oleh

SISTEM MANAJEMEN KINERJA

 

Brigjen Pol Crisnanda Dwi Laksana

POSKOTA.CO – Kinerja dari sebuah institusi sekarang ini begitu diperlukan, namun sebaliknya juga dituntut profesional berdasarkan kompetensi atau kemampuan. Sekarang ini kinerja institusi-institusi masih bersifat parsial, konvensional, bahkan pendekatan-pendekatan personal masih ditumbuhkembangkan. Sistem like dan dislike masih menjadi salah satu bagian yang dominan dalam penilaian kinerja.

Sering dikatakan, untuk jabatan-jabatan tertentu menjadi hak prerogatif pimpinan. Hak prerogatif dalam jabatan karier saya kira tidak ada, karena hak itu adalah hak jabatan politik, seperti hak presiden dalam menyusun kabinet atau dalam memilih menteri-materinya. Walaupun pimpinan boleh mengambil keputusan atau kebijakan, namun semua sudah melalui proses atau mekanisme yang sudah diatur dalam Standard Operation Procedure (SOP).

Pada kenyataanya, banyak pimpinan mengambil keputusan berdasarkan kemauannya sendiri. Dia
mengabaikan SOP, sehingga banyak keputusan dibuat secara lisan. Yang diperintahkannya pun orang-orang pilihannya, kerabatnya, dan sekampung dengannya.

Kinerja yang profesional didasarkan pada job discription dan job analysis. Setiap kegiatan ditentukan standar keberhasilanya. Ada pula poin-poin penilaian kinerja yang didasarkan pada proses dan produknya. Bagian-bagian yang produktif, inovatif, dan kreatif diberi penghargaan. Bagi yang tidak produktif akan diberikan sanksi atau tindakan sebagai hukuman.

Dalam membangun sistem kinerja diperlukan manajemen dan kepemimpinan. Artinya, ada sistem yang saling mendukung dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Untuk menentukan keakurasiannya, objektivitas, dan akuntabilitasnya dibangun dengan sistem-sistem yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, sistem tidak lagi bergantung pada siapa, tetapi bergantung pada apa yang dikerjakannya. Namun demikian, dalam membangun sistem yang profesional diperlukan kepemimpinan berikut:

  1. Mempunyai visi untuk memajukan institusi yang dipimpin menjadi institusi unggulan yang profesional. Tanpa suatu keinginan untuk memajukan bisa dipastikan institusi yang dipimpinya jalan di tempat, mundur, atau hancur.
  2. Mempunyai keberanian untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Pemimpin yang tidak mempunyai spirit dalam perubahan biasanya akan menjadi safety player yang tega mengorbankan institusi dan anak buahnya.
  3. Mempunyai keberanian mengambil risiko dalam menentukan kebijakan, termasuk mempertanggungjawabkan tindakannya demi kemajuan atau peningkatan profesionalisme.
  4. Bersikap rela dan berani berkorban terlebih dahulu untuk memajukan dan membangun institusi yang dipimpin serta rela berbagai previlage-nya demi kemajuan institusi.
  5. Mampu melakukan transformasi (mentrasfer kepandaian, ketrampilan, pengetahuan, kesadaran dan tanggung jawab kepada anak buahnya).
  6. Mampu menciptakan suasana dan iklim bekerja yang penuh semangat dan menjadikan organisasi sebagai organisasi pembelajar. (*)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *