oleh

BAGAIMANA MENGATASI PELANGGAR YANG TIDAK MEMILIKI SIM


Oleh: Brigjen Pol Dr Chryshnanda Dwilaksana MSi

LALU LINTAS sebagai urat nadi kehidupan, sebagai refleksi budaya bangsa, dan refleksi tingkat modernitas sebagai perekat kesatuan bangsa dan pendukung produktivitas dan upaya menyejahterakan kehidupan bangsa. Sejalan dengan konsep tersebut idealnya terwujud dan terpelihara lalu lintas yang aman, selamat, tertib, dan lancar. Namun faktanya banyak sekali yang abai bahkan sengaja melanggarnya. Pelanggaran lalu lintas berdampak kontra produktif yang menghambat merusak bahkan mematikan produktivitas.

Penanganan dan upaya upaya mewujudkan lalu lintas yang aman, selamat, tertib, dan lancar salah satunya melalui Smart SIM. Yaitu sistem-sistem pendukung yang ada pada SIM menjadi fungsional yang berfungsi untuk:

  1. Menunjukkan identitas jati diri seseorang yang telah memiliki hak untuk mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya atau sebagai legitimasi kompetensi.
  2. Mendukung forensik kepolisian.
  3. Mendukung penegakan hukum.
  4. Berfungsi untuk mencatat perilaku berlalu lintas atau traffic attitude record (TAR).
  5. Berfungsi untuk sistem meritokrasi atau de merit point system atau sistem perpanjangan SIM.
  6. Sebagai pelayanan prima yang berkaitan dengan road safety.

Ada pertanyaan, bagaimana memgatasi orang-orang yang melanggar lalu libtas dan tidak memiliki SIM?

Mengatasi hal tersebut tentu diperlukan sistem dan penanganan yang holistik atau sistemik dan saling terkait antara lain:

  1. Membangun sistem pertanggungjawaban para pemilik kendaraan bermotor dengan sistem data tanda nomor kendaraan untuk sesuai dengan nama pemilik baik perorangan maupun perusahaan. Sistem ini merupakan bagian membangun budaya tertib dan sistem akuntabilitas atas kendaraan bermotor yang dimilikinya untuk tidak digunakan secara sembarangan apalagi oleh orang-orang yang belum memiliki SIM.
  2. Penerapan asas vicarious liability. Pengampu atau pemilik kendaraan bermotor bertanggung jawab atas pengoperasionalan kendaraan bermotornya.
  3. Pengembangan TAR tidak sebatas pada pemilik SIM, tetapi juga kepada pengendaranya yang bisa berdampak sanksi saat yang bersangkutan akan mengajukan permohonan sebagai peserta uji SIM.
  4. Sistem pencatatan data yang bisa dibangun bersinergi dengan Dukcapil atau data-data kependudukan sehingga dapat terbangun sistem big data atau SIN (single identity number).
  5. Melakukan kerja sama kepda APM ataupun dealer untuk mendukung program SDC (safety driving centre) atau pelatihan-pelatihan atau kursus mengemudi.
  6. Melakukan dikmas lantas secara langsung maupun melalui media, secara formal pada kurikulum pendidikan maupun secara nonformal.
  7. Penerapan sanksi yang lebih berat pada penegakan hukum.

Penanganan pelanggar lalu lintas yang tidak memiliki SIM perlu dukungan semua stakeholder sebagai upaya membangun budaya tertib dan upaya meningkatkan kualitas keselamatan, dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas melalui sanksi sosial misalnya dengan dimasukkan ke media sosail. Namun hal itu perlu kesepakatan kita semua untuk peduli atas keselamatan berlalu lintas.

Program tersebut jika disepakati dapat dibangun melalui aplikasi tertib berlalu lintas atau mari menilang.com, dan sebagainya.

Budaya malu dan tanggung jawab sosial memang harus segera dibangun, karena sumber daya manusia (SDM) adalah aset utama bangsa.

‘Road Safety is Zero Accident’
Beberapa catatan penting tentang SIM sebagai berikut:

SIM merupakan suatu previledge atau hak istimewa yang diberikan oleh negara kepada seseorang untuk memgendarai kendaraan bermotor di jalan raya. Karena yang bersangkutan dianggap telah lulus uji dan memiliki pengetahuan akan hukum peraturan dan ketentuan-ketentuan berlalu lintas, memiliki kompetensi dan keterampilan berkendara, serta memiliki kepekaan dan kepedulian akan keselamatan bagi dirinya maupun orang lain.

Dari konsep tersebut beberapa poin pokok dapat ditunjukkan bahwa SIM merupakan legitimasi kompetensi yang bermakna SIM merupakan bukti dari sistem uji.

Fungsi SIM selain sebagai legitimasi kompetensi juga berfungsi sebagai pendukung forensik kepolisian.

Fungsi kontrol atau untuk penegakan hukum dan sistem pelayanan prima.

Forensik kepolisian yang bermakna bahwa pada sistem SIM merupakan sistem data karena pelaku kejahatan dapat menggunakan atau menggunakan kendaraan bermotor, dan kejahatan juga melalui atau dengan memggunakan lalu lintas.

Fungsi kontrol atau penegakan hukum bermakna bahwa SIM sebagai pendukung sistem pendataan pelanggaran yang terkoneksi pada sistem traffic attitude record (TAR).

TAR merupakan sistem pendataan atas pelanggaran yang dilakukan para pengendara di dalam berlalu lintas. TAR mencatat pelanggaran yang dilakukan penggendara untuk pelanggaran ringan atau pelanggaran administrasi dikenakan satu poin. Pelanggaran sedang atau pelanggaran yang berdampak kemacetan dikenakan tiga poin. Pelanggaran berat atau pelanggaran yang berdampak kecelakan dikenakan lima poin.

TAR akan berkaitan dengan de merit point system atau DMPS yaitu sistem perpanjangan SIM:

  1. Tanpa uji. Untuk para pemilik SIM yang selama masa kepemilikkan SIM tidak terlibat kecelakaan atau tidak melakukan pelanggaran lalu lintas. Kalaupun melanggar poinnya tidak lebih dari 12.
  2. Uji ulang. Untuk para pemilik SIM yang selama masa berlaku SIM-nya pernah terlibat kecelakaan (menjadi tersangka) atau pelanggaranya lebih dari 12 poin.
  3. Cabut sementara. Berdasar dari keputusan pengadilan di mana pemilik SIM mengemudikan secara ugal-ugalan dan mengabaikan road safety seperti menggunakan narkoba, mabuk, kebut-kebutan, dan sebagainya.
  4. Cabut seumur hidup. Demgan keputusan pengadilan bagi para pemilik SIM apabila melakukan tabrak lari. Karena tabrak lari merupakan kejahatan kemanusiaan. (Penulis adalah Dirkamsel Korlantas Polri)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *