oleh

PURNAMA PRAMBANAN 33

Si cantik Wita, penulis kisah ini
Si cantik Wita, penulis kisah ini

POSKOTA.CO – Ketika peluit ditiup dan pengumuman dari pengeras suara mengumumkan Kereta Api senja Utama jurusan Yogya dengan tujuan Jakarta….diberangkatkan. Seketika meledaklah tangis Mbok Wongso, Eyang Praja juga tak kuasa menghentikan air matanya. Sore ini Diana cucunya, diantar Mbak Dewi menemui ibu kandungnya. Diana sudah mantap pindah dan akan meneruskan sekolahnya di Jakarta.

” Ting…tong….”

Bunyi lonceng khas stasiun kereta api tanda kereta segera berangkat. Roda kereta api mulai bergerak pelan-pelan. Lambaian tangan Diana dari jendela Kereta Api menambah suasana semakin mengharukan senja itu.

Mbok Wongso dalam beberapa minggu ini, merasa seperti mempunyai seorang anak. Sejak peristiwa Diana dipukul ayahnya hingga sore ini, Mbok Wongso merawat dan selalu tidur sekamar. Ia mendapatkan sebuah Rasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Itulah kenapa ia menangis ” sesenggukan” (tersedu-sedu). Dia begitu kehilangan…Dia merasa kebahagiannya bersama Diana terampas begitu cepat. Saat ini Dia merasa sudah renta dan seperti kehilangan nyala lilin dalam gulitanya malam.

Suasana hati Eyang Praja tidak berbeda jauh dengan Mbok Wongso. Diana seperti obat pelipur lara bagi Eyang Praja….seperti menemukan kembali Mbak Retno yang menghilang dalam kehidupannya. Wajah Diana yang mirip Mbak Retno serta tingkah polahnya….sedikit menghapus apa yang dinamakan kerinduan ibu terhadap anak!

Dahulu Mbak Retno diam-diam masih menghubunginya kala butuh uang. Tetapi beberapa saat setelah menjadi istri simpanan….semua semakin jauh dari jangkauannya. Mbak Retno seperti hilang lalu tenggelam entah kemana. Eyang Praja diam dalam kecewa sementara Mbak Retno tahu diri karena keputusannya. Inilah yang membuat hubungan semakin jauh serta semakin dingin….prambanan

Di atas Kereta api, sayap Diana seperti patah entah menjadi berapa patahan. Tetapi di sisi berbeda ia harus tetap terbang dengan sisa-sisa sayapnya itu. Selembar surat ia layangkan kepada Mas Bayu melalui Susi. Yahhh….hanya dengan selembar surat ia berpamitan dan meminta Mas Bayu agar tidak usah memikirkan dirinya lagi. Cintanya ibarat kembang cangkok wijaya kusuma yang mekar dan wangi dengan elok tapi beberapa saat kemudian layu dan lunglai serta harus dibuang.

Cinta dalam sekejap
Bahagia dalam sekejap
Rasa dalam sekejap
Mekar dalam sekejap

Diana terguncang-guncang di atas kursinya, laju kereta yang cukup kencang menimbulkan guncangan yang menyadarkan dirinya terhenti dari lamunan. Ia baru ingin memulai dan semua harus terhenti!

Mas Bayu tidak ia beri kesempatan melihatnya kala sakit hingga ia pergi meninggalkannya. Biarlah Mas Bayu tidak tahu apa-apa tentang hidup yang harus dilakoninya. Ke dua sahabatnya Sam dan Susi sudah ia wanti-wanti agar tidak bercerita tentang keadaannya….

Ibarat sedang mengunyah makanan yang nikmat dan lezat….tetapi makanan tersebut segera harus ia muntahkan kembali dan tidak boleh di telan….rasanya hanya sebatas di mulut dan ia tetap lapar! Diana sadar….dalam hidup tidak semua pilihan itu bisa kita pilih. Dan ia memilih ingin menikmati mempunyai seorang ibu.

Di luar semakin gelap, kereta melaju kian kencang. Diana sudah memutuskan dan ia tak mau lagi menengok ke belakang. Ia ingin merasakan pelukan hangat ibunya kembali. Ia juga rindu adik-adiknya Ajeng dan Asih. Sudah seperti apa mereka? Dia tatap lurus ke depan bersama kereta senja yang membawanya. Entah sudah malam, entah karena pikirannya sudah lelah berpikir….akhirnya Diana jatuh tertidur. (Bersambung. wita lexia)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *