oleh

HENDARDI: TINDAKAN SIA-SIA BAWA KASUS HABIB RIZIEQ KE MAHKAMAH INTERNASIONAL

Hendardi, ketua Badan Pengurus Setara Institute

POSKOTA.CO – Sebagai warga negara, Habib Rizieq Shihab seharusnya taat hukum untuk memenuhi panggilan kepolisian. Apalagi pemeriksaan terhadap Rizieq Shihab ditujukan untuk membuat terang benderang suatu tindak pidana, demikian diungkapkan Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi, Sabtu (20/5).

“Pemeriksaan tidak selalu berujung pada status tersangka. Karena itu, sebagai pimpinan salah satu ormas, Rizieq Shihab harus memberikan keteladanan dengan memenuhi panggilan Polri,” kata Hendardi.

Selain itu, sambungnya, pernyataan pengacara Rizieq Shihab yang akan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional adalah tindakan yang sia-sia dan out of context, karena mekanisme internasional didesain hanya untuk mengadili perkara-perkara spesifik dan dengan mekanisme khusus.

Mesti dipelajari dan lalu dipahami, ada dua mekanisme hukum internasional, International Court of Justice (ICJ) dan International Criminal Court (ICC). ICJ mengadili sengketa antarnegara atau badan hukum international seperti entitas bisnis. Jadi subyek hukumnya adalah entitas tertentu, bisa negara bisa juga nonnegara.
Seperti sengketa perbatasan atau sengketa bisnis internasional. Dengan kata lain, ICJ adalah peradilan perdata internasional. Klaim kriminalisasi atas Rizieq Shihab jelas bukan merupakan kompetensi ICJ.

Sedangkan ICC, mengadili empat jenis kejahatan universal, genosida, kejahatan perang, agresi, dan kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity) yang memenuhi standar sistematis, terstruktur, massif, dan meluas. Jadi, kasus dugaan pornografi dan penyebaran konten pornografi jelas bukan kompetensi ICC. Apalagi ICC yang dibentuk berdasarkan Statuta Roma menuntut adanya ratifikasi dari negara-negara; dan Indonesia belum meratifikasinya. “Jadi mau dibawa ke pengadilan internasional yang mana kasus Rizieq Shihab ini oleh pengacara-pengacaranya?” ujar Hendardi mempertanyakan.

Menurut Hendardi, kalaupun kemudian dibawa ke PBB (Dewan HAM), mekanismenya juga tidak mudah, karena yang bisa membawanya adalah organisasi yang memiliki akreditasi status konsultatif. “Lagipula sejumlah kasus yang dituduhkan kepada Rizieq Shihab adalah kasus asusila (pornografi) sampai penistaan. Sesuatu yang tidak memiliki dampak signifikan internasional. Juga jangan lupa PBB menegaskan bahwa mekanisme internasional adalah the last resort atau upaya terakhir,” ucapnya.

Hendardi menambahkan, setiap kasus yang diduga berkaitan dengan pelanggaran kebebasan harus diselesaikan melalui proses hukum nasional yang kredibel terlebih dahulu. Sementara untuk kasus Rizieq Shihab, jangankan proses pengadilan, diminta menjadi saksi saja sudah menghilang dan tidak kooperatif dengan bermacam alasan yang tidak logis.

“Jadi upaya para pengacaranya untuk bertolak ke Genewa atau Den Haag adalah upaya sia-sia tanpa pengetahuan tentang mekanisme internasional yang memadai. Andaipun mereka sampai di PBB atau Mahkamah Internasional bisa saja diterima sampai tingkat security (satpam) atau reception (biro umum) tercatat sebagai tamu kunjungan biasa atau turis,” pungkas aktivis HAM ini. (*/rel)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *