POSKOTA.CO – Seorang Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang mencalonkan Gubernur DKI Jakarta Trie Sulistiowarni memaparkan gagasannya, jika terpilih sebagai gubernur hendak membangun rumah susun buat warga kelas menengah kebawah.
Ketika ditanya oleh salah seorang panelis Desk Pemilihan Kepala Daerah DKI
di kantor Partai Kebangkitan Bangsa (DPW PKB) DKI Jakarta, Kamis (2/6) menjelaskan, banyak rumah susun akan mengurangi mobilitas kendaraan otomatis akan mengurangi kemecatan. “Tentu dibarengi dengan perbaikan sarana transportasi publik yang lebih nyaman, sehingga warga memilih naik tranportasi umum,” tandasnya.
Pada kesempatan itu Trie Sulistiowarni memaparkan visinya untuk menjadikan Jakarta Kota “Berdamai” yaitu bersih, damai, nyaman dan indah.
Visi tersebut dijabarkan dalam enam misi yang hendak dicapai:
o. Pertama, menjadikan Jakarta sebagai kota yang bersih, bebas dari polusi dan pencemaran lingkungan, sungai dan laut yang bebas dari kotoran dan limbah industri.
o. Kedua, mengedepankan pelayanan publik secara profesional dengan membangun tata kelola pemerintahan yang baik, transparan, bersih dari korupsi dan pungli.
o. Ketiga, mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang damai, dan penuh toleransi.
o. Keempat, mengatasi permasalahan kemacetan dan banjir dengan penataan transportasi publk yang baik, nyaman dan terintegrasi dengan daerah-daerah perbatasan kota Jakarta, serta pembangunan dan melakukan perbaikan seluruh infrastruktur jalan dan yang berkaitan dengan penyebab banjir.
o. Kelima, menjamin tetap berlangsungnya program bebas biaya pendidikan 12 tahun dan bebas biaya pelayanan kesehatan bagi warga Jakarta.
o. Keenam, mewujudkan Jakarta sebagai kota yang nyaman dan indah dengan memperbanyak taman kota dan penataan tata ruang yang mengedepankan konsep penataan ruang terbuka hijau yang seimbang.
Ketika ditanya oleh anggota Tim Panelis mengenai penanganan pemukiman liar di bantaran kali, Trie menyatakan harus tetap dilakukan penertiban tapi dengan mengedepankan faktor kemanusiaan.
“Jika dengan cara dialog dan persuasif buntu, maka harus dilakukan penertiban dengan tegas,”tambahnya.
Soal RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang sering jadi alasan untuk menggusur warga, Trie ditanya pula, bagaimana bila sudah ada pemukiman di lokasi yang ditetapkan sebagai RTH, apakah bisa “diputihkan” ?
Menurut Trie harus dilihat sejarahnya dulu. “Kalau pemukiman sudah ada sebelum ditetapkannya RTH, jika saya sebagai gubernur dengan tegas penetapan RTH di lokasi itu bisa saya ‘putihkan’ penetapan RTH-nya,” ujarnya.
Menjawab pertayaan anggota Tim Panelis, apakah PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) yang ada di tiap kelurahan saat ini efektif, Trie menjawab “kelembagaannya efektif, tapi SDM-nya dan mekanisme yang belum memadai,”
kata Lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang tahun 1984 yang sudah puluhan tahun menjadi notaris ini.
Komentar