oleh

Kami Tuan Rumah, Anda Tamu

POSKOTA.CO – Pertama tama kami tegaskan bahwa kami tuan rumah di negara kami di Indonesia – di bumi Nusantara ini – dan Anda adalah tamunya. Tamu kami. Kami kini kecewa karena penerimaan kami yang ramah kepada para tamu disalah-gunakan oleh Anda dan kaki tangan Anda di sini – untuk mengubah perilaku dan cara kami berkebudayaan dan berperadaban .

Jelas kami punya cara berpakaian sendiri. Kami punya warisan budaya dan tradisi dari warisan leluhur nenek moyang kami sendiri – yang berwarna warni. Dan kami terus mengembangkannya sesuai zaman. Secara kreatif. Anda telah mengatur cara kami berpenampilan dan berpakaian. Dengan membawa nama Tuhan dan perintah ayat suci hingga mengubah penampakan warga negeri kami.

Tuhan yang Anda sembah adalah tuhan yang kami sembah juga. Tuhan yang tidak menyeragamkan. Tuhan yang menciptakan manusia yang bermacam ragam. Bersuku suku dan berbangsa-bangsa. Bahkan juga ada aneka keyakinan dan agama. Pakaian Anda seperti itu karena tinggal di lingkungan seperti itu: gurun pasir dan sahara. Dan pakaian kami seperti ini karena kami tinggal di lingkungan seperti ini. Wilayah tropis di Khatulistiwa.

Kami bukan bangsa yang gelap mata hanya karena lihat rambut indah wanita, dengan bahunya yang terbuka dan sedikit belahan dada. Juga kaki jenjang dan betis yang indah. Lagipula buat apa belajar agama kalau tidak bisa menahan diri – menahan nafsu melihat dandanan wanita?

Sebenarnya fungsi agama buat apa? Kalau sekadar menahan nafsu hewaniah saja tidak bisa?

Sudah naluri mereka – para gadis dan wanita – untuk memamerkan kecantikannya dan naluri kami kaum laki laki untuk melihatnya. Sama sama saling menarik perhatian dengan cara kami masing masing. Dengan cara elegant, anggun dan artistik. Sangat manusiawi. Berperadaban dan berkebudayaan.

Kami adalah manusia seutuhnya . Bukan keturunan nabi dan bukan anak anak dewa. Jangan Anda memborong kesopanan dan kebaikan sesuai versi Anda. Bangsa kami juga punya tata krama. Kesantunan. Dan yang utama adalah kami punya akal budi, punya daya – budidaya atau budaya.

Tuhan menurunkan kami di bumi Nusantara untuk menjadi Indonesia bangga dengan identitas indonesia – bukan untuk menjadi bagian dari jazirah dan negeri jajahan Anda. Setidaknya negeri jajahan budaya Anda.

Saat ini sebagian dari masyarakat generasi muda kami sudah rusak oleh dakwah dan syi’ar Anda. Kami kehilangan keIndonesiaan kami dan menjadi semakin keArab-araban. Kami dipisahkan dan disekat oleh perbedaan agama dari saudara-saudara kami sesama anak bangsa di Nusantara.

Kebaikan dan kepantasan disesuaikan oleh agama khususnya agama Anda. Oleh selera Arab dan Gurun Sahara. Bukan oleh budaya Nusantara dan kemajuan budi daya manusia Indonesia. Meski sama sama sawo matang kami seperti tak menyatu dengan saudara Kristen kami – saudara Budha kami dan Hindu kami. Bahkan kami meminggirkan keyakinan asli dari tanah kelahiran kami sendiri.

Pejabat pejabat keagamaan dan para ulama, ustadz, dengan bangga menjadi agen Anda dan agen budaya yang tetap asing bagi kami – yang menyelinap di belakang ajaran agama. Generasi kami dibuat ketagihan untuk mengunjungi negeri anda. Sebagiannya menjadikan pengunjung secara berkala seperti negeri serumpun saja.

Sebaliknya kami dibuat asing dengan negeri serumpun kami, yaitu tetangga sesama warga negeri ASEAN yang seolah saudara jauh padahal warna kulit dan postur kami sama. Kami dibuat begitu dekat dengan Anda meski berbeda dalam banyak hal dengan Anda. Hanya agama saja kesamaannya.

Kami bukan mesin agama. Kami punya peradaban. Kami warga negeri yang berdaulat.

Lagipula agama bukan segalanya. Tanpa bermaksud menunjukan sikap anti agama di era globalisasi dan komunikasi internet era 4.0 ini dengan mudah diketahui bahwa negara negara yang tidak beragama juga bisa maju dan sejahtera. Beradab. Berbudaya tinggi. China Russia dan Jepang contohnya. Sedangkan negara yang fanatik agama justru porak poranda. Seperti Yaman, Libya, Somalia dan Suriah sebagai contohnya.

Hal yang memprihatinkan adalah ada kasta baru yang dibangun sistematis seolah olah warga negeri Anda – bangsa Arab – lebih mulia dari kami yang punya negeri ini. Asalkan berpakaian seperti negeri Anda dianggap lebih suci – lebih mulia – menjadi bebas melanggar aturan dan kebal hukum.

Hanya dengan berpakaian dan berpenmpilan seperti warga negara Anda lantas orang orang kami sendiri menyebut Anda “bukan warga sembarangan”.

Pada zaman penjajahan Belanda kami mengenal “Londo Ireng” atau “Belanda Hitam” yang bukan kulit pitih, menjadi antek penjajah, begundal dan menista sesama pribumi. Kini kami mengenal “Arab Pesek” yakni orang orang lokal yang sudah jadi antek dan begundal Anda – memuliakan Anda dan tega menganiaya saudara sesama kulit sawo matang – demi keuntungannya sendiri. Juga rasa takut lantaran menempatkan ras Anda lebih mulia dan lebih suci dibanding kami.

Ya, Anda sudah jadi penjajah baru di negeri kami. Setidaknya penjajah budaya. Anda bukan tamu lagi.

Anda penjajah yang sudah menguasi dan mencengkeram alam pikiran warga kami dan tuan rumah dan menciptakan generasi “Arab Pesek” yang setiap saat bisa mendatangi, mengintimidasi dan mempersekusi warga kami. Bahkan ada kini terang terangan mengancam memenggal leher saudara sebangsa – sesama kulit sawo matang – demi membela orang yang seketurunan dengan Anda. (supriyanto martosuwito)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *