oleh

PEMIMPIN ATAU PENUNGGU PERINTAH?

Brigjen Pol Chryshnanda Dwi Laksana

POSKOTA.CO – Seorang pemimpin sadar bahwa dirinya merupakan penjuru, motor penggerak sekaligus inspirator yang mengetahui peran dan fungsi kepemimpinan. Sang pemimpin memiliki visi dalam menjabarkan apa yang menjadi kebijakkan dan memahami tujuannya, bukan sebatas cara-caranya.

Apa yang dilakukan sang pemimpin bukanlah dilihat dari gebyar-gebyar penampilannya melainkan dari kepiawaiannya mewujudkan visi atau mimpinya menjadi kenyataan. Apa yang dilihat dan dinilai keberhasilan bagi sang pemimpin adalah bagaimana mampu belajar dan memperbaiki kesalahan di masa lalu. Siap di masa kini dan dari kemampuannya menyiapkan masa depan yang lebih baik.

Sang pemimpin bukanlah matahari, namun sejatinya justru menjadi bulan. Rendah hati, tidak narsis demi kepentingan pribadinya, melainkan menerangi dalm kegelapan. Menjadi ikon inspirasi bagi yang haus atau membutuhkan dukungan bantuan dan pelayanannya.

Pemimpin yang narsis egois menonjol-nonjolkan dirinya sebenarnya sebatas pemimpin yang berdasarkan perintah atau pemimpin penunggu perintah. Hebat hanya sebatas materinya, keduniawiannya, sedang sisi humanis dan kemanfaatannya mungkin hanya segelintir orang saja menikmati yang tergolong nyantrik dan kroninya saja.

Nah apalagi dilihat dari kerelaan dan keberaniannya berkorban mungkin saja nilainya minus, karena semua pendekatannya uang atau pamrih materiil semata. Apa yang dikerjakan mungkin saja sebatas ndoronya senang persetan rakyat susah atau efek kebijakannya bikin pusing keliling pun tetap dihajarnya.

Pemimpin tidak menunggu perintah adalah pemimpin sejati yang belajar panjang, yang memang menunjukkan ciri-ciri dari indikator pemimpin. Pemimpin memiliki keunggulan dan mampu menjadi ikon terutama yang dapat dikategorilan dalam otak otot dan hati nuraninya. Pemimpin-pemimpin seperti ini memang sering dikalahkan pemimpin cantrik atau sebatas penunggu perintah, tatkala birokrasinya patrimonial dan lebih mengutamakan pendekatan-pendekatan personal.

Para pemimpin yang dikarbit biasanya akan menjadi kutu loncat pengejar jabatan-jabatan yang dianggap basah. Menuntut mengharap dan sebatas mencari kesenangan dan menyenang-nyenangkan diri dan kroni serta ndoro-ndoronya.

Bagai air dan minyak antara pemimpin karbitan utang budi dengan pemimpin yang menajdi ikon dan inspiratif baik dari pemikirannya, mimpinya, kompetensinya sampai sisi kemanusiaannya. Pemimpin-pemimpin penunggu perintah mungkin kelas kerupuk yang gampang melempem atau mengempis ketika disiram air. Merasa dirinya paling dari paling benar sampai paling ngawur semua dihajarnya. Parahnya lagi kesalahan-kesalahan, ketidakjujuran dan bahkan ketololan-ketololannya malah ikut dibangga-banggakannya. (*)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *