oleh

PURNAMA PRAMBANAN ke- 60

Malam semakin pekat
Laut dan gelap menyatu
Air tumpah dari langit menyentuh pasir dalam irama
Dan ngin kencang menyelaskan malam
Nafas nafas di balik kelambu saling memburu
walhi3POSKOTA.CO – Lama Papa Hary dan Mbak Retno berbincang di teras. Suatu hal yang jarang mereka lakukan. Bertemu di hari Senin-kamis lalu Papa Hary pagi-pagi pergi kantor membuat mereka tidak pernah bisa mengobrol santai. Selama bertahun-tahun hal tersebut menjadi sebuah rutinitas dan membuahkan benih-benih tersemai subur sebagai kecewa. Mbak Retno merasa seperti pelacur melayani pelanggannya dan tidak mempunyai daya untuk bicara karena sudah dibayar. Hidup tak banyak memberi pilihan kepadanya….

Deburan ombak dan rintik hujan malam mengiringi perbincangan indah mereka berdua. Ada sebuah kemajuan dalam kehidupan yang akan mereka lakukan. Mbak Retno terhenyak….kaget….atas kejutan yang diberikan suaminya.

” Ma aku ingin menjadi imam mu, imam yang baik tentunya. Jika papa sholat, papa ingin mama ada di belakangku. Aku juga ingin mencatatkan pernikahan kita di Kantor Urusan Agama”

Betapa romantisnya cara Papa Hary mengabarkan kabar gembira ini. Hal yang Mbak Retno inginkan tetapi ia pendam dalam-dalam. Ia marah dengan status”istri simpanan” selama ini. Sebuah amarah yang ia lampiaskan ke meja judi dan kebebasan sex yang ia anut. Hidup menjadi tidak adil dari sudut mata mbak Retno.

Berpindah-pindah kontrakan rumah juga salah satu amarah Mbak Retno yang tak terkatakan. Papa Hary mempunyai beberapa rumah, ia pengusaha sukses dibidang pembangunan perumahan. Begitu menyakitkan hati Mbak Retno ketika bertahun-tahun ia harus berpindah dari rumah kontrakan yang satu ke kontrakakan yang lain….

Ketika tangan Papa Hary menggegam tangan Mbak Retno meremasnya…lalu ia tarik ke dalam dadanya, ada rasa hangat yang mereka berdua rasakan. Kecipak ombak, gelap malam, derasnya hujan menjadi saksi janji perbaikan kehidupan

” Ma sabar yaaa, Papa akan bangunkan istana cinta untuk kita berdua dan anak-anak. Moga-moga tak lama lagi kita bisa pindah dari rumah kontrakkan”

Binar mata Mbak Retno tak ada yang melihat malam itu. Hanya orkestra malam yang menjadi saksi perbincangan indah mereka berdua. Sebuah kebahagiaan yang berujung di balik kelambu yang hangat dan sangat menggairahkan. Gairah mbak Retno tidak dibuat-buat malam ini. Ini kejujuran dalam gairah yang tidak ditimbang dengan pemberian uang olehmya….

” Pa…Ma…bangun…ayo melihat matahari terbit”

“Katanya minta dibangunin” seru Asih sambil mengetuk pintu kamar mamanya.

Rasanya mata baru terpejam beberapa saat ketika anak-anak membangunkan Mbak Retno dan Papa Hari. Lelah dan kantuk masih menggelayut. Rasanya mereka berdua masih enggan melepaskan pelukan. Selimut tebal telah membuat hangat tubuh-tubuh tanpa busana di baliknya!

” Kalian duluan yaaa, nanti papa fan mama nyusul”

(Bersambung.By : Wita Lexia
…)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *