Oleh: Brigjen Pol Dr Chryshnanda Dwilaksana MSi
MANUSIA dikatakan sebagai mahkluk berakal budi, dan sebagai mahkluk sosial. Pada diri manusia ada unsur positif dan negatif.
Positifnya, manusia adala mahkluk pembelajar apa pun diperoleh dari belajar, serta senantiasa berupaya memajukan dan meningkatkan kualitas hidupnya. Sedangkan negatifnya, manusia memiliki sifat akuisme yang mau memang sendiri bahkan cenderung melihat orang lain sebagai musuh atau ancaman.
Di dalam dunia psikologi dikenal id ego dan super ego yang saling mempengaruhi dan saling menyeimbangkan agar ada kewarasan yang diterima oleh orang lain atau mampu berkelompok.
Tatkala dari salah satu ada yang dominan atau pengendalian diri yang tidak teratur dapat menimbulkan konflik diri yang dapat berkepanjangan dan menimbulkan gesekan dengan orang lain. Tatkala berkelompok dan terjadi distorsi situasi atau tekanan yang dijadikan isu atau spirit pemersatu maka karakter individu dapat hilang bahkan nalar logika dan akal budi pun dapat lenyap menjadi ketidakwarasan.
Waras dalam konteks ini, dipahami adanya kemampuan menjaga nalar dan akal budi untuk tidak tergerus dalam suasana lupa diri. Kewarasan dalam hidup berkelompok ini menjadi sangat penting, karena identitas kelompok yang dominan dan dijadikan sarana hembusan isu kebersamaan solidaritas ini bisa menguapkan daya nalar.
Di sinilah suatu kelompok dikatakan memiliki peradaban atau hidup sebagai manusia beradab adalah mampu memelihara keteraturan sosial. Menerima dan menghargai perbedaan dan mampu memberdayakan sebagai kekayaan dan kekuatan.
Suatu peradaban bukan hanya ditandai majunya teknologi dan ilmu pengetahuan semata, tetapi juga kemampuan untuk memelihara keteraturan sosial. Tetap mampu menyelesaikan konflik secara beradab, dan menjaga kewarasan untuk tidak melakukan anarkisme. Di sinilah kesepakatan sosial mampu menjadi panglima atau tidak.
Tatkala kesepakatan sosial masuk dalam ranah kekuasaan akan menjadi produk hukum. Di sinilah hukum menjadi ikon peradaban. Supremasi hukum ini menjadi ikon kelompok manusia bahkan bangsa yang beradab. Kesepakatan-kesepakatan sosial yang telah dicanangkan dapat dipatuhi, diikuti, dijaga, dan ditegakkan setegak tegaknya.
Aman dan damai menjadi ikon peradaban, karena konflik tidak diselesaikan dengan cara balas dendam. Aturan hukum yang berlaku menjadi acuan. Menjadi kebanggaan bukan adu saling kuat, bukan pula dengan memaksakan pembenaran-pembenaran. Berbagai isu menggerus peradaban akan terus ada, baik dari internal maupun dari eksternal.
Pemaksaan konflik komunal mengancam mengintimidasi hembusan kebencian ajakan-ajakan anarkisme ini merusak peradaban. Bangga dengan kekerasan ini pun menjadi simbol tidak terkendalinya id dan ego di mana super ego tidak lagi mampu menjaga keseimbangan untuk kewarasan.
Bangsa yang beradab adalah bangsa yang memiliki peradaban tinggi, yaitu mampu menjaga kewarasan rakyatnya, cerdas, tidak gampang terprovokasi, dan memiliki kebanggaan jika aman dan damai dalam hidupnya.
Perbedaan menjadi kekayaan konflik mampu diselesaikn secara beradab, dan yang terlebih lagi mampu menangkal dan waspada atas premanisme yang membanggakan ketololan-ketololannya, dan mampu memangkal pembodohan-pembodohan yang menyesatkan serta merusak peradaban. (Penulis adalah Dirkamsel Korlantas Polri)
Komentar