oleh

TNKB DAN FUNGSINYA BAGI ROAD SAFETY

Brigjen Pol Dr Chryshnanda Dwilaksana MSi

TATKALA membicarakan lalu lintas secara internasional, kita mengenal konsep road safety. Makna road safety dalam konteks lalu lintas dipahami sebagai lalu lintas yang aman selamat tertib dan lancar. Konteks tersebut sejalan dengan pemikiran dan konsep lalu lintas sebagai urat nadi kehidupan.

Suatu masyarakat dapat hidup tumbuh dan berkembang jika ada produktivitas. Produktivitas dihasilkan dari berbagai aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut melalui atau dengan menggunakan lalu lintas. Di sinilah konteks aman, selamat, tertib, lancar dalam berlalu lintas menjadi hakiki dan signifikan dalam program-program road safety.

Konteks road safety dalam kaitan RUNK (Rencana Umum Nasional Keselamatan) ada lima pilar:

  1. Road safety management, yang ditangani Bappenas sebagai penjurunya;
  2. Safer road, jalan yang berkeselamatan, penjurunya dari Kemen-PUPR;
  3. Safer vehicle, kendaraan yang berkeselamatan penjurunya adalah pada Kemenhub;
  4. Safer road users, pengguna jalan yang berkeselamatan, penjurunya adalah Polri;
  5. Post crash care, penjurunya adalah Kemenkes.

Kelima pilar saling terkait satu dengan lainnya. Polri dalam mendukung RUNK membangun sistem-sistem virtual dan aktual di era digital sistem online dan berbasis elektronik menjadi standar implementasi IT for road saefty.

E-Policing
E-Policing adalah pemolisian secara elektronik yang dapat diartikan sebagai pemolisian secara online, sehingga hubungan antara polisi dengan masyarakat bisa terjalin dalam 24 jam sehari dan 7 jam seminggu tanpa batas ruang, dan waktu untuk selalu dapat saling berbagi informasi dan melakukan komunikasi –(Chryshnanda DL, 2015 Hal 88).

Bisa juga dipahami e-Policing sebagai model pemolisian yang membawa community policing pada sistem online. Dengan demikian e-Policing ini merupakan model pemolisian di era digital yang berupaya menerobos sekat-sekat ruang dan waktu sehingga pelayanan-pelayanan kepolisian dapat terselenggara dengan cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel informatf dan mudah diakses.

E-Policing bisa menjadi strategi inisiatif antikorupsi, reformasi birokrasi dan creative break through. Dikatakan sebagai inisiatif antikorupsi karena dengan sistem-sistem online dapat meminimalisir bertemunya person to person. Dalam pelayanan-pelayanan kepolisian di bidang administrasi contohnya sudah dapat digantikan secara online melalui e-banking, atau melalui ERI (Electronic Registration and Identification) –(Chryshnanda DL, 2015 Hal 235).

E-Policing juga dikatakan sebagai reformasi birokrasi, karena dapat menerobos sekat-sekat birokrasi yang rumit yang mampu menembus ruang dan waktu misalnya tentang pelayanan informasi dan komunikasi melalui internet. Dalam hubungan tata cara kerja dalam birokrasi dapat diselenggarakan secara langsung dengan SMK (Standar Manajemen Kinerja) yang dibuat melalui intranet/internet juga sehingga menjadi less paper dan sebagainya.

E-Policing dikatakan sebagai bagian creative break through, karena banyak program dan berbagai inovasi dan kreasi dalam pemolisian yang dapat dikembangkan melalui berbagai aplikasi, misalnya pada sistem-sistem pelayanan SIM, Samsat, atau juga dalam Traffic Management Centre (TMC) –(Chryshnanda DL, 2011 Hal 302)–, baik melalui media elektronik, cetak maupun media sosial bahkan secara langsung sekaligus.

E-Policing bukan dimaksudkan untuk menghapus cara-cara manual yang masih efektif dan efisien dalam menjalin kedekatan dan persahabatan antara polisi dengan masyarakat yang dilayaninya. E-Policing justru untuk menyempurnakan, meningkatkan kualitas kinerja sehingga polisi benar-benar menjadi sosok yang profesional, cerdas, bermoral dan modern –(Chryshnanda DL, 2015 Hal 3)– sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan pejuang kemanusiaan sekaligus (Chryshnanda DL, 2015 Hal 27).

E-Policing dapat dipahami sebagai penyelenggaraan tugas kepolisian yang berbasis elektronik yang berarti membangun sistem-sistem yang terpadu, terintegrasi, sistematis dan saling mendukung, ada harmonisasi antar fungsi/ bagian dalam mewujudkan dan memelihara keamanan dan rasa aman dalam masyarakat. Pemolisian tersebut dapat dikatakan memenuhi standar pelayanan prima yang berarti: cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.

Pelayanan prima dapat diwujudkan melalui dukungan SDM yang berkarakter, pemimpin-pemimpin yang transformatif, sistem-sistem yang berbasis IT, dan melalui program-program yang unggul dalam memberikan pelayanan, perlindungan, pengayoman bahkan sampai dengan penegakan hukumnya. Pembahasan e-Policing dapat dikategorikan dalam konteks:

  1.  Kepemimpinan;
  2. Administrasi;
  3. Operasional;
  4. Capacity Building (pembangunan kapasitas bagi institusi).

Unsur-unsur pendukung dalam membangun e-Policing:

  1. Komitmen moral;
  2. Political Will;
  3. Kepemimpinan yang transformatif;
  4. Infrastruktur (hardware dan software) sebagai pusat data, informasi, komunikasi, kontrol, koordinasi, komando dan pengendalian;
  5. Jaringan untuk komunikasi, koordinasi, komando pengendalian dan informasi (K3I) melalui IT dan untuk kontrol situasi;
  6. Petugas-petugas polisi yang berkarakter (yang mempunyai kompetensi, komitmen dan unggulan) untuk mengawaki untuk yang berbasis wilayah, menangani kepentingan dan dampak masalah;
  7. Program-program unggulan untuk dioperasionalkan baik yang bersifat rutin, khusus maupun kontijensi, (tingkat manajemen maupun operasionalnya);
  8. Tim transformasi sebagai tim kendalli mutu, tim backup yang menampung ide-ide dari bawah (bottom up) untuk dijadikan kebijakan maupun penjabaran kebijakan-kebijakan dari atas (top down). Tim ini sebagai dirigen untuk terwujudnya harmonisasi dalam dan di luar birokrasi. Dan melakukan monitoring dan evaluasi atas program-program yang diimplementasikan maupun menghasikan program-program baru;
  9. Selalu ada produk-produk kreatif sebagai wujud dari pengembangan untuk update, upgrade dan mengantisipasi dinamika perubahan sosial yang begitu cepat.

Implementasi e-Policing pada road safetyseperti telah dijabarkan pada paragraf sebelumnya, langkah-langkah program e-Policing untuk
implementasi road safety antara lain:

1. Membangun IT for road safety, big data dan one gate service
Program IT for road safety merupakan langkah mendasar untuk memetakan, membuat model, penanganan secara holistik atau sistemik, pendekatan berbasis pada scientifik dan teknologi, terbangunnya big data dalam back office, yang diinput melalui berbagai
aplikasi dan juga akan dikaji melalui riset secara ilmiah. Hal-hal yang dilakukan inputing data adalah membuat kategori mengidentifikasi akar masalah penyebab dari setiap permasalahan terkait road safety.

Big data merupakan data yang menjadi pilar bagaimana untuk menganalisa sehingga dapat dihasilkan produk-produk untuk memprediksi, mengantisipasi dan memberi solusi solusi.Manajemen ini tentu dijabarkan pada sistem pokok-pokok manajerial yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Keempat poin manajemen ini dapat dianalogikan sebagai upaya untuk membuat buku dengan kerangka tulisan yang dapat dilihat pada daftar isi dan halaman-halaman setiap lembarnya yang tersusun secara sistematis. Penggunaan teknologi ini akan membantu implementasi baik pra, saat maupun pasca secara prima yaitu dapat dilaksanakan secara cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.

Dengan kemajuan teknologi, kemitraan dengan para pemangku kepentingan dalam membangun pelayanan dalam one gate service akan semakin mudah dan banyak efisiensi yang bisa dilakukan tatkala di-online-kan maka sistem-sistem yang di-online-kan secara elektronik melalui back office, application dan network-nya, maka masyarakat cukup datang ke suatu tempat atau secara online untuk mendapatkan sistem-sistem pelayanan yang dibutuhkan. gerakan-gerakan menuju one gate service dilakukan pada back office melalui aplikasi-aplikasi elektronik yang terhubung satu dengan lainnya. Para pekerja/SDM-nya tentu akan menjadi penghubung, menjembatani untuk adanya solusi-solusi yang profesional, cerdas, bermoral dan modern.

Meningkatnya harkat dan martabat para aparatur negara tatkala birokrasi mampu membangun sistem-sistem pelayanan dalam one gate service dalam sistem-sistem online melalui aplikasi-aplikasi elektronik yang mampu memberikan pelayanan-pelayanan tersebut secara prima, yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif, dan mudah diakses.

2. Membangun Traffic Attitude Record (TAR) dan Demeryt Point System (DPS)
Traffic Attitude Record (TAR) merupakan data atas pelanggaran lalu lintas yang dilakukan atau keterlibatannya pada suatu kecelakaan lalu lintas. Dengan sistem TAR merupakan bagian membangun budaya tertib berlalu lintas, sistem analisa data dan dasar atas sistem uji SIM (khususnya untuk perpanjangan SIM). TAR tatkala dikaitkan dengan sistem E-tilang (electronic law enforcement) akan semakin akurat sistem-sistem pencatatanya yang di record pada SIM, maupun pada STNK.

Demeryt Point System (DPS) adalah bagian dari sistem tilang dan perpanjangan SIM. Dengan memberikan poin kepada para pelanggar lalu lintas: pelanggaran administrasi dikenakan poin 1, pelanggaran yang berdampak pada kemacetan dikenakan poin 3, dan pelanggaran yang berdampak kecelakaan dikenakan poin 5. Poin ini dikaitan dengan sistem perpanjangan SIM, bagi pelanggar yang poinnya lebih dari 12 dikenakan uji ulang.

3. Pembangunan Safety Driving Centre (SDC)
Safety Driving Centre (SDC) untuk mendukung program saver road users. Pada sistem ini mencakup sekolah mengemudi, sistem uji SIM dan sistem penerbitan SIM yang dikembangkan dalam TAR (Traffic Attitude Record/catatan perilaku berlalu lintas) ini bisa untuk pengemudi maupun kendaraan bermotornya yang akan dikaitkan padaDemeryt Point System (DPS), ini sebagai pertanggungjawaban baik pengemudi maupun pemilik kendaraan atas kendaraan miliknya yang dioperasionalkan di jalan.

4. Implementasi E-Tilang
E-Tilang merupakan upaya peningkatan kualitas penegakkan hukum di bidang lalu lintas. Para pelanggar dapat mengambil pilihan untuk langsung membayar denda pelanggaranya ke bank tanpa harus hadir sendiri untuk sidang ke pengadilan. Spirit dari e-Tilang adalah:

  • Kemanusiaan, edukasi dalam rangka membangun budaya tertib berlalu lintas;
  • Mencegah kecelakaan/kemacetan sebagai dampak dari pelanggaran-pelanggaran lalu lintas;
  • Melindungi pengguna jalan lainnya agar tetap dapat berlalu lintas dengan aman, selamat,
    tertib, dan lancar;
  • Memberikan pelayanan prima kepada pelanggar, dalam proses penegakan hukum sehingga bisa berjalan cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, dan mudah diakses;
  • Sebagai bentuk reformasi birokrasi, inisiatif antikorupsi dan restorative justice.

E-Tilang merupakan implementasi ELE (Electronic Law Enforcement) yang didukung sistem yang berbasis IT untuk sistem filling dan recording (back office, aplikasi dan network) dari: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, bank yang disinergikan untuk memberikan pelayanan prima di bidang: informasi, administrasi, hukum, keamanan, keselamatan, maupun kemanusiaan.

Faktor penindakan e-Tilang pada tujuh prioritas road safety yang menjadi penyebab fatalitas korban laka yaitu, penanganan masalah kecepatan (speed), penanganan masalah penggunaan helm (helmet), penanganan masalah pengemudi yang mabuk (drink driving), penanganan masalah penggunaan sabuk pengaman (safe belt), penanganan masalah penempatan anak yang aman di dalam kendaraan (child restrain), penanganan masalah penggunaan handphone saat mengemudi, dan penanganan masalah melawan arus.

5. Membangun Traffic Accident Research Centre (TARC)
Traffic Accident Research Centre (TARC) merupakan wadah kemitraan yang merupakan representasi dari para pemangku kepentingan di bidang LLAJ yang secara bersama-sama mencari akar masalah lalu lintas dan menemukan solusi yang tepat dan dapat diterima oleh semua pihak. Produk-produk yang dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk:

  • Pencegahan;
  • Perbaikan;
  • Peningkatan;
  • Pembangunan.

TARC dapat menjadi tim transformasi untuk implementasi dekade aksi keselamatan pada fungsi lalu lintas serta menjadi soft power bagi peningkatan kualitas keselamatan, dan upaya menurunkan tingkat fatalitas korban laka lantas.

6. Membangun Road Safety Centre (RSC)
Membangun Road Safety Centre (RSC) tingkat pusat, provinsi sampai dengan tingkat kabupaten adalah untuk memfokuskan dan mensinergikan kinerja sistem data dan analisanya serta produk dan pelaporannya. Membangun infrastruktur sistem-sistem elektronik untuk mengintegrasikan data maupun kinerja secara online/terhubung pada model back office, aplication dan network. Yang dapat digunakan untuk memanage jalan, kendaraan, pengemudi, pelanggaran-pelanggaran lalu lintas maupun penanganan pasca kecelakaan lalu lintas.

7. Melaksanakan Implementasi Program-Program Road Safety
Implementasi program-program road safety dilaksanakan melalui:

  • Edukasi melalui Polsana, Police Goes to Campus, PKS, Cara Aman ke Sekolah, safety riding/driving, TMC, traffic board, Saka Bhayangkara Lantas, Taman Lalu Lintas, Kampanye Keselamatan Lalu Lintas, Kawasan Tertib Lalu Lintas (KTL), sekolah mengemudi, pperasi kepolisian dan penegakan hukum;
  • Engineering yang berbasis pada IT. Secara virtual dengan menerapkan Intan untuk memonitor tingkat kepadatan arus yang menjadi potensi trouble spot dan black spot dan melaksanakan Sistem Quick Respon Time;
  • Penegakan hukum (gakkum) dengan menerapkan sistem penegakan hukum dari mulai manual, online sampai dengan elektronik, mulai dari Traffic Accident Early Warning (TAEW), Pra ELE, e-tilang, e-Sidik sampai dengan ELE dengan di-back up Traffic Accident Analysis (TAA);
  • Registrasi dan Identifikasi dengan penerapan Electronic Registration and Indentification (ERI) dengan menerapkan Sistem OBU (on Board unit), RFID, ANPR (Automatic Number Plate Recognition);
  • Pusat K3I sebagai pusat komando, koordinasi, kodal, dan informasi. K3I adalah program informasi, komunikasi dan solusi kamseltibcar lantas sebagai ikon kecepatan, kedekatan dan persahabatan;
  • Koordinator pemangku kepentingan dengan membangun wadah bagi para pemangku kepentingan yang merupakan representasi untuk dapat bekerja sama/bersama-sama membangun sistem yang terpadu untuk mencari akar masalah di bidang LLAJ melalui forum, Asosisasi dan lain-lain;
  • Amdal lalin yang berkaitan dengan rekomendasi kepolisian di bidang LLAJ terkait
    segala hal yang berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan jalan;
  • Korwas PPNS dengan melakukan koordinasi, kontrol/pengawasan dan kemitraan dengan PPNS dalam menegakkan hukum yang berkaitan dengan LLAJ.

8. Melaksanakan tujuh program prioritas road safety yaitu:

  1. Penanganan masalah kecepatan speed). Penanganan Kecepatan dengan memasang rambu-rambu kecepatan pada lokasi-lokasi rawan kecelakaan (black spot) harus di pasang di banyak tempat sehingga management kecepatan dan kapasitas serta prioritas dapat diimplementasikan;
  2. Penanganan masalah penggunaan helm (helmet). Penanganan penggunanaan helm yang dapat ditunjukkan strategi-strategi sehingga di tahun 2020 sudah mampu mencapai 80 persen pengguna sepeda motor sudah memakai helm;
  3. Penanganan masalah pengemudi yang mabuk (drink driving).membuat standar alkohol dalam darah/BAC (blood alcohol content) dibuat bersama Kemenkes dan jajaran di bawah polda;
  4. Penanganan masalah penggunaan sabuk pengaman (safe belt). Penggunaan Seat belt/sabuk keselamatan bagi semua orang yang ada di kendaraan baik di depan maupun belakang;
  5. Penanganan masalah penempatan anak yang aman di dalam kendaraan (child restrain). Penanganan child restrain berupa posisi aman dan selamat dalam kendaraan bermotor atau dikembangkan pada anak-anak di bawah umur yang ditentukan untuk dapat mengikuti ujian SIM yang mengendarai kendaraan bermotor;
  6. Penanganan masalah penggunaan handphone saat mengemudi;
  7. Penanganan masalah melawan arus.

9. Mengembangkan Road Safety Partnership Action (RSPA)
RSPA merupakan program untuk mendorong berjalannya program-program RUNK yang berkaitan dengan dengan lima pilar road safety untuk menyempurnakan roas safety management, safer road, safer vehicle, safer road user dan post crash care.

RSPA juga untuk membangun kemitraan polisi bersama dengan stakeholder melakukan aksi-aksi untuk keselamatan dalam upaya:

  1.  Meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban laka;
  2. Membangun budaya tertib berlalu lintas yang dapat ditunjukkan melalui potret kamseltibcar lantas di daerahnya;
  3. Pelayanan prima di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

Program-program RSPA mencakup: edukasi, membangun infrastruktur dan sistem-sistem pendukungnya, sistem pendidikan keselamatan dan sistem uji SIM, sistem-sistem pengembangan gakkum baik manual, online dan elektronik dan capacity building (trampil dan modern).

10. Indonesia Road Safety Award (IRSA)
Terwujud dan terpeliharanya keamanan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas (kamseltibcarlantas) merupakan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Upaya-upaya mewujudkan dan memelihara kamsetibcarlantas sudah banyak dilakukan dengan berbagai upaya dan tindakan dari tindakan preemtif, preventif, represif hingga rehabilitasinya.

Salah satu upaya yang dilakukan dengan program IRSA (Indonesia Road Safety Award) untuk menilai tata kelola keselamatan untuk mewujudkan dan memelihara kamseltibcar lantas pada kota/kabupaten. IRSA patut diapresiasi dan didukung implementasinya karena merupakan suatu kepedulian akan keselamatan. Suatu kota/ kabupaten dalam menerapkan.

Fungsi TNKB dalam Mendukung Program-Program Road Safety
Tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) merupakan bagian regident kendaraan bermotor (KBM) yang berfungsi dalam program road safety merupakan:

  1. Legitimasi pengoperasionalan KBM dalam berlalu lintas;
  2. Forensik kepolisian;
  3. Fungsi kontrol yang berkaitan dengan penegakan hukum terutama dalam mendukung ELE dan terbangunya Traffic Attitude Record (TAR)dan Demerit Point System (DPS);
  4. Memberikan pelayanan prima yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif, dan mudah diakses.

TNKB di era digital dikembangkan dalam program-program ANPR (Automatic Number Plate Recognation) yang berbasis IT yang akan berkaitan dengan OBU, RFID, dan sebagainya.

Dengan dibangunnya sistem TNKB yang berbasis IT menuju pada ANPR akan dapat mendukung sistem-sistem pelayanan publik dalam big data dan one gate service serta program-program pemerintah lainya seperti: e-Road Pricing, e-Toll Collecting, e-Parking, e-Samsat, e-Banking, dan ELE. (Penulis adalah Dirkamsel Korlantas Polri)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *