oleh

PATRIOTISME DI ERA DIGITAL


Oleh: Brigjen Pol Dr Chryshnanda Dwilaksana MSi

PATRIOT dipahami sebagai orang yang memiliki semangat dan kemauan tinggi membela bangsa dan negara serta rakyatnya dalam berbagai ancaman atau gangguan bahkan serangan di dalam maupun luar. Seorang patriot, kecintaan dan kebanggaan akan bangsa dan negaranya sangat luar biasa dan tidak diragukan lagi. Seorang patriot pasti berani berjuang dan rela berkorban apa saja bahkan jiwa raganya bagi kejayaan bangsa dan negaranya. Patriot itu tulus iklas dan tanpa pamrih, kebahagiaannya adalah tatkala bangsa negara dan rakyatnya sejahtera. Patriot bukan kaum baper, sebentar-sebentar mengeluh menyalahkan, memfitnah, mengibarkan kebencian, merasa paling hebat, paling bisa, bahkan hingga paling suci. Patriot bukan preman, bukan gerombolan, dan bukan kaum dungu yang bisa di jadikan keledai oleh aktor intelektual atau dalangnya. Patriot itu sadar bertanggung jawab karena cinta dan bangga akan manusia dan kemanusiaan atas bangsa dan negaranya.

Preman bisa meneriakkan apa saja, mengatasnamakan apa saja tetapi itu hanya suara dan beraninya keroyokan, gerombolan, merusak kemanusiaan bahkan peradaban. Preman biasanya sok-sokan bahasa jawanya bombongan. Berani karena pamrih supdibilheb supaya dibilang hebat. Preman susah melihat orang senang dan senang melihat orang susah. Kebanggaannya mencibir, menyalahkan, mengejek, melecehkan, bahkan merusak sampai membunuh hidup dan kehidupan. Keberaniaan preman itu konyol, bahkan yang gila lagi mendukung pembodohan dan perusakan peradaban.

Walau pada posisi hebat terhormat sekalipun ajaran-ajaran sesatnya terus digulirkan, bahkan dari kebohongan hingga kelicikan dan pengadilan, dosa suci pun dengan bangga dilakukan. Preman pasti yang dibahas kekuasaan, kewenangan, perebutan-perebutan hal-hal duniawi. Lupa akan kemanusiaan, bahkan tega menjadi penjahat perusak peradaban. Preman-preman ini pasti pengecut dan penghasut. Jiwa kesatrianya di kandang sendiri dan keroyokan menghancurkan citra harkat bangsa, bahkan nalar dan akal sehat pun digadaikannya dalam pameran-pameran ketololannya.

Di era digital, apakah konsep patriotisme masih dibutuhkan? Apakah ketololan-ketololan premanisme di era digital masih banyak dipertontonkan? Semua pertanyaan dijawab ya. Kalau begitu bagamana patriot di era digital diimplementasikan? Patriotisme di era digital adalah pejuang-pejuang yang berupaya membongkar premanisme atau mafia-mafia birokrasi yang menjadi crimenin organization. Karena mafia-mafia atau preman-preman birokrasi inilah yang merusak, menghambat, bahkan menghancurkan bangsa ini dari dalam. Teman saya ahlul namanya menceritakan kepada saya sebagai berikut: “Ono koncoku wong Jerman takon ngene pak: “The Javanese can build magnificent building such as Borobudur and Prambanan, but why nowadays they can’t build heritage like that again?”
Aku mung nyauri: “Because there are a lot of corruptions going on sponsored by corrupt leaders. No time to think about culture and heritage…”. Yang merusak bangsa ini ya bangsa ini sendiri yang dengan bangga mengklaim sebagai patriot penyelamat bangsa tetapi melakukan premanisme. Patriot di era digital adalah kaum tempered radical yang berani menyuarakan membangun sistem-sistem online atau elektronik dan memgembangkanya menjadi big data dan one gate service. Membangun big data ini akan membuat sistem analisis yang mampu membongkar pola-pola permainan kaum preman atau mafia birokrasi dalam mempertahankan status quo. Isu yang dihembuskan hanyalah kekuasaan, kewenangan, jabatan tapi tidak memikirkan kemanusiaan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sistem-sistem elektronik ini akan dikembangkan dalam birokrasi yang bisa membubarkan sekat-sekat labirin birokrasi yang mengagungkan pangkat, jabatan, kekuasaan yang sarat dengan pendekatan personal dan korup.

Membangun sistem online secara elektronik bukan hal mudah. Akan ada perlawanan keras terutama dari kaum kroni, kaum utang budi, pemimpin yang tidak visioner, pemimpin yang maaf naif dan narsis dengan kekuasaannya juga kaum gerombolan dan penjilat-penjilat yang hanya numpang beken, numpang makan. Namun bagi para patriot milenial kewarasannya akan mampu menyadarkan preman-preman birokrasi, dan memberdayakan untuk berperan dalam mengawal kewarasan dan mengembalikan pada marwahnya sebagai anak bangsa. Patriot-patriot milenial bukanpembunuh, bukan baper yang menyalah-nyalahkan, tetapi terus memcerdaskan siap menjadi ganjal. Walaupun keberadaannya hanya sebatas dibutuhkan, bukan diinginkan. Kaum-kaum patriot milenial bagai hidup dililit alang-alang, namun keteladannya, kewarasannya, bahkan karena ketulusan dan kerelaannya mampu mentranformasi.

Mengubah situasi memang bukan semudah membalik tangan, namun memerlukan proses panjang dan perjuangan berat. Perlu kegigihan, keuletan, dan keyakinan walau banyak kutu dan pengganggu di sekitarnya. Tekad besar patriot milenial ini bisa dianalogikan menarik mobil di tanjakan yang di hand rem dan masuk gigi satu bahkan rodanya kotak lagi. Namun keyakinan para patriot semua yang ada masih ada jalan, ada solusi dan kemungkinan-kemungkinan. Karena di dunia ini yang tidak mungkin adalah orang makan kepalanya sendiri. (Penulis adalah Dirkamsel Korlantas Polri)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *