oleh

Putusan Kenaikan Tarif BPJS Merupakan Cerminan Keadilan Masyarakat

POSKOTA.CO – Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan tarif BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) layanan kesehatan merupakan cerminan rasa keadilan masyarakat. Artinya, putusan ini sudah tepat dan benar, khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu.

“Baiknya lagi justru putusan tersebut dijatuhkan saat perekonomian bangsa ini tengah terpuruk. Yang pasti, masyarakat boleh sedikit agak lega dengan tetap membayar iuran BPJS. Jadi jelas putusan MA tersebut sudah tepat dan benar karena hal ini merupakan cermin rasa keadilan bagi masyarakat khususnya mereka yang kurang mampu,” ucap advokat Stefanus Gunawan, SH, M.Hum.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) Jakarta Barat ini menambahkan putusan tersebut sudah inkrah alias sudah mempunyai kekutan hukum tetap sehingga begitu putusan diucapkan, pemerintah harus mematuhi putusan tersebut karena sifatnya sudah final, mengikat berlaku sebagai undang-undang dan tidak ada lagi upaya hukum banding serta kasasi atau upaya hukum lainnya.

“Nah, tentunya dengan adanya putusan tersebut masyarakat kembali membayar tarif BPJS sesuai Perpres No 82/2018. Dalam hal ini pemerintah wajib melayani masyarakat dalam bentuk BPJS kesehatan karena merupakan hak dasar warga negara yang harus mendapat perhatian dan perlindungan dari pemerintah,” ucap Stefanus yang juga Ketua LBH Ikatan Sarjana Katolik (Iska) Jabodetabek ini.

Stefanus Gunawan, SH, M.Hum

Menurutnya dengan mengacu putusan MA pelayanan kesehatan harus maksimal, jangan sampai merugikan masyarakat. Hal ini penting, mengingat karena saat ini makin banyak masyarakat terutama ‘wong cilik’ yang membutuhkan BPJS. Nah, wajar kalau kemudian mereka sangat berharap iuran BPJS tetap murah dan pelayanannya yang memadai sesuai ketetuan serta praktis alias tidak berbelit-belit.

“Pada dasarnya yang perlu diperhatikan adalah bukan berarti putusan MA itu mengendorkan layanan kesehatan. Jika itu terjadi, maka BPJS telah merugikan masyarakat selaku konsumennya. Sebaiknya, BPJS jangan merugikan masyarakat. Sebaiknya harus sama-sama enak. Jangan sampai masyarakat yang sangat berharap pada pemerintah, malah dirugikan,” saran advokat yang pernah menerima penghargaan ‘The Leader Achieves In Development Award’ dari ‘Anugerah Indonesia’ dan ‘Asean Development Citra Award’s dari Yayasan Gema Karya’ ini.

Putusan pembatalan iuran BPJS ini dijatuhkan Majelis Hakim Agung MA pimpinan Supandi pada 27 Februarai 2020 terkait dengan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS yang diajukan Tony Richard Samosir selaku Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) pada 2 Januari 2020.

Majelis hakim membatalkan Perpres No. 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dimana perubahan tarif layanan kesehatan yang semula naik, dikembalikan ke posisi awal yakni iuran untuk Kelas III sebesar Rp 42.000 sebulan/orang, Kelas II Rp 110.000 sebulan/orang dan Kelas I Rp 160.000 sebulan/orang, dibatalkan untuk dikembalikan ke tarif sebagaimana diatur Perpres No. 82 Tahun 2018: Kelas III Rp 25.500; Kelas II Rp 51.000 dan Kelas II Rp 80.000.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menilai kenaikan iuran layanan kesehatan BPJS bertentangan dengan konstitusi yakni Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang bertentangan dengan Pasal 23, Pasal 28 H Jo, Pasal 34 UUD 1945 karena tidak sejalan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Selain itu majelis hakim juga menegaskan kalau Perpres Nomor 75 tahun 2019 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. (Budhi)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *