oleh

HOEGENG: MEMERDEKAKAN JIWA DAN PIKIRAN


Oleh: Brigjen Pol Dr Chryshnanda Dwilaksana MSi

KEMERDEKAAN bukan sebatas fisik saja tetapi jiwa dan pemikiran itulah yang perlu dibenarkan, mengeksploitasi serta menembus batas ruang dan waktu. Merdeka itu bebas namun bertanggung jawab dan kebebasannya adalah demi kemajuan dan perbaikan, mencari akar masalah dan menemukan akar masalah dan solusi-solusi.

Kemerdekaan yang bermanfaat bagi perbaikan dan untuk berbuat kebaikan bukan merdeka menjadi benalu. Tentu juga tidak kontraproduktif.

Polisi sering terjebak seremonial dan birokrasi yang kaku bahkan paternalistik dan manut sabdo pandito ratu. Apa kata pimpinan itulah yang benar. Banyak saran dan masukan kepada pimpinan namun di akhir surat ditulis…. Keputusan semua pada Ka (kepala) atau kepada pimpinan. Itu berarti tetap menyerahkan pada ndoro besar untuk mengambil keputusan, apa yang diambil merupakan hak pimpinan secara utuh.

Waktu saya bertanya mengapa bahasanya kok seperti bahasa feodal amat dalam suatu surat yang harus ditandatangani pimpinan, “mohon berkenan bapak… untuk menandatangani surat… dan kami haturkan terima kasih”. Sebenarnya tugas siapa? Kan tugas dan tanggung jawab pimpinan jugakan?

Mereka menjawabnya: “pimpinan itu berat tugasnya, beliau-beliau itu perlu kita jaga kehormatanya, dia yang memberi kita rezeki”. Dan menurut mereka jangan sampai ditegur apalagi dimarahi, fatal akibatnya, para ndoro-ndoro itu sensi gampang tersinggung. Kalau sudah tersinggung bisa mem-black list, bahkan mengkotakkan dan mematikan kariernya. Apakah ini kebebasan? Apakah ini kemerdekaan kalau menulis surat saja dengan bahasa-bahasa feodal yang mbuilet, dan seolah-olah hakikat kerjanya di situ. Itu hanya bunga-bunganya, yang hakiki dilupakannya.

Pekerjaan polisi memang unik, ia bukan militer tetapi dibangun dalam birokrasi semi militer, yang harus disiplin, loyal, patuh pada pimpinan. Namun polisi juga bekerja perorangan, di saat-saat tertentu ia juga harus mengambil keputusan sendiri. Polisi mempunyai kewenangan diskresi untuk menunjukkan tingkat kedewasaan dan tingkat kebijaksanaannya, kesadaran dan tanggung jawab. Diskresi demi kemanusiaan, kepentingan umum, keadilan dan edukasi.

Dari konsep di atas apa yang patut kita teladani dari Hoegeng Iman Santoso:

  1. Dia orang Jawa tetapi tidak model-model ndoro yang selalu dilayani dan gila pujian atau saat berkuasa tidak mau disaingi, dan memgambil alih semuanya.
  2. Berani menolak buluh bekti glondong pangareng areng (upeti) yang diberikan saat menjabat pimpinan reserse di Sumatera Utara.
  3. Punya nyali dan keberanian karena dengan ketulusan untuk menyelesaikan masalah atau konflik saat akan menyelesaikan masalah antara mahasiswa ITB dengan anggota Polri.
  4. Tidak terikat gaya-gaya feodal ndoro-ndoro yang semua serba dibawakan hingga ballpoint dan kacamata pun tak mampu lagi dibawanya, akan duduk ditarikkan ajudan ini mirip orang stroke dan semper saja.
  5. Sebagai seniman, tentu Hoegeng memahami arti kebebasan dan kemerdekaan jiwa, yang berkarya bukan karena untuk mendapat pujian atau asal bapak senang, tetapi menyuarakan hati nurani.
  6. Nilai-nilai yang diyakininya pun juga sebagai polisi yang humanis, ia mengagumi dan mencintai serta mengapresiasi, lingkungan, kehidupan dan manusia juga tentunya sebagai citra Tuhan.
  7. Kesederhanaannya menunjukkan kebersahajaan dan kepekaan serta kepedulianya pada lingkungan yang mungkin masih serba terbatas dan kekurangan.

Menjadi polisi memang tidak bisa model yang hanya diperintah atau menunggu perintah yang kaku. Polisi memang harus tegas tentu saja dan humanis, bijaksana, cerdas, profesional yang penuh dengan inovasi, kreasi dalam menyelenggarakan tugasnya. Tentu saja mampu menjadi ikon dan mampu menjadi simbol-simbol kedekatan, kecepatan dan persahabatan. Bisakah terwujud dalam kondisi terkekang dan tertekan jiwa pemikirannya? Bisakah dicapai kalau materi atau jabatan orientasinya? Tentu saja tidak bisa. Oleh sebab itu kemerdekaan jiwa dan berpikir bagi polisi memang harus terus ditumbuhkembangkan. Namun semuanya itu demi kemajuan, kebaikan dan perbaikan serta peningkatan kualitas kinerja dan kualitas pelayanan masyarakat serta peningkatan kualitas hidup masyarakat dan bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. (Penulis adalah Dirkamsel Korlantas Polri)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *