulu, membersihkan diri dari segala hal-hal yang tidak baik, lalu bertaqarrub (mendekatkan) diri kepada Allah dengan jalan bersedekah kepada fakir miskin terlebih dahulu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat Al-Mujâdilah 58: 12, : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih. Tetapi jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

f. Allah telah menghilangkan rasa takut dari kalbu Rasulullah dan menggembirakannya dengan berita bahwa Allah akan senantiasa menjaganya dari segala tindak dan tipu daya musuh-musuh termasuk pembunuhan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat Al-Maidah 5: 67, : “Wahai Rasul! Sampaikan apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”

g. Allah sangat marah dan berjanji akan menurunkan kutukan-Nya bagi orang-orang yang sengaja menyakiti diri Rasulullah dengan kata-kata atau perbuatan, dulu, sekarang atau dimasa-masa yang akan datang.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat Al-Ahzàb, 33: 57, : “Sesungguhnya (terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka.”

h . Allah menyatakan sangat marah terhadap segolongan manusia yang telah menyakitkan hati Rasulullah dengan mencapnya sebagai “telinga” dengan maksud menuduhnya “menerima saja apa saja yang di dengarnya”.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat At-Taubah, 9: 61, : “Dan di antara mereka (orang munafik) ada orang-orang yang menyakiti hati Nabi (Muhammad) dan mengatakan, “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya”. Katakanlah, “Dia mempercayai semua yang baik bagi kamu, dia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu.” Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah akan mendapat azab yang pedih.”

Semoga kita tetap menjalankan perintah-perintah Allah Swt., dan kita takut menyalahi perintah-Nya, serta kuat dan istiqamah dalam menjalankan adab dan perlakuan yang baik terhadap Rasulullah Saw. Wallahu A’lam bish Shawab.

Karsidi Diningrat
*Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung.
*Anggota PB Al Washliyah Jakarta.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *